Trubus.id — Mahasiswa Universitas Indonesia menciptakan inovasi pelacak energi surya (solar tracker) yang memiliki prinsip sederhana. Inovasi ini tergolong ekonomis jika dibandingkan dengan solar tracker konvensional.
Angelina Grace, salah seorang yang mengembangkan inovasi ini, mengatakan, pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia merupakan pilihan tepat.
Apalagi, letak geografis Indonesia berada pada daerah tropis dan dapat dijangkau oleh sinar matahari sepanjang tahun. Adanya inovasi ini juga diharapkan mampu menjadi solusi atas permasalahan rendahnya efisiensi pada pemanfaatan energi surya di Indonesia.
Melansir dari laman Universitas Indonesia, inovasi alat ini diberi nama SMART. Salah satu keunikan SMART adalah tidak menggunakan komponen listrik apa pun.
Menurut Evan Fadhil Nurhakim, anggota tim yang lain, inovasi SMART memanfaatkan panas yang dihasilkan oleh cahaya matahari untuk mengekspansi fluida yang terdapat dalam piston agar dapat menciptakan kemiringan tertentu pada panel surya.
Mekanisme tersebut didukung oleh alat solar heat receiver yang dilengkapi dengan vacuum yang berfungsi untuk mengurangi perpindahan panas dari bagian solar heat receiver yang panas ke bagian luar.
“Selain itu, teknologi ini memiliki kemampuan untuk berotasi pada satu sumbu dan mampu bekerja secara pasif sehingga dapat meningkatkan efisiensi dari penggunaan panel surya,” kata Evan.
Adapun, Jonathan Tjioe, yang juga anggota tim, menambahkan, fluida kerja yang digunakan pada alat SMART adalah aseton. Cairan aseton yang terdapat dalam sistem yang dialirkan melalui batang stainless steel yang diletakkan di dalam insulated tube yang tersambung hingga ke dalam gas chamber.
Alasan pemilihan aseton sebagai fluida kerja SMART dikarenakan tergolong sebagai senyawa yang mudah ditemukan, memiliki harga yang murah, serta titik didih yang dapat dicapai dari hasil pemanasan oleh sinar matahari.
Ide SMART berawal dari permasalahan di mana pengguna panel surya hanya dapat menikmati sekitar 18–20 persen efisiensi dari panel yang bersifat tetap (fix). Selain itu, biaya dari pelacak energi surya yang bersifat elektrik tergolong mahal, yakni $650/kWp.
Oleh karena itu, inovasi SMART hadir dengan basis sitem kontrol fluida mekanik, yang mampu mengoptimalkan kinerja dari panel surya. Hal ini turut berkontribusi dalam upaya Indonesia untuk mengurangi polusi udara demi memperpanjang umur bumi.
Saat ini, prototipe SMART telah 100 persen selesai dibangun dan sudah diuji coba untuk membandingkan kinerjanya dengan teknologi terdahulu. Uji coba prototipe dilakukan di Fakultas Teknik Universitas Indonesia untuk memperoleh data temperatur internal pada posisi timur dan barat serta kemiringan dari panel surya. Data ini bermanfaat untuk memvalidasi kesesuaian teori dengan hasil data lapangan dari alat SMART.
Selain Angelina, Evan, dan Jonathan, anggota tim pengembangan inovasi dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia lainnya adalah Jason Jimmy Palenewen dan Juan Khosashi. Pembimbing tim inovasi ini adalah Dr. Kenny Lischer, S.T., M.T. dari Departemen Teknik Kimia UI.