Menanam kurma di wadah khusus agar penyerapan nutrisi optimal.
Kebun kurma seluas 20 rai atau setara 3,1 hektare milik Parichat Chaleekure dan Suparavee Tharnjarukarn Ayyutthaya, Thailand, itu tampak berbeda. Mereka melindungi setiap pohon dengan dinding berupa terpal plastik dan semen. Bentuk dinding tersebut mirip drum, tetapi bagian bawah berlubang. “Penggunaan dinding bertujuan supaya pupuk yang diberikan terkonsentrasi sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal,” ujar Parichat.
Dinding itu juga berperan menjaga pohon-pohon kurma yang masih kecil agar tidak roboh. Parichat menuturkan pohon muda memiliki perakaran yang masih rapuh. “Angin berkecepatan tinggi menyebabkan pohon gampang ambruk,” ujar Parichat. Namun, bukan berarti pohon dewasa bebas ancaman. Pada pohon dewasa, embusan angin kencang dapat mengganggu polinasi.
Perawatan
Parichat Chaleekure dan Suparavee Tharnjarukarn menanam kurma pada 2012. Kondisi tanah yang kering dan berpasir membuat mereka yakin kurma paling cocok dikebunkan. Semula mereka menanam 8 pohon kurma terdiri atas 4 pohon jantan dan 4 pohon betina. Pada Juni—Agustus 2015, pohon betina berbuah, masing-masing 100 kg per pohon.
Lantaran pertumbuhan tanaman gurun itu bagus, Parichat dan Suparavee menambah populasi menjadi 135 pohon. Menurut Parichat berkebun kurma tergolong mudah. Usai menentukan jarak tanam, mereka membuat lubang tanam berdiameter 8 cm.
Di atas lubang tanam itu lah dinding semen diletakkan. Mereka lantas memasukkan campuran pupuk kandang, tanah dan sekam bakar dengan perbandingan sama ke dalam dinding. Langkah terakhir, mereka meletakkan bibit kurma berumur 8—10 bulan dari hasil perbanyakan biji. Perawatan berikutnya berupa pemupukan rutin.
Bukan cuma Parichat dan Suparavee yang bertanam kurma dalam wadah khusus. Pekebun lain, Chaiaree Wonghan, juga melakukan hal serupa. Di kebun mininya seluas 500 m2 terdapat barisan pohon kurma berbagai umur di wadah pot plastik, polibag, dan keranjang plastik.
Kumbang
Total Chaiaree menanam 40 jenis kurma antara lain barhee, medjool, khalas, khunaizi, ajwah, degleet noor, dan KL-1. Ia menempatkan kurma-kurma itu pada jarak tanam rapat yakni 1,5 m x 2 m. Chaiaree menuturkan hingga saat ini belum ada kendala berarti yang dijumpai pekebun kurma di Thailand. “Kebun kurma komersial baru segelintir sehingga serangan hama dan penyakit belum jadi momok,” ujarnya.
Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Pratin Aphichatsanee dan Anurak Boonlue, masing-masing pekebun di Nakhonratchasima dan Kanchanaburi. Menurut Pratin hama yang baru dijumpai adalah kumbang badak Oryctes rhinoceros. “Mereka kerap menyerang pada malam hari,” ujarnya. Ia menuturkan permulaan serangan kumbang badak diawali dengan menyusup ke dalam pucuk pohon.
Hewan anggota Ordo Coleoptera itu membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah daun muda sampai ke titik tumbuh dan selama 5—10 hari. Akibatnya bagian yang terserang menjadi layu dan pertumbuhan tanaman terhambat. Serangan parah dapat membuat pohon mati. Pratin menuturkan pekebun dapat mengendalikan kumbang badak dengan 3 cara yakni fisik, mekanik, dan kimia.
Pengendalian fisik paling mudah yakni menangkap kumbang itu. Sementara pengendalian mekanik dengan cara memasukkan kawat runcing ke dalam lobang, lalu tusuk hingga mengenai kumbang. Cara lain adalah menggunakan bantuan feromon sintetik ( Etil-4 metil oktanoate) yang digantungkan dalam ember plastik kapasitas 12 liter. Adapun pengendalian kimia adalah dengan menyemprotkan insektisida. Dengan berbagai cara itu diharapkan kurma terus memproduksi buah. (Andari Titisari/Peliput: M. Fajar Ramadhan)