Hati hobiis di Bandung itu makin berbunga-bunga saat ranchu berukuran jumbo itu menuai gelar grand champion pada Alfamart Fish Competition di Jakarta, Februari 2004. Kiprah ikan bertubuh bongsor itu kian menjadi-jadi saat turun di berbagai kontes. Meski tidak selalu menjadi yang terbaik, posisi tiga besar di kelasnya tak pernah lepas dari genggaman.
Berbagai cara ditempuh Kiking untuk memperoleh maskoki idaman. Akhir Desember 2003 ia mendatangi Sunday Market Chatuchak, Bangkok. Tak puas dengan kualitas ikan di sana, 1—2 farm maskoki berjarak tempuh 3,5 jam perjalanan dari Bangkok pun disambangi. Bahkan beberapa kolektor maskoki dikunjungi. Tujuannya mendapatkan ikan bermutu juara. Tak peduli jumlah rupiah yang harus dikeluarkan.
Dari perburuannya selama seminggu di Bangkok, Kiking memboyong pulang 25 maskoki ranchu, ryukin, oranda, dan top view. “Saya benar-benar puas, bisa datang langsung dan memilihnya sendiri,” ujarnya. Selama ini ia hanya mengandalkan pedagang maskoki lokal untuk koleksinya.
Suka ikan hias
Menurut ayah 4 putra itu, perasaan pun bermain saat memilih ikan. Seandainya sreg, berapa pun harga yang ditawarkan langsung disambar. Ia pernah menggondol ryukin berukuran 12 cm seharga Rp25-juta di Bangkok. Lantaran ngebet, top view peraih grand champion di negeri Formosa pun diangkut, meski perlu merogoh kocek seharga Rp120-juta.
Koleksi yang dimiliki diakuinya sebagai pengusir kepenatan. Namun, sebaliknya bila ikannya sakit ia akan ikut merasakannya. “Malahan saya menjadi stres kalau melihat ikan sakit,” kata pria berkaca mata itu. Untuk perawatan koleksinya ia tak pernah berhitung jumlah biaya yang dikeluarkan.
Kecintaannya pada ikan bertampang jenaka itu begitu besar. Tiada hari dilewatkan begitu saja tanpa mengurus koleksinya. Walaupun dibantu 3 karyawan, tetapi Kiking merasa tidak puas bila tidak turun tangan sendiri. Bahkan kesibukannya sebagai komisaris perusahaan Seruling Mas di Bandung rasanya tak sepenting mengurusi ikannya. Mulai memberi pakan, menguras bak, atau sekadar memandangi koleksinya.
“Pokoknya saya akan berikan perhatian ekstra,” ujarnya. Sekali-kali ia mengikuti kontes di berbagai kota seperti Jakarta dan Surabaya. “Untuk yang satu ini saya percayakan pada asisten,” jelasnya. Aroma kompetisi selalu menaikkan adrenalin Kiking. Saat demam lou han melanda Indonesia, pria 34 tahun itu ikut meramaikan deretan kampiun. Kejeliannya memilih ikan berkualitas telah teruji.
Penghujung 2003, dua minggu setelah cinhua menjadi miliknya, piala Jogja Ornamental Fish Fiesta pun diraih. Hal yang sama terjadi pada jenis cencu. Ikan itu seluruh tubuhnya berwarna merah dengan marking yang solid melintang. Ia meraih grand champion pada Bandung Lou Han Contest II, 2003.
Zamorano
Lelaki yang bernama asli Kiking Hendrayana Gunawan itu memang selalu terjun total untuk klangenannya. Hal sama dilakukan saat kepincut burung kicauan. Anis merah juara yang diberi nama mirip pemain sepak bola dari Italia itu melambungkan namanya. Dua pekan setelah juara, anis merah itu diboyong warga Surabaya seharga Rp75-juta. “Bukannya senang tetapi malah tak bisa tidur memikirkan si Zamorano,” katanya sambil mengenang.
Sayang, kejenuhan sering menghinggapi kala koleksinya kerap memenangkan kontes. Wajar saja ia selalu beralih ke hobi lain. ”Saya mengikuti apa yang lagi tren,” ujar lulusan SMU Trimulya, Bandung itu. Ramainya tren maskoki yang ia amati di kancah ikan hias Indonesia membuat pria berzodiak Aries ini memutuskan beralih ke maskoki sejak November 2003.
Saat Trubus berkunjung terlihat deretan akuarium berukuran 150 cm x 80 cm x 60 cm memajang lou han dan maskoki. Belum puas di situ ia membangun 3 bak pemeliharaan baru berukuran 150 cm x 100 cm x 50 cm untuk ranchu dan saudara-saudaranya, sehingga total ada 6 buah bak. “Tiap bak akan dihuni 5—6 ekor,” kata pria pemilik 60 maskoki itu.
Menangkarkan
Untuk menambah kepuasannya, kini ia mencoba mengembangbiakkan sendiri ryukin dan ranchu sejak awal tahun ini. Burayaknya kini berukuran 1 cm. Suami dari Lince itu menaruh anakan maskoki dalam pot keramik. “Saya mau lihat dulu hasilnya, kalau bagus akan saya teruskan,” ujarnya.
Menurut anak ke-3 dari 4 bersaudara itu untuk mendapatkan ikan berkualitas lebih sulit jika dibesarkan sejak kecil. Namun, jika eksperimennya berhasil ia akan tersenyum puas. Bila tidak ia akan meneruskan perburuan mengoleksi ikan kampiun itu. Penjelajahan dunia maya juga turut dilakukan. “Itu untuk tahu saja mana yang sedang tren,” ujarnya. Setelah itu ia akan kembali mendatangi sumbernya. (Pupu Marfu’ah)