Bukan hanya Delima yang dipusingkan dosis pupuk daun. Hobiis kawakan juga kerap tertipu. “Biasanya pupuk daun bagus ketika baru keluar. Lama kelamaan dosisnya ngaco. Mungkin dikurangi kandungannya,” kata Ferdinand Abdipranoto, dari Himawan Orchid, di Temanggung, Jawa Tengah. Itulah sebabnya, Didi—sapaan akrab Ferdinand—lebih menyukai pupuk daun buatan luar negeri yang lebih stabil. Atau pupuk daun dalam negeri buatan produsen terpercaya.
Pemakaian pupuk daun di Indonesia memang masih menemui banyak persoalan. Bayangkanlah kebiasaan pekebun krisan. Setiap minggu, lahan 1 ha disemprot 1.000 l larutan pupuk dengan dosis 1 g/l, itu setara 1 l untuk 10 m2. Bila dalam 10 m2 terdapat 600 pot, maka 1 tanaman hanya mendapatkan 1,6 ml. “Kecil sekali, tak mungkin kebutuhan hara terpenuhi,” kata Yos Sutiyoso, praktikus hidroponik, di Jakarta. Apalagi bila komposisi hara di pupuk daun labil seperti yang dikeluhkan Didi.
Dua prinsip
Menurut Herman Suriato, praktikus pupuk di Jakarta, persoalan di atas dapat diatasi dengan 2 prinsip, pupuk daun diberikan encer dan sering. Lalu, berapa konsentrasi dan frekuensi terbaik? Yos mempunyai saran untuk konsentrasi, tetapkan angka EC meter larutan pada angka 2 mS. EC meter adalah alat untuk mengukur penghantaran listrik, lazimnya disebut elektrokonduktivitas. Semakin tinggi angka EC, maka konsentrasi kation dan anion semakin tinggi.
Bila EC kurang dari 1, konsentrasi tak cukup. Sebaliknya, bila EC terlalu tinggi konsentrasi sangat pekat. Itu dapat menyebabkan daun hangus akibat plasmolisis. Air dalam sel keluar karena terhisap larutan di luar sel yang lebih pekat. Menurut Yos, 1 mS itu setara dengan 700 ppm. Artinya, konsentrasi larutan 2 mS itu sama dengan 1.400 ppm. Dengan asumsi itu, konsentrasi 1 g/l yang biasa diterapkan pekebun tak mencukupi. Yang dibutuhkan tanaman sekitar 1,4 g/l.
Itu soal konsentrasi, lalu frekuensi? Di Belanda pemberian pupuk daun pada anggrek sangat intensif. Sehari 3—4 kali pada musim dingin dan 5—6 kali pada musim panas. Bandingkan dengan di Indonesia, pupuk daun hanya disemprot seminggu sekali. Dengan iklim di Indonesia, ia menyarankan penggunaan p u p u k d a u n p a d a anggrek 2 kali sehari. “Tanaman sehat, bunganya juga montok,” kata alumnus Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor itu.
Yang tak kalah penting dari 2 hal di atas adalah jangkauan. Lazimnya, pekebun kita menyemprotkan 1.000 l untuk 1 ha. Menurut Yos, itu mesti ditingkatkan 2 kali lipat, “Satu hektar butuh 2.000 l,” katanya. Yos Sutiyoso menyebutnya rumus serba 2. Dua kali sehari, konsentrasi 2 mS, dan 2.000 l per ha.
Lihat komposisi
Itulah kiat umum menggunakan pupuk daun. Namun, bila pemakaian pupuk daun belum juga optimal, coba tengok lagi ke belakang. Perhatikan jenis pupuk yang dipakai. Pupuk daun ada 2, dengan kandungan nitrogen tinggi atau berimbang untuk penyuburan. Yang lain, pupuk dengan kandungan fosfor tinggi untuk pembungaan dan pembuahan.
Bila salah pilih, hasil yang dituju tidak akan tercapai. Contohnya, Emi Kurniasih, hobiis tanaman hias di Depok. Ia ingin membungakan cattleya, tapi memberi pupuk penyubur. Hasilnya, daun saja yang rimbun. Bunga yang ditunggu tak kunjung tiba. Untuk membedakannya di pasaran, biasanya pupuk penyubur dikemas dalam wadah berwarna hijau. Pupuk bunga dan buah warna lain, misal cokelat dan merah.
Menurut Yos, ada patokan umum yang dikenal untuk meng unakan pupuk daun. Pada saat baru tanam, berikan pupuk daun berkadar fosfor tinggi. Tujuannya untuk merangsang tanaman memunculkan akar. Saat remaja, gunakan pupuk berkadar nitrogen tinggi, tetapi fosfor dan kalium rendah. Menjelang berbunga semprot pupuk N rendah, tapi berkadar P dan K tinggi. Dijamin Anda tak akan seperti Delima Santosa yang dibuat bingung oleh pupuk daun. (Destika Cahyana/Peliput: Laksita Wijayanti)