Trubus.id—Hendrikus Bua Kilok meneguk secangkir kopi pada pagi hari. Sekilas seperti minuman biasa. Namun, siapa sangka Andika—nama panggilan Hendrikus Bua Kilok—itu tengah mengonsumsi kopi sorgum. Ya, itulah Kopi Gebetan.
Petani sorgum di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, itu menuturkan Gebetan akronim dari bahasa lokal Tapobali yakni Gerep Blamu Tapobali Wolowutun. Artinya muda mudi Tapobali ujung kampung.
Ia mengolah sorgum dan kopi robusta dengan perbandingan 3:1 sejak 2022. Caranya, setelah panen, Andika menjemur sorgum di bawah sinar matahari 2—3 hari. Lantas menyortir hasil panen sorgum itu.
Untuk mengetahui sorgum berkualitas ia merendam tanaman famili Poaceae yang sudah dirontokan itu pada air. “Sorgum yang tenggelam, itu yang siap jemur,” katanya.
Selanjutnya, penjemuran dengan sinar matahari selama 3 minggu. Tujuannya untuk mengurangi kadar air dan memperlama daya simpan. Selanjutnya kering anginkan dan masukan pada wadah hampa udara untuk menghindari kebusukan.
Lalu sorgum dan biji kopi masing-masing melalui proses penyangraian. “Jangan sampai gosong, nanti rasa pekat,” ujar Andika.
Lantas hasil sangrai kopi dan sorgum itu ia haluskan dengan mesin penepung berkapasitas 5 kg. Saban bulan ia mengolah sekitar 25 kg kopi sorgum. Pengemasan mulai dari 150 g, 250 g, hingga 500 g. Harga Rp30.000 per 500 g.
Meski keterbatasan alat sosoh, ia tak patah arang. “Menggunakan sorgum berbentung lodongan disangrai justru khasiat lebih tinggi, karena masih ada kulit ari” kata Andika. Ide awal olah kopi sorgum itu dari proses pengolahan kopi beras.
Kini penjualan melalui pameran ke pameran dan pesanan. Produk itu sudah mendapati Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT). Andika menggunakan bahan baku sorgum dari kebun sendiri dan rekan di komunitasnya. Sementara bahan baku kopi robusta dari seorang rekan di desa lain.
Sorgum tanaman serealia potensial. Seluruh bagian tanaman bernilai ekonomi. Andika getol memperkenalkan sorgum melalui berbagai olahan kekinian seperti kopi sorgum. “Tujuannya untuk memancing generasi muda untuk konsumsi pangan lokal,” katanya.