Persilangan cabai besar dan cabai rawit menghasilkan cabai konsumsi bersosok menarik sehingga cocok untuk penghias pekarangan.
Dalam tiga tahun terakhir muncul cabai hias yang populer di kalangan pehobi. Masyarakat menggemari cabai hias karena memiliki warna buah atraktif dan bentuk buah yang unik. Selain itu sosok tanaman juga menarik karena berbentuk perdu yang beruas pendek (shortened internode) sehingga menyerupai buket bunga. Sayangnya cabai hias tidak disukai untuk konsumsi karena berasa langu.
Sosok tanaman seperti cabai hias sulit dijumpai pada cabai konsumsi seperti cabai besar. Tanaman cabai besar cenderung memiliki ruas yang panjang sehingga sosok tanaman menjadi kurang kompak. Namun, kendala itu menjadi salah satu ide untuk mengembangkan tanaman cabai konsumsi yang dapat dijadikan sebagai tanaman hias. Caranya dengan menyilangkan cabai besar dengan cabai rawit.
Perkawinan silang
Cabai rawit memiliki karakter pemendekan ruas. Dengan perkawinan silang, diharapkan mendapatkan cabai besar yang bersosok kompak sehingga tampil lebih menarik. Penelitian untuk memperoleh cabai konsumsi bersosok kompak dilakukan melalui dua tahapan, yaitu pembentukan materi genetik dan studi pewarisan sifat kualitatif di lapangan. Pembentukan materi genetik dilaksanakan pada Februari—Desember 2014.
Genotipe cabai yang digunakan adalah cabai besar varietas IPB C4 (P1) yang menjadi tetua betina dan cabai rawit IPB C-174 (P-2) yang menjadi tetua jantan. Persilangan menggunakan rancangan biparental dan silang balik (back cross). Tetua cabai besar dan cabai rawit ditanam dalam pot. Setelah berbunga, kedua tetua itu disilangkan (hibridisasi) untuk mendapatkan tanaman F-1 dan F-1R.
Persilangan balik dilakukan dengan mengawinkan F-1 dengan cabai besar IPB C-4 (P1) sehingga diperoleh BCP-1 dan F-1 dengan cabai rawit IPB C-174 (P2) untuk menghasilkan BCP-2. Sebagian benih F1 yang disimpan lalu ditanam dan dibiarkan menyerbuk sendiri untuk menghasilkan F2. Jadi, pada studi tahap pertama ini diperoleh materi genetik F-1, F-1R, F-2, BCP-1, dan BCP-2.
Tahap selanjutnya adalah studi pewarisan sifat kualitatif di lapangan yang dilaksanakan pada Januari—April 2015 di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB) di Kampung Leuwikopo, Desa Babakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Persemaian benih cabai dilakukan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB.
Bahan tanaman yang digunakan adalah bibit P-1, P-2, F-1, dan F-1R masing-masing 20 tanaman, BCP-1 dan BCP-2 masing-masing 100 tanaman, serta F-2 200 tanaman. Bibit itu lalu ditanam pada bedengan berukuran 5 m x 1 m. Setiap bedengan terdiri atas 20 tanaman dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Selama pertumbuhan, karakter tanaman terus-menerus diamati.
Seleksi
Dari seluruh populasi diseleksi tanaman yang memunculkan karakter yang diinginkan, yaitu yang mengalami pemendekan ruas atau shortened internode (SI). Karakter SI menghasilkan tanaman yang kompak, buah dan bunganya tumbuh bergerombol. Karakter itu biasanya diwariskan oleh gen resesif fa. Lokus Fa mempengaruhi panjang ruas sehingga mengakibatkan ruas menjadi pendek, tapi kurang berpengaruh pada penggerombolan buah.
Penggerombolan buah yang sangat banyak dapat menghasilkan tanaman hias yang tampak menarik dan meningkatkan hasil buah cabai. Setelah diamati, turunan pertama (F-1) dan F-1R dan hasil silang balik antara F-1 x IPB C-4 seluruhnya tidak mengalami pemendekan ruas. Hal itu menunjukkan karakter ruas pendek bersifat resesif. Pada hasil persilangan balik antara F-1 dengan IPB C-174, jumlah perbandingan antara tanaman yang mengalami pemendekan ruas dan tidak adalah 1:1.
Adapun pada populasi F-2 menghasilkan perbandingan 1:3. Hal itu menunjukkan bahwa karakter pemendekan ruas dikendalikan oleh satu gen resesif. Dalam penelitian itu karakter yang juga diamati adalah orientasi atau arah pertumbuhan buah, yaitu ke atas (erect) dan ke bawah (dropping). Orientasi buah tetua betina (IPB C-4) ke bawah dan tetua jantan (IPB C-174) ke atas.
Orientasi buah yang biasanya diinginkan untuk tanaman hias adalah orientasi buah ke atas. Hasil penelitian menunjukkan F-1 maupun F-1R dan hasil silang balik antara F-1 x IPB C-4 orientasi buahnya ke bawah. Perbandingan orientasi buah ke atas dan ke bawah pada populasi silang balik antara F-1 x IPB C174 adalah 1:1, sedangkan populasi F-2 perbandingannya adalah 1:3. Hal itu menunjukkan orientasi buah ke atas juga bersifat resesif.
Berlanjut
Hasil keragaman pada populasi F-2 menunjukkan beberapa tanaman memiliki karakter pemendekan ruas sehingga buah menggerombol dan tampak seperti buket bunga. Karakter itu kemungkinan akan diturunkan pada generasi selanjutnya. Tanaman yang memiliki karakter pemendekan ruas itu ada yang buahnya seperti cabai besar dengan orientasi buah ke bawah dan ada yang orientasi buahnya ke atas seperti cabai rawit.
Tanaman yang memiliki orientasi buah ke atas dikendalikan oleh gen resesif sehingga jika dilanjutkan pada generasi selanjutnya karakter itu akan tetap ada. Tanaman yang orientasi buahnya ke bawah kemungkinan keturunannya ada yang ke atas dan ke bawah sehingga perlu seleksi lebih lanjut pada generasi selanjutnya. Beberapa tanaman yang potensial pada generasi F-2 perlu dilanjutkan pada generasi berikutnya. (Siti Hapshoh SP, MSi, Peneliti mandiri alumnus Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor)