
Perlakuan bibit kunci tanaman tumbuh optimal.
Hasrat Muhammad Tholcha menanam kurma KL-1 (Kolak One) begitu menggebu. Tholcha benar-benar takjub mengetahui tanaman gurun itu bisa tumbuh sentosa di Thailand yang notabene beriklim tropis. Sesosok pohon kurma setinggi kurang dari 2 m dengan dompolan buah berwarana kuning nan rimbun menyita perhatiannya. “Saya pikir kurma hanya bisa tumbuh di timur tengah,” ujar calon pekebun di Pasuruan, Jawa Timur itu.
Ayah 5 anak itu semakin kagum melihat KL-1 ternyata mampu berbuah saat berumur 3 tahun. Volume panen perdana mencapai 50—70 kg per pohon. Keistimewaan itu membuat Tholcha mantap memilih KL-1. Untuk percobaan, ia membeli 10 bibit KL-1. Ia lantas menanam tanaman anggota keluarga Araecaceae itu di pekarangan rumah di Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Bibit kurma yang didatangkan dari Thailand itu tumbuh optimal.

Subur
Bibit kurma KL-1 setinggi 70 cm milik Tholcha itu tampak prima. Helaian daunnya berwarna hijau, tanda tanaman sehat. Sejumlah tunas pun muncul di ujung batang. Padahal, Tholcha tak memberikan perlakuan istimewa pada bibit kurma besutan Negeri Siam itu. Mula-mula, ia membuat lubang tanam berkuran 1 m x 1 m x 0,6 m. Selanjutnya, ia meletakkan bibit ke dalam lubang tanam itu. Tiga bulan berselang, ia menaburkan pupuk NPK seimbang di sekeliling pangkal batang.
Tholcha semringah karena perlakuan itu mampu mempercepat pertumbuhan tunas. Jika hujan tak kunjung turun, ia menyiram tanaman setiap 2 hari. Namun, saat musim hujan ia menghentikan penyiraman. Kondisi itu serupa dengan tanaman kurma di kebun milik Pratin Apichatsanee, pekebun di Provinsi Nakhonrtachasima, Thailand. Di lahan 9,6 hektar, Pratin mengebunkan 2.200 pohon kurma beragam umur, 800 pohon di antaranya belum genap berumur setahun.

Ayah dua anak itu memulai penanaman kurma pada awal musim hujan. “Kurma butuh banyak air di awal pertumbuhan,” ujarnya. Itu sebabnya hujan sangat membantu pekebun untuk mencukupi kebutuhan air. Pasalnya, pekerjaan penyiraman berkurang sehingga menekan biaya produksi. Lagi pula, penanaman pada waktu tepat membuat kelangsungan hidup tanaman tinggi. Pratin segera menyiram bibit yang sudah ditanam agar terhidar dari stres.
Ia mengalirkan air melalui pipa-pipa mini yang berujung di setiap tanaman. Penyiraman dihentikan bila tanah sudah basah. “Jangan biarkan air menggenang sebab memicu patogen penyebab penyakit,” ujarnya. Ia membatasi waktu penyiraman selama 15 menit. Begitu pula frekuensi penyiraman. Pada tanaman berumur 1—6 bulan pascatanam, ia melakukan penyiraman setiap 2 hari. Sementara tanaman berumur 7—12 bulan disiram setiap 4 hari. Adapun pada tanaman dewasa, penyiraman dilakukan setiap pekan.

Sehat
Anurak Boonlue, pekebun kurma di Provinsi Kanchanaburi, Thailand, menuturkan bahwa penanaman bibit harus dilakukan hati-hati. Perhatikan kedalaman lubang tanam agar tumbuh baik. Sebab penanaman terlalu dalam membuat akar gampang terendam air. Jika sebaliknya akar justru mengering karena terpapar matahari. Anurak menuturkan bibit yang baru dipindahtanam juga perlu diberi ajir. Tujuannya agar tanaman tidak gampang roboh dan tumbuh tegak.
Ayah satu anak itu menancapkan bilah bambu di dekat bibit yang ditanam. Ia mengikat sedemikian rupa ajir tersebut dengan tali agar kokoh. Selanjutnya, ia memberikan pupuk NPK untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Ia menaburkan 3 kg pupuk NPK berkadar nitrogen tinggi dengan komposisi 20:7:7 dan 30 kg pupuk kandang sapi. Aplikasi itu rutin diberikan setiap 3 bulan hingga fase vegetatif tanaman selesai. Selanjutnya, ia mengganti komposisi NPK menjadi 0:15:15 saat tanaman memasuki masa generatif.

Anurak dan Pratin sepakat kunci keberhasilan berkebun kurma adalah penggunaan bibit sehat dan berkualitas. Bibit kurma dapat berasal dari biji, anakan, dan kultur jaringan. Saat ini, Anurak mengebunkan kurma KL-1 dari bibit hasil perbanyakan biji dan kurma barhee dari bibit asal kultur jaringan. “Keuntungan menggunakan bibit kultur jaringan adalah sudah jelas jenis kelaminnya,” uajrnya.
Sak Lamjuan PhD, pemulia kurma KL-1 dari Universitas Maejo, Provinsi Chiangmai, Thailand, menuturkan saat ini bibit KL-1 hasil kultur jaringan masih dalam tahap penelitian. “Kami belum menjual komersial,” ujar Sak Lamjuan. Sejatinya, ia sudah mendengar isu bibit KL-1 asal kultur jaringan beredar di pasaran beberapa tahun lalu. Namun, Sak Lamjuan menegaskan jika ada yang mengklaim memiliki bibit KL-1 asal kultur jaringan maka konsumen harus waspada pada keasliannya. (Andari Titisari).
