Ciency Syndrome (AIDS). Dia bakal menjadi pendukung utama kesehatan dunia di abad 21,” katanya seolah menegaskan penelitian JJ Kabara 29 tahun silam. Senyawa yang berasal dari asam laurat itu menyusup melewati membran lemak virus dan menghancurkannya.
Suara keras Enig, di Hindu, koran nasional India, itu memutarbalikkan mitos yang dibuat peneliti antiminyak tropis. Dua bulan kemudian, September 1995, giliran Th e Indian Coconut Journal, memperkuat pernyataan Enig sebelumnya. “Dari sekian banyak asam lemak jenuh, asam laurat—dengan senyawa monolaurinnya—paling kuat membunuh virus, bakteri, cendawan, dan protozoa,” katanya. Karena itu untuk terapi pengobatan dibutuhkan asam laurat persentase tinggi.
Konsultan editor di jurnal Th e American College of Nutrition itu tak berhenti sampai di situ. Ia menghitung jumlah asam laurat yang ditemukan pada air susu ibu (ASI) dan konsumsi bayi setiap hari. Setelah melalui berbagai konversi angka, ia menyimpulkan manusia dewasa membutuhkan asam laurat rata-rata 24 g per hari. Itu setara dengan 3,5 sendok makan minyak dara—sebutan VCO di Malaysia. Artinya, sehari 3 sendok makan aman diminum.
Hasil penelitian Enig tentu bagaikan oase di tengah padang pasir. Musababnya, jarang sekali riset yang fokus pada VCO. Lacakan Trubus di dunia maya dan berbagai jurnal misalnya. Peneliti terdahulu lebih menitikberatkan pada kelapa dan minyaknya secara keseluruhan. Padahal, kualitas minyak kelapa di dunia beragam. “Saya hanya menganjurkan virgin coconut oil untuk kesehatan. Sebaiknya hindari minyak kelapa yang melewati proses hidrogenisasi,” katanya di sebuah situs.
Minuman isotonik
Tak melulu khasiat VCO dan prosesnya yang diteliti oleh para ilmuwan. Di Indonesia, air kelapa pun mulai dilirik sebagai minuman isotonik alias minuman pengganti ion tubuh. “Kandungan kalium air kelapa tinggi, rata-rata 30%,” kata Andi Nur Alam Syah, STP, MT, peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Maklum, kalium memiliki sifat elektrolit yang sama dengan ion dalam tubuh. Karena itu ia dapat berperan sebagai pengganti cairan tubuh, terutama sehabis melakukan kegiatan fi sik berat.
Menurut Andi, minuman isotonik asal air kelapa lebih unggul ketimbang yang dibuat secara sintetis. “Ia alami karena tak ada penambahan dari luar,” katanya. Sayang, meski kaya ion, air kelapa tidak tahan lama. Didiamkan lebih dari setengah hari mulai rusak karena penguraian oleh mikroorganisme. Maklum, mikroorganisme dalam air kelapa memanfaatkan gula sebagai pakan. Bila diawetkan melalui proses pemanasan, bisa menyebabkan kerusakan kandungan gizi.
Penelitian air kelapa muda telah dilakukan oleh Andi dkk. Daya tahan minuman isotonik yang dihasilkan mencapai 4 bulan. “Kita menggunakan teknologi membran di laboratorium. Tengah tahun ini mulai dicoba untuk skala komersial,” kata alumnus Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu. Prinsipnya, air kelapa dilewatkan pada saringan berupa membran keramik sebanyak 2 tingkat, lalu disinar ultraviolet. Ukuran membran yang kecil membuat mikroorganisme tertahan, sehingga air kelapa yang keluar steril dan siap kemas.
Penelitian Andi itu bukan omong kosong. Badan dunia Food and Agriculture Organization (FAO) lebih dulu mempublikasikan air kelapa sebagai minuman isotonik dan kesehatan tanpa efek samping. Bahkan air kelapa diyakini dapat menetralisir racun tubuh. Mengacu pada penelitian itulah Filipina dan Brazil telah jauh mendahului Indonesia. Coco Soft drink di Filipina populer sejak 1990. Brazil mengekor pada 2001. Toh, bukan berarti peluang sudah tertutup. Produksi kedua negara itu baru mencukupi 20% total kebutuhan dunia.
Galaktomanan
Penelitian Andi tak terbatas pada air kelapa. Ia membuka tabir manfaat ampas kelapa. “Daripada teronggok dan dibuang, mending diolah. Ampas kelapa kaya galaktomanan,” katanya. Galaktomanan sejak dulu dikenal sebagai senyawa aktif yang digunakan untuk mencegah dan mengobati diabetes mellitus. Makanya, galaktomanan kerap digunakan sebagai pengganti gula pada kopi khusus penderita diabetes. Ia juga dapat mencegah kenaikan kadar kolestrol jahat dalam darah.
Sampai saat ini, Andi dapat memurnikan galaktomanan dari ampas kelapa hingga 61%. Ia menggunakan metanol untuk melarutkan ampas kelapa dengan perbandingan 1:3 pada suhu 80—900C. Sisa ampas yang terpisah pada emulsi diambil dan dikeringkan dengan oven pada suhu 500. “Hasilnya berbentuk bubuk, seperti yang banyak dijual di pasar,” kata Andi sambil menunjukkan sebotol galaktomanan buatannya pada Trubus. (Destika Cahyana)