Bagian tubuh sebelah kiri tak lagi dapat digerakkan. Memakai baju pun ia tak mampu. Karyawan perusahaan pengeboran minyak di Kalimantan Timur itu pasrah. Harapan untuk sembuh menggelora saat temannya menyodorkan campuran virgin coconut oil alias minyak kelapa murni dan minyak buah merah.
Dua sendok pandanus cocos oil (PCO)—sebutan untuk campuran VCO dan minyak buah merah—dikonsumsi setiap hari. Frekuensinya 2 kali, pagi dan siang. Sepekan berselang, tangan yang semula bergetar akhirnya berhenti. Harapannya kian menjulang. Hanya dalam waktu sebulan ia pun menuai asa. Tangan mulai dapat digerak-gerakkan. Kini ia mampu mengenakan busana sendiri dan bekerja seperti sedia kala.
Yang juga merasakan faedah PCO adalah Jimmy Wijaya. Sepuluh tahun lamanya pria 51 tahun itu mengidap asam urat akut —9 mg dl; orang normal, 7 mg dl—hingga ia tertatih setiap kali naik tangga. Penyakit itu dibarengi dengan asma hingga membuat ia tersengal-sengal. Setelah 2 pekan rutin mengkonsumsi PCO, keluhan-keluhan itu tak lagi dirasakan. “Saya merasa segar, tidur pun lebih nyenyak,” ujar Jimmy.
Artis cantik Marissa Haque mengkonsumsi masing-masing sebuah kapsul buah merah dan kapsul VCO setiap hari. Anggota DPR itu mengantisipasi munculnya sel kanker lantaran orangtuanya mengidap penyakit serupa. Selain itu juga untuk menjaga kebugaran. “Stamina meningkat drastis. Jika sehari tidak konsumsi, badan pegal dan drop,” kata alumnus Universitas Trisakti yang dijadikan ikon buah merah oleh sebuah perusahaan farmasi itu.
6 bulan lalu
Kesembuhan Raihansyah, Jimmy Wijaya, dan Marissa Haque berkat PCO tentu bukan kebetulan semata. Pada kasus Raihansyah, misalnya, “Kombinasi yang sama-sama berfungsi sebagai antioksidan bisa menyembuhkan stroke,” ujar dr Retno dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Keampuhan ramuan itu 6 bulan silam diprediksikan Drs I Made Budi MS, produsen buah merah di Jayapura, Papua.
Ketika menghadiri ekshibisi Trubus Agroexpo, April 2005, I Made Budi MS mengamati sebotol virgin coconut oil (VCO) alias minyak kelapa murni. Pria kelahiran 2 Juni 1960 itu menerawang botol plastik bersisi 125 ml. “Bagus ini kalau dikombinasikan dengan minyak buah merah,” ujar Made.
Setengah tahun berselang, pernyataan I Made Budi menjadi kenyataan. Yang membuktikan ucapan Made dengan penelitian ilmiah adalah Dr Muhammad Ahkam Subroto, periset Pusat Penelitian Bioteknologi- LIPI bekerja sama dengan PT Prima Baliem Subur. Mengapa VCO dan buah merah dikombinasikan? Di mata Andi Nur Alam Syah STP MT, tak ada komoditas yang sempurna.
Buah merah kaya antioksidan, tetapi miskin asam lemak; VCO yang kaya asam lemak jenuh, kandungan antioksidannya amat rendah. Fortifi kasi atau pencampuran sebuah keniscayaan untuk menyempurnakannya. “Tujuannya agar khasiat semakin bagus,” ujar master Teknik Kimia alumnus Institut Teknologi Bandung.
Menurut dr Paulus Wahyudi Halim, pengobat komplementer—memadukan medis dan herbal—minyak sari buah merah sulit dicerna oleh penderita lever, hepatitis, atau sirosis. Tak optimalnya fungsi lever berdampak pada terganggunya produksi cairan empedu. Empedu berfungsi untuk mencerna lemak. Padahal kadar minyak tak jenuh buah merah amat tinggi. “Beban kerja empedu semakin berat,” ujar dokter alumnus Universita’ Degli Studi Padova, Italia
Lalu VCO? Di balik khasiatnya, minyak kelapa murni ternyata mengundang bahaya. Terutama bila Anda mengidap diabetes mellitus dan rutin mengkonsumsi VCO malam hari, menjelang tidur tanpa makan malam. Itu memicu sekresi insulin terus berlangsung. Padahal tak ada asupan karbohidrat sehingga mengundang hipoglikemik. Bagi pengidap kencing manis, hipoglikemik adalah keadaan dengan kadar glukosa rendah, 2,2 milimol per liter; orang normal, 2,8—4,0 milimol.
