Pekebun dari Desa Garum, Blitar, Jawa Timur, itu justru mencari lokasi dekat rel kereta api untuk kumbung jamurnya. Berkat getaran saat kereta lewat, serat jamur—miselium—tumbuh 30% lebih cepat.
Pantas ketika di Malang, Bali, Bandung, dan tempat lain, mata Agoes selalu melirik tanah kosong dekat rel kereta api. Jika lokasinya sreg, dibuatlah kumbung jamur berukuran 6 m x 25 m. Jaraknya dari rek kira-kira 12 m. Dalam jarak sedekat itu, getaran berkesinambungan saat kereta lewat pasti terasa. Dan itu mengejutkan benih sehingga miselium dalam baglog shiitake tumbuh dalam waktu 50—60 hari; metode konvensional, 65—120 hari.
Letak kumbung yang dekat dengan rel kereta menyebabkan baglog memperoleh getaran kontinu setiap hari. Jadi tak perlu dana khusus untuk membuat goncangan. Getaran efektif berada pada 1—2 skala ritcher. Baglog yang terbuat dari campuran serbuk kayu 78%, bekatul 21%, dan kapur 1%, diletakkan di rak atas yang tertutup koran. Itu untuk menjaga agar cahaya tetap gelap selama masa inkubasi.
Tradisi
Jamur memang bukan puteri malu yang menguncup saat disentuh. Ia justru menggenjot diri untuk menumbuhkan miselium. Model getar itu sebenarnya sudah lama dipakai oeh pekebun jamur di Jawa untuk menumbuhkan shiitake Lentinus edodes.
Getaran juga dapat diterapkan pada jamur konsumsi lain, seperti tiram, kuping, dan merang. Bahkan sumber getaran itu tak hanya dari kereta api yang lewat, tapi dapat berasal dari gelombang elektromagnetik dan vibrator yang diletakkan dalam kumbung inkubasi. Cara yang digunakan dahulu dengan menggoncang-goncangkan baglog. Goncangan dilakukan sekali sehari. Namun, Agoes lebih sering mencari lokasi dekat rel, ketimbang membeli alat-alat tersebut atau menggoncangkan baglog.
Menurut Adi Yuwono, pakar jamur di Bandung, metode getaran telah lama dilakukan. Namun, membuat kumbung dekat rel baru ia temukan. ”Jika benar mempercepat laju miselium, harus dihitung statistik peningkatannya,” ujarnya. Yang terpenting adalah menjaga suhu ruangan berkisar 25—30ºC dengan kadar CO2 2.000 ppm. Cara mudah mengeceknya, bila masuk dalam kumbung dan menarik nafas, tidak terasa sesak.
Kebersihan kumbung harus dijaga dengan melakukan sanitasi seminggu sekali. Sanitasi dilakukan dengan fogging—pengasapan. Bahannya terbuat dari campuran KmnOP4 (kalium permanganat) dan formalin sebanyak 20 g dicampur seliter air. Cara itu biasa diterapkan pada sanitasi kapal barang.
Wahsington
Nun 51.875 km dari Blitar, Mamat Rahmat punya cara sendiri membiakkan benih jamur murni. Rumah dan kumbungnya jauh dari rel kereta api, berada di ketinggian 1.100 m dpl di Cisarua, Bandung. Mamat menggunakan media agar untuk biakan benih murni. Pria kelahiran Bandung itu langsung mengimpor media agar dari Washington. ”Dua minggu setelah inkubasi, miselium sudah menyebar,” tutur Mamat.
Bila Agoes mencari tempat dekat rel, Mamat harus menempuh dunia maya untuk mendapatkan media agar. ”Sebenarnya saya mau beli shiitake, tapi ditawarkan media agar juga. Saya coba saja,” kata Mamat. Untuk memperoleh media asal Washington itu Mamat merogoh kantong Rp700.000. Media agar impor itu dilengkapi antibiotik yang mampu menangkal kehadiran bakteri. Sebuah masalah yang selalu dihadapi Mamat selama ini.
Oleh Mamat media itu diletakkan di cawan petri dalam lemari inkubasi. Suhu diatur 21—27ºC. Dua minggu kemudian warna kecokelatan agar berubah putih tanda terbentuknya miselium. Kecepatan tumbuhnya luar biasa dibanding pemakaian media agar konvensional. Oeh Mamat miselium itu kemudian dipindahkan ke media terbuat dari campuran biji jagung, cantel, milet, dan kacang hjau.
Media, suhu, kadar CO2, dan sanitasi memang syarat mutlak untuk kehidupan jamur. Jika medianya super bagus, seperti milik Mamat, miselium tumbuh dalam waktu 2 minggu. Kalau tidak ada, pakai saja rel kereta api. Kereta lewat, miselium pun ngebut, seperti pengalaman Agoes di jalur Bandung-Tulung Agung. (Lastioro Anmi Tambunan)