Trubus.id—Matoa termasuk buah eksotis karena memiliki populasi dan pasokan yang masih terbatas. Tidak hanya masuk pasar tradisional, matoa juga populer di pasar daring.
Tren penjualan matoa amat bergantung pada penjual. Artinya, penjual mesti cermat menyortir sebelum memasarkan agar mutu buah baik.
Salah sentra tanaman matoa yakni di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Pantas saja di Desa Pondowan, Kecamatan Tayu, terdapat tugu berbentuk buah matoa sebagai simbol bahwa daerah itu salah satu sentra matoa.
Menurut penebas sekaligus pekebun matoa di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Slamet Noto Prasetyo matoa juga diminati pasar mancanegara. Penebas matoa sejak 2013 itu pernah memasok untuk eksportir dan mengirim buah matoa ke Taiwan pada 2018.
“Permintaan hingga 500 kg per sekali pengiriman,” kata Slamet. Namun, ekspor itu belum berlanjut karena terkendala pasokan terbatas.
Slamet mengatakan, “Kala itu pun hanya memenuhi 300 kg dari permintaan 500 kg,” katanya. Menurut Slamet tantangan ekspor mesti menjaga kualitas, kuantitas dan kontinuitas.
“Memang harga lebih tinggi, tapi mesti melakukan sortir lebih ketat,” katanya.
Slamet lebih memilih memasok pasar lokal terlebih dahulu karena permintaannya pun sama tinggi. Harap mafhum, risiko ekspor juga tinggi sehingga penjual berkewajiban mengemas barang dengan baik agar barang tidak rusak saat sampai di tujuan.
Lalu apa syarat buah matoa agar digemari pasar? Menurut Manajer Pengembangan Bisnis PT Laris Manis Utama, Vendi Tri Suseno, S.T.P. syaratnya buah berukuran seragam, berdaging tebal (tidak kopong), dan bercita rasa manis.
“Terpenting mutu daging buah baik, warna kulit buah apa pun sebetulnya tidak jadi masalah,” katanya. Menurut Vendi pembeli matoa biasanya konsumen yang tidak terlalu menyenangi lengkeng dan tidak tahan aroma durian.
“Cita rasa lengkeng dan durian bisa terwakili pada matoa,” katanya. Memilih jenis yang genjah dan produksi tinggi tentunya menjadi pertimbangan pekebun ketika hendak menanam matoa. Baca juga Potensi Bisnis Matoa.