Jika itu terjadi otak kekurangan glukosa sehingga menyebabkan pingsan. Menurut Ahkam—sapaan Dr Muhammad Ahkam Subroto—yang sehat dan diet pun sebaiknya tidak minum VCO malam hari karena memicu kencing manis. “Produksi insulin jadi tinggi, tetapi yang mau diikat tidak ada karena glukosa rendah,” ujar alumnus University of New South Wales, Sydney.
Semua berkhasiat
Nama campuran kedua minyak itu adalah pandanus cocos oil (PCO) karena kandungan senyawa aktif buah merah Pandanus conoideus lebih kaya daripada minyak kelapa. Dengan demikian, peluang untuk menjadi obat juga lebih besar. Doktor Bioteknologi itu menuturkan, “Dengan komposisi tertentu, PCO memiliki aktivitas farmakologi serta sifat-sifat fi sika dan kimia yang lebih baik daripada minyak penyusunnya.”
Selain itu PCO lebih aman dikonsumsi ketimbang minyak buah merah dan VCO. Harap mafh um buah merah mempunyai lethal dosage alias dosis mematikan. Riset pada mencit jantan yang ditempuh Yahdiana Harahap dari Jurusan Farmasi UI menunjukkan, LD50 buah merah 2,687 g; betina, 6,714g/kg bobot tubuh. Artinya dengan dosis sekecil itu 50% populasi mencit yang dijadikan kelinci percobaan menuai ajal. Sedangkan VCO tidak mempunyai lethal dosage. Artinya, ketika minyak buah merah dan VCO dicampur tingkat toksisitasnya menurun alias lebih aman dikonsumsi.
Dengan high performance liquid chromatography (HPLC), kombinasi kedua bahan itu menghasilkan senyawa baru yang lebih kuat ketimbang VCO. Untuk pengurusan hak paten, Muhammad Ahkam masih menyimpan nama senyawa itu.
Prof Dr Elin Yulinah Sukandar Apt, guru besar jurusan Farmasi Institut Teknologi Bandung menuturkan, buah merah dan VCO mengandung asam lemak. Jadi kemungkinan dapat mengatasi penyakit-penyakit akibat asam lemak seperti kanker, diabetes mellitus, asam urat, dan kolesterol. Benar, hasil riset Muhammad Ahkam membuktikan hal itu. Ia menuturkan, PCO cocok untuk kanker yang disertai penyakit lain seperti hipertensi.
“Jadi kandungan asam laurat dari VCO dapat bekerja,” kata kelahiran Blora 2 Januari 1964 itu. Meski begitu bukan berarti virgin coconut oil dan minyak buah merah dikesampingkan. Masing-masing tetap berfaedah untuk menyembuhkan beragam penyakit. Menurut Ahkam, VCO lebih pas untuk mengatasi penyakit-penyakit akibat mikroba; buah merah, kanker tunggal—tidak diikuti penyakit lain.
Sinergis
Hasrat menggabungkan VCO-buah merah sudah lama melintas di benak Luki F Hardian. “Tentu ada manfaat yang lebih baik daripada keduanya (VCO dan buah merah, red),” ujar direktur PT Trias Sukses Dinamika—produsen minyak buah merah. Kata Patria Ragiatno, produsen VCO, “Bila kedua minyak itu saling melengkapi kekurangan masing-masing lebih memberikan manfaat kepada konsumen.”
Tak semua orang sepakat dengan fortifi kasi VCO-buah merah. Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, salah satu di antaranya. Guru besar Jurusan Farmasi Universitas Indonesia itu mengatakan, “Jika suatu tanaman mempunyai khasiat untuk penyakit tertentu, kenapa tidak digunakan satu saja?” (baca: Satu Botol Dua Kekuatan, halaman 20—21).
Prof Dr Zubairi Djoerban SpPd KHOM dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dihubungi Trubus secara terpisah juga demikian. ”Penelitian ini bagus sebagai langkah awal. Tapi untuk digunakan sebagai obat? Nanti dulu, karena ada tahapan dan proses yang harus dilalui,” ujar ahli penyakit dalam itu.
Toh, sebagai diversifi kasi produk, PCO mulai dikonsumsi masyarakat. Riset yang ditempuh Muhammad Ahkam memberikan dukungan ilmiah bagi konsumen. Ahkam meneliti fortifi kasi VCO-buah merah selama 3 bulan, sejak Juni 2005. Yang diteliti oleh dosen pascasarjana Institut Pertanian Bogor itu meliputi uji stabilitas, fi tokimia, antioksidan, antidiabetes, antimikroba, toksikologi, dan histopatologi.
