Bahkan mikroba yang berjumlah sekitar 10.000.000 jenis itu bisa berperan sebagai biopestisida. Itulah yang dirasakan para pekebun di tanahair. Tak aneh kalau sejak setahun belakangan pemakaian pupuk hayati terus meningkat.
Dayat Zaenuddin, ketua kelompok Sinartani di Desa Bojong, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Bandung, semula memanen jagung manisnya 5—6 ton per hektar. Setelah pakai pupuk hayati naik jadi 12 ton per hektar atau meningkat 200%. Padahal, biaya produksi justru berkurang karena penghematan pupuk anorganik sampai 30%. Sementara biaya yang dikeluarkan untuk pupuk hayati minim, cuma Rp250.000 untuk 5 liter.
Di tempat lain para pekebun yang tergabung dalam kelompoktani Kabul Lestari di Desa Panunggalan, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menikmati hasil berlimpah dengan mengkombinasikan pupuk hayati dan anorganik. Produksi kedelai yang mereka usahakan 3,25 ton/ha. Jauh melebihi rata-rata nasional 1,5 ton/ha. Pantas jika petani kedelai lain hidupnya kembang-kempis; anggota kelompoktani Kabul Lestari justru makmur. Inilah hitung-hitungan menanam kedelai yang dilakukan kelompoktani Kabul Lestari.***