Pemandangan serupa Trubus saksikan di Pasar Th onburi di Senamluang—sekitar 0,5 jam perjalanan berkendaraan dari Kasetsart University. Setidaknya ada 3 pedagang menjajakan leci. Penampilannya sama seperti yang ditawarkan di pasar kaget di salah satu universitas tertua di Th ailand itu. Besar-besar dan berwarna merah menarik dengan bintil-bintil di sekujur kulit. Harga yang dibandrol pun sama, 70 baht per kg.
“Ini kom dari Amphawa, Samut Songkhram,” kata Nittaya Aksomniam, wartawati Kehakankaset Magazine—majalah pertanian di Th ailand—yang menemani Trubus. Informasi itu didapat dari ibu penjual leci yang langsung meminta Trubus untuk mencicipi. Sebutir Litchi chinensis dipetik dari tangkai. Lantas kulit yang tipis dan elastis dikupas. Di dalamnya terlihat daging berwarna putih mengkilap. Aroma harum pun langsung tercium. Rasanya? Manis segar dan kering.
Kerdil
Buah kom lagi-lagi Trubus lihat di Pasar Otokok, di Chatuchak, Bangkok. Di pasar untuk kalangan menengah atas itu harga bisa melonjak hingga 130—150 baht per kg. “Soalnya di sini kualitas buah yang dijual yang terbaik,” kata Nittaya. Di kioskios sederhana di tepi jalan Peth Kaseem Road, Provinsi Ratchaburi—bertetangga dengan Samut Songkhram—yang menghubungkan Th ailand dengan Malaysia, kom pun mendominasi. Leci yang namanya berarti kerdil itu juga dijajakan di atas perahu-perahu yang memenuhi pasar terapung Damnoensaduak—juga di Provinsi Ratchaburi.
Pantas bila kom mendominasi di pasar. “Hampir semua leci yang ditanam di sini varietas kom,” ujar Prapass Boonyindee, wakil gubernur Samut Songkhram. Total areal penanaman di sana mencapai 8.800 rai setara 1.400 ha (1 ha=6,25 rai). Dengan luasan itu tahun ini dituai 3.000 ton buah selama musim panen Maret—April. Kira-kira sejumlah itulah kom yang membanjiri pasar-pasar lokal seputaran Samut Songkhram hingga ke Bangkok—berjarak sekitar 70 km.
Bukan tanpa alasan jika pekebun di provinsi yang namanya berarti tembok samudera itu—maklum letaknya memang di pesisir pantai di Teluk Th ailand—menanam kom. “Pohon kom tidak terlalu tinggi dan berbuah banyak,” kata Kissana Tancharoen dari Department of Agriculture Extension (DOAE). Trubus melihat deretan pohon berumur 20 tahun di kebun Sithara Khusairi dan Alun Canbunmee di Distrik Amphawa hanya setinggi 4—5 m.
Itu terbilang kerdil bila dibandingkan dengan o-hia atau hong huay—varietas yang ditanam di Chiang Mai dan Chiang Rai—yang mencapai tinggi di atas 10 m dengan umur sama. Pantas bila nama kom disematkan (kom berarti kerdil dalam bahasaTh ailand, red).
Kapal Cina
Dengan sosok pendek, buah si kurcaci mudah dipanen. Pekebun cukup menggunakan tangga lipat setinggi 2 meter atau sebilah bambu setinggi 4 m untuk memetik buah. Produktivitas cukup tinggi. Dari pohon berumur 20 tahun dituai 300 kg. Tanaman asal bibit cangkokan mulai belajar berbuah pada umur 3—4 tahun. Saat itu jumlah buah paling baru beberapa dompol. Baru pada umur 10 tahun produktivitas mulai mapan mencapai 100 kg.
Tajuk kom rimbun membulat. Daunnya kecil-kecil, panjang, dan sempit berwarna hijau cerah. Produksi meningkat jadi 25 kg pada umur 5 th. Buah yang merah kekuningan waktu muda dan marun pekat saat matang muncul di ujung-ujung dahan. Konon kom sebenarnya asal Cina yang masuk ke Samut Songkhram pada abad 18. Ia dibawa dalam bentuk buah segar oleh saudagar Negeri Tirai Bambu yang singgah di kota pelabuhan itu. Bijinya lantas ditanam dan beradaptasi dengan iklim tropis di sana.