Ahkam membuat 3 konsentrasi berbeda dengan simbol PCO 1, PCO 2, dan PCO 3. Sayang, ia enggan membebearkan perbandingan antara VCO-minyak buah merah pada masing-masing PCO. Namun, uji stabilitas menunjukkan terjadi efek sinergis pada semua jenis fortifi kasi PCO. Artinya, pencampuran itu tidak melahirkan reaksi kimia sehingga kandungan senyawa aktif tak berubah.
Tokoferol sebagai antioksidan terbukti tokcer menangkap radikal bebas. Dalam ujicoba, Ahkam memanfaatkan difenil pikrihidrazil sebagai radikal bebas. Tokoferol yang dikandung PCO melepaskan atom hidrogen, ditangkap oleh difenil pikrihidrazil, dan diubah menjadi difenil pikrihidrazin. Difenil pikrihidrazin bersifat jenuh artinya punya ikatan rangkap sehingga tidak membahayakan bagi kesehatan.
Kandungan tokoferol PCO hanya 445 mg. Angka itu lebih kecil daripada tokoferol buah merah yang mencapai 1.200 mg. Toh, kebutuhan tokoferol orang dewasa cuma 2,6—15,4 mg per hari. Lagi pula jika berlebih, tokoferol dibuang bersama feses. Sesendok PCO mengandung 25,86 mg; buah merah, 59,85 mg. Jadi kandungan tokoferol PCO masih sangat memadai.
3 sendok sehari
Dalam riset terungkap, PCO terbukti antimikroba. Ahkam memberikan antara lain Staphylococcus aureus, kuman penyebab infeksi kulit hingga terjadi bisul atau luka bernanah. Ia juga menyerang saluran pencernaan. Bakteri itu dibiakkan di atas cawan petri dan diamati hingga sepekan. Ketika diberi PCO pada hari pertama, luas zona hambat mencapai 5,60 m2; hari ke-3, 8,36 m2, dan hari ke-7, 5,32 m2.
Bandingkan dengan kemampuan buah merah menghambat kuman yang sama. Pada hari pertama, ke-3, dan ke-7 masing-masing zona hambat adalah 5, 72 m2, 7,62 m2, dan 4,28 m2. Sedangkan kedigdayaan VCO merintangi perkembangan bakteri itu 5,72 m2 pada hari pertama, 4,33 m2 (hari ke-3), dan 2,35 m2 (hari ke-7). Hasil menggembirakan juga terlihat saat PCO mengatasi Eschericia coli.
Sebagai antidiabetes mellitus, kemampuan PCO dapat diandalkan. Paduan 2 minyak itu menghambat kerja enzim alfa glikosidase sehingga karbohidrat tak berubah menjadi glukosa (baca: Diabetes, Pilih VCO, PCO, atau Buah Merah, halaman 28—29). Efek samping tak luput dari riset Ahkam. Sehebat apa pun sebuah penyembuh, jika berdampak buruk sebaiknya dihindari. Yang paling penting adalah keamanan, baru khasiat.
Oleh karena itu uji toksisitas dan hispatologi perlu dilakukan. Pada uji itu organ hati, ginjal, dan limpa menjadi pusat pengamatan. Sebab, ketiga organ itu memproses detoksifi kasi. Ahkam meminta jasa beberapa kelompok mencit yang masing-masing terdiri atas 20 ekor—10 jantan, 10 betina. PCO diberikan secara oral dengan dosis 0 µl sebagai kontrol, 100 µl, 200 µl, dan 300 µl. Kondisi organ mencit diamati 5 hari setelah pemberian PCO.
Dengan dosis 100 µl tak ada kerusakan di 3 organ itu. Itu setara 4 ml/kg per bobot tubuh untuk manusia atau 1 sendok makan 3 kali sehari. Namun, ketika dosis dinaikkan menjadi 200 µl dan 300 µl terjadi perubahan pada hati dan ginjal. Hati mengalami degenerasi melemak pada sel hepatosit, artinya sel-sel hepatosit mengalami perubahan dari bentuk normal. Degenerasi sel tubuh terjadi pada ginjal. Pada sel itu juga terdapat masa eosinofi lik.
Jika begitu ginjal rusak sehingga protein dalam darah lolos dan masuk ke dalam lumen tubuli yang terlihat sebagai masa eosinofi lik. Hingga dosis 300 µl limpa tidak mengalami perubahan berarti. Hasil riset itulah yang mendasari PT Prima Solusi Medika untuk memproduksi PCO. Hendro Saputro, pemilik perusahaan, semula hanya mengembangkan minyak buah merah di Wamena, Papua.
Perusahaan lain yang meluncurkan PCO adalah PJ Mahkota Rizki di Bandung. Ia tertarik memadukan kedua minyak itu setelah mendapat laporan dari konsumennya akan keampuhan PCO. Mahkota Rizki memang memproduksi minyak buah merah dan VCO. Di Kalimantan Timur, beberapa konsumennya mengkonsumsi campuran kedua minyak itu. Hasilnya kondisi mereka yang sakit kolesterol, rematik, dan asam urat terus membaik.
