Trubus.id – Kemiri menjadi salah satu hasil perkebunan andalan warga Desa Mata Redi, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur. Awalnya, warga mengolah kemiri secara manual dan sangat bergantung pada cuaca.
Buah kemiri yang masih berbalut cangkang dijemur selama 5—7 hari tergantung terik matahari. “Saat kemiri berbunyi ‘tik…tek…tik…’, proses titi kemiri bisa dilakukan,” ujar Jeni Rambu Lenki Nguju, warga setempat.
Bunyi tersebut menandakan isi kemiri sudah terlepas dari cangkangnya. Kemudian, kemiri dipukul secara manual untuk memisahkan biji dari cangkang.
Proses pemecahan ini menghabiskan banyak tenaga dan dilakukan secara gotong royong. Setiap 10 kilogram kemiri membutuhkan setidaknya lima orang untuk menyelesaikannya dalam satu hari.
Tak jarang, pekerjaan itu berlangsung hingga malam hari. “Lantaran tidak ada listrik, kami menggunakan pelita dari minyak tanah,” ujar Jeni yang biasa disapa Mama Inez.
Segalanya berubah sejak hadirnya listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Warga mulai menggunakan lemari pembeku bersuhu minus 15°C—17°C untuk memproses kemiri sebelum dipecah.
Pembekuan dilakukan selama minimal 12 jam agar biji kemiri yang mengandung minyak hingga 60% membeku. Proses ini memudahkan pemisahan dari cangkang serta menjaga keutuhan biji.
Selain itu, pembekuan membuat cangkang lebih rapuh dan mudah dipecahkan. Teknologi ini sebelumnya tidak terbayangkan karena ketiadaan listrik.
“Listrik dari PLTS tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga harus dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat,” kata Aziz Setyawijaya, BUM Desa Development Manager Program MENTARI. Ia menekankan pentingnya energi bersih dalam menggerakkan usaha produktif warga.
Kemiri beku kemudian dimasukkan ke mesin pemecah bertenaga listrik. Jika sebelumnya 10 kg kemiri dipecah dalam 12 jam oleh lima orang, kini cukup satu jam dengan mesin.
Setelah itu, kemiri dikeringkan di oven listrik bersuhu 40—50°C selama 3—4 menit. “Sekarang tidak lagi tergantung cuaca,” ujar Yanti Sada Mura dari BUM Desa Hali Dewa.