Laser sukses menjadi juara di kelas paling bergengsi.
Laser, murai batu milik Edi Parikesit itu lebih banyak diam. Jangankan untuk berkicau, ia bahkan sedikit bergerak dari posisinya bertengger. Pantas para pemilik burung peserta kontes kerap meremehkan kemampuan Laser. “Dulu saat Laser masih menjadi pemain baru di kontes burung, banyak orang yang mengira sebagai burung sakit,” ujar Edi mengenang.
Namun, penampilan Laser berubah 180 derajat setelah Edi membuka tudung penutup sangkar dan menggantungnya di arena lomba. Saat itulah Laser mulai menunjukkan kualitas suara prima dan gaya yang sesungguhnya. Laser mengawali dengan kicauan berirama panjang dan stabil sampai dengan setengah dari alokasi waktu penilaian juri. Kekuatan suara kicauan perlahan, tapi kemudian semakin bertambah kuat.
Perawatan intensif
Gaya murai batu itu mulai menarik perhatian juri. Anggukan dan gerakan membuka ekor yang cepat seakan sedang menakuti musuh-musuhnya. “Perilaku Laser seperti petarung yang menyimpan tenaga di awal pertandingan untuk melancarkan jurus pemungkas di waktu mendekati akhir penilaian,” ujar Yogi, perawat Laser. Benar saja, Laser mengeluarkan kicauan yang semakin variatif saat mendekati akhir waktu penilaian.
Murai batu itu gencar mengeluarkan “tembakan” suara master dengan kekuatan yang semakin besar. Hebatnya, Laser tidak banyak bergeser dari titik tempatnya bertengger dan hanya berputar arah sambil tetap mengangguk seperti tengah memberi hormat sampai waktu penilaian berakhir. Juri pun akhirnya sepakat menobatkan Laser menjadi juara di kelas naga pada kontes burung berkicau Piala Imlek 2566 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, pada 1 Maret 2015.
Menurut Adang, anggota tim juri, kriteria burung juara dapat mengeluarkan bunyi stabil dengan mengeluarkan irama lagu yang beragam. Volume dan durasi bunyi juga baik dari awal sampai akhir lomba. “Burung pemenang kelas naga (Laser, red) bekerja sangat stabil dan lagu yang dikeluarkan lebih variatif dibanding lawan-lawannya. Durasi kerja juga cukup sehingga juri memasukkan dalam kategori burung juara,” kata juri berpengalaman di berbagai kontes tingkat nasional itu.
Untuk membentuk burung berkualitas juara, Edi merawat Laser secara intensif. Menurutnya perawatan harian dengan asupan vitamin kunci utama kondisi fisik sang burung. Ia juga memasukkan Laser ke kandang umbaran agar kondisi fisik burung tetap prima. “Murai batu juga memerlukan panas sinar matahari untuk menjaga stamina,” kata ayah satu putra itu. Setiap hari ia menjemur Laser minimal selama 2 jam.
Edi memberi perlakuan khusus saat menjelang kontes. Sehari sebelum lomba, burung mendapat tambahan frekuensi pemberian pakan. Jika saat perawatan harian pemberian pakan hanya tiga kali sehali, maka menjelang kontes bertambah menjadi lima kali dengan tambahan menu ulat hongkong. Untuk membentuk kicauan yang menjadi andalan Laser, Edi memberi isian berupa master suara burung cililin, gereja, srindit, kapas tembak, dan cucak jenggot.
Napas panjang
Kelas bergengsi lain pada kontes itu adalah love bird kelas naga. Di kelas itu love bird bernama Mata Dewa milik Ardhy dari Happard FC asal Pulogadung, Jakarta Timur, menjadi jawara. Burung berwarna mentereng itu menampilkan kualitas suara prima selama waktu penjurian. “Mata Dewa mempunyai suara panjang sekali dan selama durasi kerjanya suaranya tidak terputus-putus sehingga dia layak untuk juara,” ujar Adang. Irama lagu dari suara burung master dan banyaknya perbendaharaan variasi lagu, memiliki poin tinggi dalam penilaian. “Penilaian semakin sempurna jika bunyi dan durasi kerja burung stabil,” katanya.
Mata Dewa bukan kali itu saja memboyong gelar juara. Dalam berbagai kontes burung berkicau tingkat nasional ia kerap meraih prestasi membanggakan. Suara kicauan Mata Dewa mempunyai ciri khas yang sanggup mencuri perhatian pendengar. “Burung itu dapat mengeluarkan ngekek yang panjang dan interval suaranya bisa mencapai empat oktaf,” ujar Ardhy.
Menurut Ardhy kunci utama dalam mencetak love bird kualitas juara adalah memperhatikan kualitas pakan sejak masih piyik. Selanjutnya pemasteran burung sejak dini untuk membentuk kicauan. Saat anakan mulai disapih, Ardhy mendekatkan love bird bersuara panjang ke kandang anakan sehingga bisa menjadi master kicauan di masa mendatang.
Ia menyarankan agar tidak mengikutsertakan love bird ke perlombaan ketika umur terlalu muda. Berikutnya burung pilihan disimpan dalam ruangan khusus. Tujuannya agar kualitas kicauan master tidak terpengaruh suara burung lain.
Meriah
Kontes burung tingkat nasional Piala Imlek di Lapangan Banteng itu berlangsung meriah meski saat bersamaan diselenggarakan beberapa perlombaan serupa di daerah Jakarta dan sekitarnya. Antusiasme pehobi burung untuk mengikuti lomba masih tinggi. “Jumlah peserta sekitar 1.200 ekor. Ini menggembirakan karena target 1.000 peserta terlampaui,” ujar Ahiung, ketua pelaksana acara kontes. Peserta berasal dari Pulau Sumatera, Jawa, Bangka Belitung, Kalimantan, dan daerah lain. Kontes yang rutin diselenggarakan setiap tahun itu terselenggara atas kerjasama Team Garuda 268 dan Ahiung Bangka.
Dalam kontes itu panitia menyediakan 70 gantangan dan membagi peserta dalam 6 kelas, yaitu sahabat, tim 45, lampion, barongsai, naga, dan angpau. Pada kompetisi burung kicauan itu Naga Hitam BC tampil sebagai juara umum bird club. Sementara juara umum single fighter (SF) sukses diboyong Andi Owen SF asal Jakarta. Pada akhir acara berlangsung pengundian doorprize. Komunitas Ciblek Jakarta membawa pulang hadiah utama berupa sebuah sepeda motor.
Penyelenggara kontes menggandeng tim juri dari Tim Juri Independen Angkatan 45 di bawah naungan Assosiasi Juri Independen Indonesia (AJII). “Lomba burung Piala Imlek kemarin adalah lomba burung berkualitas, persaingannya sangat ketat, dan pesertanya adalah burung-burung unggulan. Hasil penilaian juri pun sangat ketat dan memerlukan ketelitian tinggi,” ujar Adang.
Teriakan pemilik burung yang memberi semangat burung sepanjang masa penjurian menuntut juri lebih fokus menilai kontestan. Namun, tim juri dapat mengatasi kendala itu dan memberikan penilaian yang akurat. (Muhammad Hernawan Nugroho)