Saturday, October 5, 2024

Memetik Faedah Air Hujan

Rekomendasi
- Advertisement -

PT Bina Sarana Swadaya mengolah air hujan menjadi air minum berkualitas dengan teknologi elektrolisis.

PT Bina Sarana Swadaya di Kota Depok, Jawa Barat, menampung air hujan dengan tangki berkapasitas 1.000 liter agar tidak terbuang sia-sia ke selokan dan sungai-sungai. Perusahaan yang bernaung di bawah Yayasan Bina Swadaya itu memanfaatkan air hujan untuk menyiram tanaman sekaligus sebagai sumber air minum sehat. Untuk menghasilkan air minum sehat, PT Bina Sarana Swadaya menggunakan teknologi elekstrolisis.

Perangkat elektrolisis di halaman kantor Yayasan Bina Swadaya untuk mengolah air hujan.

Petugas PT Bina Sarana Swadaya mengendapkan air hujan minimal 2 jam dan memasukkan ke dalam tangki berkapasitas 300 liter. Bagian sisi tabung dilubangi kemudian dipasangi pipa yang menghubungkan dengan sebuah tangki lain berkapasitas sama. Pada tutup tangki itu terpasang lempengan baja nirkarat. Di ujung lempengan baja nirkarat bagian dalam tutup terdapat gulungan kawat titanium berbentuk spiral.

Tingkatkan kualitas air

Jika tangki itu terisi, maka kawat spiral itu terendam air saat tangki ditutup. Adapun ujung plat di bagian luar tutup tangki terhubung dengan adaptor yang mengubah arus listrik bolak-balik atau alternating current (AC) dari jaringan menjadi arus listrik searah atau direct current (DC). Arus listrik bermuatan positif mengalir pada plat salah satu tangki dan muatan negatif pada tangki satunya lagi. Arus listrik itu mengelektrolisis air hujan di dalam tangki.

Air hujan pada tangki yang dialiri arus listrik bermuatan positif menghasilkan air yang bersifat asam atau tingkat keasaman (pH) kurang dari 7. Adapun air pada tangki yang dialiri arus listrik bermuatan negatif menghasilkan air hujan yang bersifat basa atau pH lebih dari 7. Air basa itulah yang dikonsumsi sebagai air minum untuk para karyawan.

Air hujan diolah menjadi air minum berkualitas.

Menurut Direktur PT Bina Sarana Swadaya, Emilia Tri Setyowati Nugrahaningrum, S.P. pembuatan instalasi pengolahan air minum itu mengadopsi teknologi elektrolisis. Teknologi itu dikembangkan Vincentius Kirjito di Pastoran Sanjaya, Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Faedah air basa

Menurut dokter di Denpasar, Bali, dr. Frederik Kosasih, M.Repro, tubuh manusia selalu menghasilkan asam. Buktinya, “Keringat, napas, dan sisa kotoran pun bersifat asam,” kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali itu. Untuk menyeimbangkan keasaman itu diperlukan asupan basa.

Saat kemarau, PT Bina Sarana Swadaya mengganti air hujan dengan air tanah. Anton, teknisi yang juga menjadi penanggung jawab produksi air basa di PT Bina Sarana Swadaya, mengetahui kualitas setiap sumber air tanah yang digunakan. Pasalnya, sebelum dielektrolisis, ia selalu mengecek kadar padatan terlarut atau total dissolved solid (TDS) menggunakan alat TDS meter.

TDS merupakan benda padat yang terlarut dalam air, seperti semua mineral, garam, logam, serta kation-anion. Menurut Anton air tanah yang layak minum bernilai TDS maksimal 300 ppm. Menurut Emilia PT Bina Sarana Swadaya tak hanya mengolah air hujan menjadi air basa untuk keperluan para karyawan. Ia juga menyediakan ruang pelatihan untuk menyosialisasikan teknologi labora udan kepada masyarakat. Di sana terpajang beberapa perangkat elektrolisis yang terbuat dari stoples berkapasitas 5 liter sebagai alat peraga.

Direktur PT Bina Sarana Swadaya, Emilia Tri Setyowati, menyediakan sarana pelatihan pengolahan air hujan menjadi air minum berkualitas.

Menurut pendiri Yayasan Bina Swadaya, Bambang Ismawan, teknologi labora udan mampu memberikan kontribusi untuk warga miskin, seperti di Jakarta dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Inovasi itu juga sejalan dengan salah satu misi Yayasan Bina Swadaya, yakni mengembangkan inovasi yang manfaatnya dirasakan terutama sekali oleh masyarakat miskin dan terpinggirkan.

Oleh sebab itu Bina Swadaya mengirim tenaga ahli untuk belajar, mendalami, dan mengembangkannya agar bermanfaat bagi daerah-daerah yang membutuhkan. Apalagi jumlah air yang tersedia, terutama saat kemarau, lebih sedikit ketimbang kebutuhan air penduduk. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup, Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, rawan kekeringan. Jumlah air saat kemarau di Pulau Jawa dan Bali hanya 25,3 miliar m³.

Jumlah itu lebih sedikit dari kebutuhan air mencapai 38,4 miliar m³. Menurut ketua Masyarakat Air Indonesia (MAI), Ir. Fatchy Muhammad, ketiga pulau itu semestinya tak kekurangan air bila memanfaatkan air hujan sebaik-baiknya. Fatchy menghitung, dengan asumsi curah hujan di Jakarta rata-rata 2.250 mm per tahun, maka jumlah air hujan mencapai 1,488375 miliar m³ per tahun.

Dengan kebutuhan air rata-rata 73 m³/orang/tahun, maka air hujan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan 20 juta penduduk atau 2 kali jumlah penduduk Jakarta jika dikelola dengan baik. Selama ini sungai diperlebar agar air hujan segera mengalir ke laut. “Artinya, setiap tahun kita selalu membuang-buang air hujan. Padahal, jika diresapkan ke dalam tanah, air hujan akan menaikkan muka air tanah sehingga saat kemarau jumlah air tidak menurun drastis dan bisa dimanfaatkan,” kata Fatchy. (Imam Wiguna)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Potensi Keong Darat dan Upaya Budi daya Berkelanjutan

Trubus.id—Keong darat berpotensi sebagai sumber daya untuk produk kosmetik. Menangkap peluang itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img