Selain kom, varietas lain yang dikembangkan di Samut Songkhram ialah sampao kaew. Buahnya mudah dibedakan dengan kom. Sampao kaew berwarna merah jingga terang. Ukuran buah rata-rata lebih besar daripada kom dan beraroma segar. Daunnya mirip kom tapi lebih lebar dengan warna hijau terang. Dengan penampilan menarik, pantas bila si merah jingga itu langsung menyita perhatian Trubus saat berada di pasar terapung Damnoensaduak. Rasanya pun enak: manis dengan asam lebih kuat. Daging buah lebih bening.
Chin=jean?
Sayang, leci yang namanya bila diterjemahkan bebas berarti datang dari Cina menggunakan kapal layar itu sulit dibuahkan. “Ia butuh udara dingin lebih rendah dan lebih lama daripada kom agar mau berbunga,” kata Manoo Posombun, pakar buah dari DOAE. Bunga kom bakal bermunculan bila terdapat suhu udara mencapai sekitar 17—19oC di malam hari dan 20oC di siang hari minimal selama 1 minggu. Di Samut Songkhram yang berelevasi tidak lebih dari 50 m dpl bahkan ada yang hanya 1-5 m dpl, kondisi itu terjadi pada November—Desember. Sementara sampao kaew baru berbunga jika suhu di bawah 16oC. Buahnya pun tidak serajin kom.
Meski pohon si merah jingga cepat menjulang, ia lebih lambat berbuah. Dengan bibit asal cangkok, sampao kaew baru belajar berbuah di atas 4 tahun. Pantas banyak pekebun menebang dan menggantinya dengan kom. Dengan produksi terbatas, di pasar harga sampao kaew terbilang mahal. Seorang pedagang di Otokok membandrol 250 baht per kilo.
Di kebun Somsak Sakaew di Wae Om, Distrik Amphawa, Trubus menemukan satu varietas lagi. Penduduk setempat menyebutnya chin. Lagi-lagi itu merujuk nama daerah asal-usul varietas itu: Cina. Namun, penelusuran Trubus di dunia maya membawa pada sebuah nama: jean, yang pengucapannya nyaris sama dengan chin di lidah orang Th ailand.
Jenis ini berwarna semenarik sampao kaew tapi ukuran buah lebih kecil. Dibanding 2 varietas lainnya, chin lebih masam. Rasanya mirip dengan leci yang sudah diolah menjadi buah bersirup dalam kaleng. Dagingnya tipis dengan biji besar. Penampilan pohonnya mudah dibedakan dari kom. Chin memiliki tajuk seperti kerucut, kom membulat. Daun chin pun lebar-lebar dan bulat.
Pindah ke utara
Sebenarnya cukup banyak varietas yang adaptif di sentra leci dataran rendah yang meliputi Samut Songkhram, Samut Sakhon, Samut Prakhan, Nakhonpathom, Kanchanaburi, dan Ratchaburi. Sebut saja tai yang merupakan varietas kuno yang sudah lama ditinggalkan pekebun karena produktivitasnya rendah.
Trubus melihat 2 pohon tai berumur di atas 100 tahun di kebun Suthira yang sudah mogok berbuah. Lalu ada juga kra-lok bai-yau dan sa-rack tong. Namun, menurut Prof Chalongchai Babtraserth, BSc, PhD, pakar hortikultura dari Kasetsart University, kom yang paling bernilai ekonomis. Belakangan di Kanchanaburi berkembang varietas pantip yang juga komersial.
Varietas-varietas dataran rendah itu sah-sah saja bila ditanam di sentra leci dataran tinggi, seperti Chiang Mai dan Chiang Rai. Sayang, di sana kualitas kom menurun. Tingkat kemanisan berkurang dan daging jadi berair. Sementara sampao kaew beradaptasi cukup baik lantaran kebutuhan suhu dingin lebih mudah terpenuhi di Th ailand utara. (Evy Syariefa)