Lengkeng lokal unggul. Bercitarasa manis, ukuran buah besar, dan produktif.
Santoso ingat betul bermain di bawah pohon lengkeng tua pada 1980. Di bawah pohon itulah, bersama temannya ia melihat bibit-bibit tanaman lengkeng tumbuh alami dari biji yang jatuh ke tanah. “Ada 1 tanaman yang penampilannya nyeleneh. Daunnya lebih lebar dibandingkan dengan tanaman lainnya,” ujar Santosa yang menghabiskan masa kecil di Desa Tirtomerto, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Ia tertarik menanamnya karena sedang mencari tanaman buah pengisi halaman rumah. Santoso memindahkan bibit yang tumbuh dari biji setinggi 30 cm itu ke kantong plastik berisi tanah dan pupuk kandang kambing. “Media tanamnya asal saya campur. Tidak saya hitung takarannya,” kata lelaki kelahiran 29 Desember 1960 itu. Ia merawat tanaman itu sekadarnya, hanya menyiram tanpa tambahan pupuk.
Produktif
Enam tahun kemudian tanaman itu berbunga. “Bunganya banyak. Seperti menyungkup tajuk pohonnya,” ujarnya. Hal itu amat berbeda dengan pohon induknya yang bunganya jarang-jarang. Selang 4—6 bulan, untuk pertama kali Santoso merasakan kelezatan buah lengkeng itu. “Rasanya enak, sangat manis, dan dagingnya tebal,” ujarnya. Sayang ia tak menghitung berapa bobot buahnya saat itu.
Hingga pada panenan Maret 2016, seorang pemasok buah asal Poncokusumo, Kabupaten Malang, memborong buah Dimocarpus longan ketika masih di pohon. Kakek 3 cucu itu terkesima saat mengetahui produktivitas lengkengnya amat tinggi. “Total ada 800 keranjang dan bobot masing-masing keranjang berkisar 1—2 kg,” ujar Santoso. Maka total jenderal produktivitas lengkeng milik ayah 1 anak itu mencapai 800—1000 kg.
“Selain enak buahnya, produktivitasnya juga tinggi,” kata Santoso riang. Pehobi tanaman buah di Malang, Jawa Timur Ahut F Hendarul SAB AAAIK, merasakan nikmatnya lengkeng milik Santoso. “Masih jadi lengkeng termanis yang pernah saya ukur. Briksnya mencapai 23o briks,” ujar Arul—sapaan akrabnya. Selain manis, tekstur daging lengkeng itu sedikit berair tapi kenyal dan manisnya lengket sehingga masih tertinggal di tenggorokan.
Arul yang hobi memburu buah-buahan unggul sejak 2010 itu mengatakan, “Daging buahnya tebal dan ukurannya bisa besar. Bahkan ada beberapa yang besarnya seperti lengkeng pingpong.” Guru besar Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Prof Ir Sobir MSi, Phd, menduga munculnya lengkeng Santoso yang memiliki banyak keunggulan dibanding dengan induknya itu terjadi karena segregasi dari biji.
“Tanaman lengkeng melakukan penyerbukan secara terbuka, sehingga memungkinkan terserbuki lengkeng lain dan menghasilkan varian lengkeng baru yang lebih baik daripada induknya,” ujar Prof Sobir. Oleh karena itu alumnus Okyama University, Jepang itu menyarankan perbanyakan lengkeng milik Santoso melalui vegetatif seperti cangkok.
Santoso memiliki total 11 pohon produktif. Hingga kini belum pernah ada pehobi yang memperbanyak dan menanam lengkeng istimewa itu di daerah lain. Santoso mengatakan lengkeng berumah tunggal sehingga berpeluang untuk dikembangkan di daerah lain, meski pehobi hanya menanam 1 pohon.
Panen tepat
Sobir mengatakan, “Jangan memperbanyak tanaman dari biji, karena keragamannya tinggi dan memungkinkan muncul jenis yang kurang bagus dibanding dengan induknya.” Melihat beragam keunggulan lengkeng milik Santoso, banyak kerabat maupun tetangga yang ingin memiliki bibitnya. Santoso pun memperbanyak tanaman kerabat rambutan itu dengan cangkok pascatanaman berbuah untuk pertama kalinya.
“Saya cangkok dengan media moss, dan 3 bulan kemudian sudah keluar akar dan siap pindah tanam,” ujar Santoso. “Saya pakai media tanam tanah, pupuk kandang kambinng, dan sekam dengan perbandingan 2 : 1 : 1,” ujarnya. Bibit hasil cangkok itu pun tersebar di saudara dan tetangga Santoso. Tak ada gading yang tak retak. Menurut Santoso dan Arul, kelemahan lengkeng itu adalah penurunan kemanisan daging buah saat terlambat panen.
“Bagusnya dipanen saat ukuran buahnya sebesar lengkeng itoh. Rasa manisnya mantap. Jika telat panen, sekitar 2 pekan, rasanya jadi kurang manis meski ukuran buahnya jadi besar,” ujar Arul. Menurut Prof Sobir kemanisan yang anjlok ketika telat panen bisa terjadi pada tanaman buah. “Artinya masak fisiologis lengkeng itu saat sebesar lengkeng itoh, kalau telat panen meski ukurannya besar rasanya kurang manis.
Hal itu terjadi karena kadar gula pada buah berkurang akibat digunakan oleh tanaman untuk melakukan proses metabolisme lain. Proses itu menunjukkan bahwa lengkeng merupakan jenis buah nonklimaterik atau buah yang tidak mengalami perubahan laju respirasi pada akhir pematangan buah. Itu membuat kadar gula pada buah lengkeng menurun setelah memasuki puncak kematangan fisiologis.
Kondisi itu tak bisa diubah, tetapi bisa ditunda prosesnya dengan memperkuat sel buah dan menunda kematangan yang ujung-ujungnya menghasilkan buah besar dengan rasa yang tetap manis. “Caranya tambahkan pupuk yang mengandung kalsium, KNO3, dan sedikit boron,” ujar Prof Sobir. Namun, secara umum penemuan lengkeng milik Santoso amat menggembirakan untuk dunia perbuahan nasional.
“Lengkeng lokal yang saya temui meski buahnya banyak, rata-rata ukuran buahnya kecil,” ujar Prof Sobir. Selain itu, lengkeng Santoso yang tumbuh di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut tak perlu diberi perlakuan khusus untuk berbuah. Hal itu semakin menambah nilai plus lengkeng Santoso. (Bondan Setyawan)