Upaya memanfaatkan dan melindungi lahan gambut agar lestari.
Edi Saputra senang bukan kepalang. Musababnya Edi meraih pendapatan tambahan sekitar Rp6-juta—Rp10-juta saban bulan. Omzet itu hasil penjualan 500 aneka kerajinan berupa tas, tikar, dan sandal berbahan purun seharga Rp12.000—Rp50.000. Warga Desa Perigi, Kecamatan Pangkalanlampan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, itu, menuturkan purun tanaman khas di lahan gambut.
Ia dan Kelompok Perajin Purun Perigi memanfaatkan Eleocharis dulcis sejak 2000. Tanaman sejenis rumput itu banyak tumbuh di lahan gambut seluas 500 hektare di sekitar kediaman Edi. Dengan purun Edi dan kelompok mampu menambah penghasilan sekaligus menjaga ekosistem gambut. Mereka tidak menguras air di lahan gambut apalagi membakarnya. Edi hanya memanfaatkan salah satu komoditas adaptif lahan gambut.
Aneka produk
Trubus menjumpai Edi pada acara Jambore Masyarakat Gambut 2016 di Kota Jambi, 5—7 November 2016. Banyak pengunjung yang tertarik dengan produk kreasi Edi. Ayah tiga anak itu membuktikan petani mampu mengelola gambut dengan baik dan menghasilkan produk unggulan. Jambore Masyarakat Gambut mendorong petani mengembangkan produk pertanian unggulan dari lahan gambut.
Selain purun komoditas lainnya yakni kopi liberika. “Tanaman kopi tidak merusak sehingga bisa menjadi pilihan untuk dikembangkan di lahan gambut,” kata Direktur Eksekutif Sustainable Platform Coffee Indonesia (Scofi), Veronica Herlina, saat menjadi pembicara di acara Jambore Masyarakat Gambut 2016. Acara itu menampilkan ragam produk unggulan dari lahan gambut.
Manisan buah asam payak dari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, pun turut memeriahkan gelaran Jambore Masyarakat Gambut 2016 di Gelanggang Olah Raga (GOR) Kotabaru, Jambi. Asam payak mampu bertahan hidup di lahan gambut. Pada acara itu petani juga diharapkan mencari inovasi pemasaran sehingga produk dapat terdistribusi maksimal. Oleh karena itu Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mendampingi pekebun kopi binaan untuk memperbarui kemasan kopi.
“Dengan demikian harga kopi pun ikut meningkat,” kata Manajer Komunikasi Warsi, Rudi Syaf. Jambore Masyarakat Gambut 2016 terselenggara berkat kerja sama Badan Restorasi Gambut (BRG), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah Provinsi Jambi, Tim Restorasi Gambut Jambi, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil. Kegiatan itu mewadahi beragam aktivitas seperti dialog kebijakan, pameran, forum aksi dan panggung inovasi rakyat, pondok belajar gambut, sudut pengetahuan, dan nonton bareng.
Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan BRG, Myrna A Safitri mengatakan 1.045 peserta dari tujuh provinsi di Indonesia yakni Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi, berpartisipasi pada acara itu. Myrna menuturkan Jambore Masyarakat Gambut 2016 menjadi wadah saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam penyelamatan gambut berbasis komunitas.
“Para peserta menunjukkan upaya inovatif menyelamatkan gambut dan meningkatkan kesejahteraan,” katanya. Kepala BRG, Nazir Foead, membuka secara resmi Jambore Masyarakat Gambut 2016. Menurut Nazir acara ini wujud kepedulian BRG dalam memberikan wadah bagi masyarakat petani gambut, perangkat desa, inovator, dan organisasi masyarakat sipil untuk saling menguatkan dan bersinergi secara efektif.
Mendukung
“Manfaatkan forum ini sebaik-baiknya. Sayang jika hanya upacara seremonial. Masyarakat bisa menggali informasi sebanyak-banyaknya dan pihak lain mendengarkan pengalaman masyarakat mengelola gambut dengan baik,” kata Nazir. Sejatinya keberadaan lahan gambut sangat vital. Lahan gambut dapat menjaga kestabilan iklim dunia demi mencegah pemanasan global. Setiap lapisan gambut, dari permukaan luar hingga dalam, mampu menyerap karbon.
Wakil Gubernur Jambi, Fachrori Umar, berharap pelaksanaan Jambore Masyarakat Gambut 2016 menjadi momen silaturahmi dan koordinasi elemen kepentinggan sehingga target merestorasi 2,4-juta hektare lahan gambut tercapai. Rencananya jambore menjadi agenda tahunan. Tuan rumah untuk Jambore Masyarakat Gambut 2017 belum ditentukan karena masih menjalani proses penilaian.
Peserta jambore menyatakan bangga dan berkomitmen mendukung restorasi gambut. Mayoritas hadirin juga menyatakan memperoleh pengetahuan baru seputar pertanian di lahan gambut. Myrna mengatakan masyarakat percaya diri mereka mampu mengembangkan beragam jenis komoditas di lahan gambut. Masyarakat pun mendapat alternatif pendanaan di desa untuk pertanian. Termasuk filantropi untuk mendukung restorasi gambut. (Riefza Vebriansyah)