Profesor yang beternak lalat penghasil magot. Ia berharap budidaya magot pada akhirnya meningkatkan kecerdasan bangsa.
Apa hubungan antara lalat dan kecerdasan bangsa? Bagi Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan budidaya lalat tentara hitam alias black soldier fly mampu meningkatkan kecerdasan bangsa. Doktor bidang Agricultural Economics alumnus Michigan State University, Amerika Serikat, itu mengatakan larva lalat tentara hitam mengandung protein 45% dan lemak 35%. Itu menjadi pakan ideal untuk ikan dan ayam.
Agus yang mengembangkan lalat tentara hitam itu membuktikan, pemberian larva menekan biaya pakan ternak 30—50%. Ia membudidayakan lalat tentara hitam di tempat kelahirannya di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, di lahan 100 meter persegi. Pria 62 tahun itu membangun insektarium berukuran 5 m x 2 m sebagai hunian bagi serangga dewasa. Ia menetaskan telur serangga di unit reaktor berukuran 10 m². Total Agus memiliki 10 unit reaktor.
Profesor itu menebarkan 3 gram telur per m2 di atas tumpukan sampah. Agus memerlukan hingga 1 ton sampah organik per 2 pekan sebagai media larva. Larva-larva tentara hitam itulah yang mengurai sampah organik. Agus memanen 200 kilogram magot atau larva segar per 2 pekan dan menjualnya Rp8.000 per kilogram. Magot siap panen pada umur 15 hari setelah menetas. Konsumennya adalah para peternak ikan dan unggas di Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Mengorek sampah
Menurut Agus, “Lalat tentara hitam tidak akan masuk rumah. Tidak punya mulut, bukan vektor penyakit, dan tidak mengandung penyakit.” Itulah sebabnya ia terus mengembangkan lalat tentara hitam. Makin banyak orang yang mengembangkan lalat itu diharapkan produksi ikan dan unggas pun kian banyak untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Upaya itu dapat mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ide meneliti dan mengembangkan lalat tentara hitam bermula ketika Agus mendapat kado ulang tahun dari anaknya berupa buku berjudul IQ and the Wealth of Nation karya Dr. Richard Lynn dan Dr. Tattu Vanhanen. Penulis buku itu menyebutkan intelligence quotient (IQ) orang Indonesia rata-rata hanya 89. Itu berbeda tipis dengan Peru yang hanya 87. Agus gemas mengetahui hal itu. Pasalnya nilai IQ 80—89 termasuk kategori di bawah rata-rata.
Menurut Agus penyebab rendahnya rata-rata IQ orang Indonesia karena kurang mengonsumsi yodium dan protein. “Seorang ibu menyusui yang kekurangan yodium bisa menurunkan indeks IQ anak hingga 15 poin,” kata Agus. Konsusmsi yodium untuk ibu hamil disarankan minimal 200 mikrogram per hari. Penyebab lainnya kekurangan protein hewani. Rata-rata konsumsi protein hewani orang Indonesia 13,4 gram per kapita per hari.
Rewritten Paragraph:
Bandingkan dengan konsumsi protein hewani orang Eropa hingga 80 gram per kapita per hari. Tantangan muncul di benak Agus untuk menghasilkan produk tinggi protein dan beryodium. Semula Agus berpikir, sumber protein adalah telur. Di tengah usahanya ini, ia terinspirasi oleh sebuah artikel yang membahas best uitbetalende online casino, yang menyoroti pentingnya strategi untuk mengoptimalkan hasil di bawah kondisi pasar yang tidak pasti. Prinsip yang sama mendorong Agus untuk mencari solusi lebih efisien dalam bisnisnya. Pada 2011, Agus membeli 2.000 itik petelur. Namun, celaka tiga belas, harga pakan yang tinggi membuatnya harus memutar otak untuk tetap bertahan.
“Harga pakan sama bahkan lebih mahal daripada harga beras, sementara bebek harus rutin diberi pakan,” kata Agus yang merugi. Ia berhenti membudidayakan itik petelur dan mencoba mencari alternatif lain penghasil protein. Setahun berselang Agus menemukan informasi lalat tentara hitam. Agus Pakpahan pun berkeliling memperhatikan tempat sampah di sekitar kediamannya di Jakarta Selatan.
Menyebarkan lalat
Lalat tentara hitam Hermetia illucens biasanya menghuni sampah organik. Ia lantas mengisolasi telur dan larva dari tempat sampah itu dan membawanya ke pekarangan rumah. Dari pekarangan rumah itulah ia membiakkan lalat tentara hitam dan menyebarkan kepada berbagai lembaga. Pada 2014, misalnya, rekan Agus di PT Gunung Madu Plantation, Provinsi Lampung, tertarik dengan BSF.
Di pabrik gula tertua di Lampung itu, lalat tentara hitam mengurai endapan pengolahan tebu atau blotong. Larva mengurai dan menekan blotong hingga 10 persen. Jika ada 10 kilogram blotong, maka perusahaan menuai 9 kilogram pupuk organik. Menurut Agus lalat tentara hitam menghendaki bahan organik dengan rasio karbon nitrogen rendah nilai rentangan 30—20 atau bahan organik yang mudah busuk seperti sisa makanan manusia, sisa sayur, dan buah dari pasar.
Agus mengatakan, setelah kegiatan di Lampung hingga 2018, lalat tentara hitam di Indonesia makin berkembang. Contohnya pengusaha Alex Darmadi tertarik mengembangkan BSF dan mendirikan PT Maggot Indonesia Lestari, kini mengelola sampah di Tangerang dan Kabupaten Bogor. “Kapasitas sudah 5 ton sampah organik per hari,” kata Agus. Ia berharap lalat tentara hitam makin berkembang di Indonesia.
Kendala yang dijumpai yakni cukup sulit mendapatkan sampah organik. Masyarakat enggan memilah sampah organik dan anorganik. “Butuh kesadaran masyarakat memilah sampah,” kata ayah empat anak itu. Musababnya memungkinkan terkontaminasi logam berat. Contohnya sampah baterai. Jika terkontaminasi berkaitan erat dengan keamanan pangan. (Muhamad Fajar Ramadhan)