Ketika Trubus berkunjung pada medio Januari 2005, beberapa pohon setinggi 1,5 m di dalam pot tengah memamerkan buah. Buahnya tidak banyak, hanya beberapa dompol tersembul di ujung-ujung ranting. Maklum tanaman itu baru berumur 4 tahun dan untuk kali pertama berbuah. “Tanaman saya bawa dari Karawang. Waktu itu kondisinya kurang terawat, perlu beberapa bulan untuk memulihkannya,” tutur Eddy Susanto, sang pemilik.
Sepintas tanaman itu sakit. Mungkin kekurangan unsur hara nitrogen atau kalsium. Sebab semua daunnya kuning seperti akan gugur. Namun, setelah ditelisik ternyata daun-daun tua maupun muda tampak sehat. Bahkan di ujungujung ranting tumbuh pucuk-pucuk baru berwarna kuning keemasan. Tanaman yang sakit biasanya tak memunculkan pucuk.
Mirip diamond
Semula Eddy juga menduga daun kuning lantaran kekurangan pupuk. Makanya ia memberikan NPK dan pupuk daun secara intensif. Namun, 3—4 bulan berselang warna daun tidak berubah, tetap kuning seperti daun sirih gading. Padahal, bibit lengkeng lainnya yang dibawa bersamaan menunjukkan kecepatan tumbuh luar biasa setelah dipupuk. “Ini mungkin jenis baru,” pikir Eddy.
Keragu-raguan Eddy memastikan bahwa itu jenis baru beralasan. Bibit lengkeng itu hanya terselip di antara diamond river dan pingpong yang ia pesan. Karena penasaran ia membandingkan lebih saksama dengan kedua jenis lengkeng yang lebih dulu populer itu. Bentuk dan ukuran daun memang mirip diamond river. Daun agak runcing dengan perbandingan panjang dan lebar 3—3,5:1. Kedudukan daun tersusun berhadapan.
Hanya saja lengkeng yang kini mulai diperbanyak Arumdalu itu bertajuk agak kaku menghadap ke atas. Cabang dan ranting tampak kokoh karena ruas-ruasnya relatif pendek. Buktinya tanpa penyangga sekalipun batang setinggi 1,5 m bisa berdiri tegak. Berbeda dengan diamond river yang cenderung nglampreh. “Diamond river pada umur 1 tahun dengan tinggi tanaman 1 m sudah perlu disangga,” kata Ir Hendrik Virgilius, pekebun lengkeng di Singkawang, Kalimantan Barat.
Bentuk buah pun agak berbeda daripada diamond river maupun pingpong. “Saya perkirakan ukurannya bisa sebesar diamond river. Sekarang belum maksimal, masih bisa besar,” ucap Eddy sambil memetik buah yang sebulan lagi matang. Kulitnya yang kuning keputihan dengan bercak cokelat bersisik kasar. Saat dikupas tampak daging bening berair, “Rasanya manis menyegarkan,” kata Rosy Nur Apriyanti, reporter anyar Trubus yang turut mencicipi. Sayang dagingnya setipis lengkeng pingpong, sampai-sampai biji yang hitam kecokelatan transparan.
Diragukan
Atas dasar perbedaan-perbedaan itu pantaslah kalau pemilik Kebun Pembibitan Arumdalu itu mengklaim lengkeng itu sebagai pendatang baru. Ia menyematkan nama gading untuknya. “Saya kira asal-usul lengkeng gading sama seperti diamond river dan pingpong. Semuanya dari Thailand,” ungkapnya.
Namun, pakar buah Dr Mohammad Reza Tirtawinata berpendapat lain. Di Thailand, ia belum pernah menemukan lengkeng berdaun kuning. “Mutasi, itu jawaban paling mungkin. Saya perlu melihatnya untuk memastikan lengkeng gading sebagai jenis baru,” ungkapnya. Menurut doktor lulusan Institut Pertanian Bogor itu, mutasi bisa terjadi karena lingkungan tumbuh berbeda. Misalnya, suhu yang terlalu panas di Karawang.
Senada dengan Prokoso Heryono di Demak, Jawa Tengah. Penangkar buah-buahan yang kerap mengunjungi negeri Siam itu belum mendengar ada lengkeng gading. “Di tempat saya ada beragam jenis lengkeng, sichompu, kristalin, diamond river, biew kiew, pingpong, dan itoh. Tapi yang satu itu (gading, red), belum punya,” tutur pria berkumis tebal itu. Ia berpendapat, jika ditempatkan di bawah naungan, daun yang kuning akan kembali hijau seperti semula.
Apapun namanya yang jelas lengkeng itu berpotensi untuk dikembangkan di ketinggian 200—400 m dpl. “Ia sebetulnya sudah beberapa kali berbunga, tapi selalu rontok,” ujar Eddy. Bibit yang baru setinggi 50—60 cm pun sudah berbunga, meski di tanam di pot.
Dua lagi
Selain si gading, Eddy memiliki lengkeng bercita rasa durian dan lengkeng cina. “Rasanya betul-betul durian,” lelaki paruh baya itu meyakinkan. Sayangnya Trubus tak bisa membuktikan karena ketika berkunjung buah masih pentil. Si durian juga tergolong genjah. Tanaman di pot setinggi 60 cm dan tajuk selebar 15 cm yang layak disebut bibit sudah berbuah.
Lengkeng yang dikoleksi sejak 2003 itu juga diperoleh dari Kebun Koleksi di Klari, Karawang. Daun si durian yang permukaannya hijau mengkilap itu berbentuk jorong dengan perbandingan panjang dan lebar 2:1. Pinggiran daun melengkung ke atas dan ujung runcing. Letak daun tersusun menyirip pada percabangan yang menyebar ke segala arah. Ia sangat cocok ditanam di pot untuk menghias halaman.
Satu lagi jenis lengkeng yang tengah diperbanyak Eddy. Pria berbadan kekar itu menyebutnya lengkeng cina. “Induknya saya dapatkan dari kerabat yang mendatangkan langsung dari Cina,” katanya. Lengkeng cina juga tak kalah genjah daripada si durian. Bibit di pot setinggi 60 cm sudah keluar bunga. Namun, untuk mengetahui potensinya, lengkeng berdaun jorong memanjang itu perlu menunggu 4—5 bulan. “Kata teman sih kualitas buah cukup baik,” tutur Eddy. Mudah-mudahan berbiji kecil, daging tebal, dan manis. (Karjono/Peliput: Rosy Nur Apriyanti dan Fendy R Paimin)