Trubus.id — Sawah memang tempat yang paling cocok untuk belut. Kulit belut yang licin, tipis, dan berlendir sangat rentan jika terkena gesekan. Belut di bawah lumpur dapat leluasa bersembunyi dari sengatan sinar matahari. Tekstur lumpur yang tebal dan berair memudahkan belut melindungi diri.
Meskipun lumpur menjadi habitat ideal belut, M. Fajar Junariyata, peternak belut di Desa Cipambuan, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memilih air sebagai media untuk pembesaran belut.
Alasannya, dengan media air peternak akan mudah mengontrol belut. Saat menggunakan media air, peternak mudah mengawasi kondisi belut apakah sehat atau sakit. Belut kurang sehat kerap ditandai dengan pergerakan belut yang kurang lincah.
Sementara itu, kalau menggunakan media lumpur, peternak akan sulit mengontrol perkembangan belut. Pada kasus tertentu, kulit belut memunculkan bercak merah jika terserang penyakit.
Selain memiliki kelebihan, media air juga memiliki beberapa kelemahan. Peternak belut harus memberi pakan 100 persen. Adapun dengan media lumpur, peternak bisa mengandalkan pakan alami seperti plankton, kutu air, dan cacing yang terdapat dalam lumpur.
Fajar mengisi air bening pada 50 tangki dengan ukuran 1 m2 dengan ketinggian air sekitar 15–20 cm. Ia menebar 5–10 kg bibit belut tiap tangki. Air yang digunakan untuk media hidup belut bisa berasal dari air sumur.
Namun, menurut pria kelahiran Kabupaten Sragen, Jawa Tengah itu, air sumur yang digunakan perlu diendapkan selama 24 jam. Air pada bagian atas yang kemudian digunakan untuk mengisi tangki.
Untuk meningkatkan mikroorganisme air, Fajar kerap menambahkan probiotik dengan dosis satu tutup botol atau 10 ml yang dilarutkan ke dalam air pada tangki yang berukuran 1 m2.
Juli Nursandi, S.Pi., M.Si., dosen Program Studi Budidaya Perikanan, Politeknik Negeri Lampung, mengatakan, media air bening sebagai media budidaya belut lebih efektif bagi peternak. Secara umum, suhu air untuk belut adalah 28–30°C dengan pH netral mendekati 7.
