Mengapa di negara agraris Indonesia tidak ada penerbitan pertanian? Itulah pertanyaan yang akhirnya mendorong saya dengan dibantu rekan, Koeswandi, menerbitkan buletin stensilan Tani Membangun pada 1968.
Buletin yang memuat isu-isu pembangunan dan pertanian itu dibagikan kepada para anggota Ikatan Petani Pancasila (IPP) di seluruh Indonesia. Penerbitan itu mendapat respons positif dari masyarakat antara lain dari Pendiri dan Direktur Utama LPPM, Prof. Dr. Kadarman, yang mengirimkan dana untuk berlangganan satu tahun.
Kenyataan ini mendorong saya dan rekan untuk menerbitkan media baru, yaitu Majalah Trubus dengan konten yang lebih baik dan penampilan yang lebih menarik. Dalam bahasa Jawa, kata trubus bermakna kuncup, tunas, atau tumbuh.
Jika batang sebuah pohon dipangkas, kemudian beberapa hari berselang muncul tunas baru. Itulah trubus.
Majalah Trubus terbit kali pertama pada 1 Desember 1969. Trubus mempublikasikan artikel-artikel pembangunan pertanian dan pedesaan.
Artikel-artikel itu meliputi bidang pertanian, peternakan, perikanan, kerajinan tangan, dan kegiatan pembangunan pedesaan. Adapun misi penerbitan Majalah Pertanian Trubus yaitu memberikan penyuluhan bagi peningkatan produksi pertanian dalam arti luas serta memberikan inspirasi guna meningkatkan pendapatan petani pada umumnya.
Selain itu, mengisi kesenjangan pendidikan dengan memberikan bimbingan ke arah keterampilan dan profesi kepada murid sekolah umum. Misi lainnya melaksanakan pembangunan yang berfokus pada bidang pertanian dan ikut meletakkan dasar bagi pembangunan berikutnya.
Misi selanjutnya yaitu menanggulangi kurangnya bacaan ringan dan bermanfaat bagi rakyat kecil. Penerbitan Majalah Trubus tak semulus yang dibayangkan, perjalanannya menghadapi banyak kendala dan rintangan.
Setelah 10 tahun Majalah Trubus merugi, pada awal 1980 kami menghadap Pendiri dan Pemimpin Umum Kompas Gramedia, Bapak P.K. Ojong, untuk mendapat petunjuk bagaimana mengelola penerbitan majalah agar menghasilkan surplus. Pak Ojong mengatakan, “Singkat saja Mas Bambang, kalau saya menjadi Anda, usaha ini saya tutup karena tidak berprospek.”
Saran itu sangat mengejutkan dan tidak kami ikuti. Namun kami adakan evaluasi menyeluruh tentang penerbitan Trubus.
Sebagai majalah untuk petani di desa-desa menghadapi kenyataan bahwa kondisi petani miskin dan tidak biasa membaca. Sementara biaya pengiriman ke alamat pelanggan di desa mahal.
Di samping itu, redaksi menghadapi masalah sedikitnya penulis yang memahami pertanian, dan mereka yang memahami pertanian jarang yang biasa menulis. Apalagi ternyata tidak ada perusahaan yang mau pasang iklan.
Selanjutnya kami tentukan: Majalah Trubus menjadi majalah pertanian kota yang lebih bersifat hobi. Dengan ditunjang penerbitan buku-buku pertanian, peternakan, perikanan dan lain-lain, Trubus mencapai break even point 5 tahun kemudian.
Dari situ saya menyadari bahwa komitmen dan konsistensi lebih penting daripada keahlian sebagai penerbit. Komitmen kami untuk tetap konsisten menerbitkan majalah pertanian di negeri agraris pun membuahkan hasil.
Dari yang semula merugi menjadi surplus dan terus berkembang. Bagi para pembaca dan pelaku/praktisi di dunia pertanian, Majalah Trubus adalah pencipta tren (trend setter).
Oleh karena itu, saya dan para wartawan ketika bertemu para pembaca kerap diminta “bocoran isi”. Selain itu, Majalah Trubus menjadi rujukan pembaca dan media lain.
Contoh ketika Majalah Trubus mengulas hidroponik atau budidaya tanaman tanpa tanah. Saat itu banyak media seperti Kompas dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara mengutip Trubus.
Isi Majalah Trubus juga penuh inspirasi. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah wawancara langsung di Istana Negara pada tahun 2008 menyebut Majalah Trubus inspiratif.
Isi Majalah Trubus memberikan inspirasi tentang peluang bisnis pertanian, komoditas potensial, komoditas herbal manjur, teknologi dan inovasi terbaru, teknologi peningkatan produksi pertanian, dan pelestarian lingkungan. Waktu itu beliau sebagai presiden memesan 100.000 eksemplar Majalah Trubus untuk perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia ke-63.
Konten Majalah Trubus edisi spesial yang berisi 300 halaman, biasanya 150 halaman, itu berupa tanaman pangan bionergi, dan tanaman herba. Presiden membagi majalah dalam acara di Istana Negara dan kepada semua desa di Indonesia.
Konon hal itu yang pertama dilakukan seorang presiden. Sejumlah komoditas menjadi menasional setelah secara konsisten dimuat di Majalah Trubus.
Sebut saja buah merah asal Papua, lou han, adenium, aglaonema, virgin coconut oil (VCO) alias minyak kelapa murni, daun sirsak, kulit manggis, hidroponik, kurma tropis, dan masih banyak lagi. Pemunculan komoditas-komoditas itu tidak hanya bermanfaat untuk para pehobi, orang sakit yang butuh informasi tentang pengobatan alternatif, tetapi juga menumbuhkembangkan bisnis komoditas itu.
Banyak pehobi yang akhirnya terjun berbisnis, tidak kurang juga mereka yang terjun langsung ke bisnisnya karena melihat potensi pemasarannya. Anggota Dewan Hortikultura Indonesia, Tony Krisnanto, menyebut Trubus sukses memampukan masyarakat melakukan kegiatan ekonomi dari lahan sempit.
Seperti berkebun aglaonema dan adenium di lahan pekarangan, atau membudidayakan sayuran di lahan sempit dengan teknologi hidroponik dan penanaman bertingkat. Dalam perjalanan 55 tahun usia Majalah Trubus pada 2024, sejumlah penghargaan telah diraih baik untuk Majalah Trubus sendiri maupun para wartawannya.
Sebut saja penghargaan dari Serikat Perusahaan Pers (SPS) dalam kompetisi Indonesia Print Media Awards sejak 2010 hingga 2016. Beberapa kali kover Majalah Trubus menjadi jawara dalam ajang Indonesia Print Media Award (IPMA) yang diselenggarakan oleh SPS.
Penghargaan dalam kompetisi penulisan untuk wartawan Trubus antara lain dari Pertamina (Sardi Duryatmo), penghargaan dari Kementerian Pertanian (Destika Cahyana dan Sardi Duryatmo), Adiwarta Sampurna (Destika Cahyana), Ciputra Grup (Imam Wiguna), dan PT Wilmar Nabati (Sardi Duryatmo). Saya berharap Trubus akan terus menyebarkan informasi tentang pertanian dan menjadi pencipta tren yang bisa menggerakkan ekonomi rakyat.
Trubus pun bisa menjadi pusat informasi pertanian baik dalam bentuk cetak, digital, maupun jasa dengan jangkauan seluruh Indonesia dan mancanegara. (Bambang Ismawan, Pemimpin Umum serta Pendiri Majalah Trubus)