Trubus.id—Kombinasi sirih hutan dan serai wangi mampu mengatasi ulat grayak Spodoptera frugiperda yang menyerang tanaman jagung. Itulah inovasi dari dosen Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Dr. Ir. Eka Candra Lina, S.P., M.Si., I.P.M. dan rekan.
Menurut Eka pengendalian hama S. frugiperda dapat menggunakan pestisida botani yang lebih ramah lingkungan. Jadi, ia dan rekan membuat pestisida nabati yang disebut Nano-PC. Pestisida nabati itu terbuat dari sirih hutan (Piper aduncum).
Ia menuturkan daun tanaman itu mengandung alkaloid, flavanoid, saponin, steroid, polifenol, tanin, dan terpenoid. Adapun buah P. aduncum mengandung bahan aktif dilapiol 79,35% dan berpotensi sebagai insektisida yang bereaksi sebagai racun perut dan menghambat aliran saraf.
Ekstrak buah P. aduncum dengan konsentrasi 0,99% memengaruhi mortalitas larva S. frugiperda sebesar 96%. Tanaman itu ia campur dengan serai wangi (Cymbopogon nardus) yang mengandung minyak asiri seperti aldehid isovalerik, betakariofilen, dan dipenten.
Serai wangi juga mempunyai metabolit sekunder seperti saponin, tanin, kuinon, dan steroid. Sitronela dalam serai wangi berperan sebagai bahan insektisida yang menghentikan makan (antifeedant) dan pengusir serangga (repellent).
Eka mencampurkan sirih hutan dalam bentuk ekstrak dan serai wangi dalam bentuk hidrosol. “Hidrosol merupakan limbah cair hasil penyulingan serai wangi yang selama ini dibuang oleh penyuling,” ujar Eka.
Campuran kedua bahan itu diolah menjadi formulasi nanoemulsi. Partikel yang kecil dari nanoemulsi membuat formula itu mudah diserap oleh tanaman. Nanoemulsi juga memberikan daya simpan lebih lama terhadap produk karena kestabilan partikelnya.
Dengan begitu dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas bahan aktif yang terdapat dalam ekstrak pestisida nabati untuk mengendalikan hama dan penyakit.
Keampuhan nanoemulsi pestisida nabati itu terbukti dalam penelitian yang dilakukan alumnus Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Selsila Mutia Mardha. Dalam penelitian itu ia menggunakan serangga uji S. frugiperda instar II.
Pakan yang digunakan adalah daun jagung. Penelitian terdiri dari dua tahapan yaitu uji pendahuluan dan uji lanjutan. Uji pendahuluan terdiri dari 4 perlakuan konsentrasi yaitu 0%; 0,5%; 0,75%; dan 1% dengan lima kali ulangan.
Adapun uji lanjut terdiri dari 6 perlakuan konsentrasi yaitu 0%; 0,25%; 0,353%; 0,499%, 0,706%; dan 0,999% dengan lima kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan konsentrasi nanoemulsi 0,499% dapat menyebabkan mortalitas larva uji sebesar 76%.
Penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi ternyata berbeda tidak nyata. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa mortalitas larva menunjukkan nilai lethal concentration 50 (LC50) 0,391%. Nilai LC50 merupakan konsentrasi senyawa kimia dalam air yang menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi. hewan uji.
Nilai LC95 juga mencapai 1,295%. Pemberian insektisida alami itu juga menghambat perkembangan larva, mengganggu aktivitas makan (antifeedant), serta memengaruhi terbentuknya pupa dan imago serangga uji.
Hasil pengujian efektivitas formula nanoemulsi campuran kedua pestisida nabati itu menunjukkan kematian hama 90,66%.
Hasil penelitian itu menjadi bukti bahwa fomula campuran nanoemulsi ekstrak P. aduncum dan hidrosol serai wangi berpotensi untuk mengendalikan hama S. frugiperda pada tanaman jagung.
Formula itu juga dapat menjadi salah satu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan dan dapat digunakan untuk hama lain juga tergantung dosis. Dengan hasil itu pantas bila Eka mematenkan formula itu dengan nomor IDS00000499.