Menurut Dra Titin Nugroho Rini dari Mahkota Rizki, kendala dalam pencampuran adalah menentukan rasio paling pas. Sebab, efektivitas PCO juga ditentukan oleh perbandingan itu. Itulah sebabnya mengoplos sendiri atau meminum VCO dan buah merah secara berurutan tak disarankan. Kestabilan setelah minyak dikonsumsi belum diketahui. Sedangkan campuran VCO-buah merah dengan konsentrasi tertentu terbukti stabil, tak ada senyawa baru yang merugikan.
Pandanus cocos oil yang lahir dari pencampuran VCO dan buah merah kian memperkaya khazanah pengobatan tanah air. Konsumen mempunyai banyak pilihan untuk menjaga kebugaran atau saat berharap kesembuhan. Dua kekuatan yang kini bersatu menjadi jalan menggapai kesehatan. (Sardi Duryatmo/ Peliput: Corry Caromawati, Destika Cahyana, Laksita Wijayanti, & Lastioro Anmi Tambunan)
Langsung Langsing
Ini rutinitas Ulul Albab sebelum berangkat ke kantor. Setelah sarapan, pria 45 tahun itu mengkonsumsi sesendok virgin coconut oil (VCO). Ketika rehat di kantor, di meja kerjanya selalu tersedia VCO, itu diulangi lagi. Namun, yang dikonsumsi kapsul VCO. Dosisnya 3 butir sekaligus. Meski baru pada tahap kegemukan, warga Tanahbaru, Kota Bogor, itu risih. Itulah sebabnya ia menyandarkan harapannya pada VCO. Olahraga kegemarannya, catur, sangat tidak menguras energi
Ia memang berharap bugar sekaligus menurunkan bobot tubuhnya yang mencapai 80 kg. Tinggi tubuhnya hanya 173 cm. Bobot tubuhnya memang tak seektrim kembar Benny McGuire dan Billy McGuire, 330 kg dan 339 kg. Namun, tetap saja kegemukan dan obesitas mengancam kesehatan dan bagi sebagian orang mengganggu penampilan.
Baru 3 pekan mengkonsumsi VCO, bobot tubuhnya menjadi 75 kg alias turun 5 kg. Kini ia tampak lebih segar. ”Target saya 73 kg, semoga tercapai setelah bulan puasa,” katanya. Toh, turunnya bobot tubuh juga ada konsekuensinya. ”Saya harus beli celana lagi,” ujar ayah 3 anak itu. Maklum celana-celananya terasa amat longgar. Dokter Ludwina yang berpraktek di Tangerang menuturkan penurunan bobot tubuh kurang dari 2 kg per pekan dianggap n o r m a l . Untuk mencapai target, pria berzodiak Pisces itu terus melanjutkan konsumsi minyak perawan hingga sekarang.
Menurut ahli gizi Dr Mien Karmini, VCO mampu menurunkan bobot tubuh lantaran mengandung MCT alias medium chain triglyceride, asam lemak jenuh yang mudah dibakar dan menghasilkan energi instan. Ia sekaligus mencegah timbunan lemak. Hal senada diungkapkan Andi Nur Alam Syah STP MT, periset VCO di Balai Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. MCT meningkatkan angka metabolik sebesar 12%.
Bandingkan dengan long chain triglyceride yang Cuma sanggup menggenjot angka metabolik sebesar 4%. Bukan hanya itu keunggulan MCT. Yang ditimbun tubuh hanya 0,19 g per hari; LCT, 048 g per hari. MCT mudah diserap dan cepat dibakar sebagai energi untuk metabolisme, bahkan untuk membakar LCT. Dengan begitu bobot tubuh pun langsung langsing.
Mien Karmini mengatakan, seseorang disebut obesitas jika IMT (indeks massa tubuh) di atas 30; kegemukan, 25—30. IMT diperoleh dari pembagian antara bobot tubuh (kg) dengan tinggi tubuh (m) yang dikuadratkan. Orang yang tinggi tubuhnya 1,75 m, misalnya, disebut obesitas bila minimal bobot tubuh 93 kg; kegemukan 76,5—91,8 kg.
Periset Pusat Penelitian Gizi itu mengatakan, ”Obesitas terjadi karena jumlah energi yang masuk lebih besar daripada energi yang dikeluarkan.” Kelebihan energi itu ditimbun jadi lemak. Keri Lestari, periset jurusan Farmasi Universitas Padjadjaran mengungkapkan faktor genetis mempengaruhi obesitas hingga 20—25%. (Sardi Duryatmo)