Endah Lasmadiwati
Hasrat melestarikan kekayaan Nusantara berupa tradisi mengonsumsi herba.
Klinik Taman Sringanis di lahan 1.000 m² itu memiliki fasilitas lengkap. Terdapat bangunan untuk pemeriksaan pasien, toko yang menyediakan beragam herbal, dan ruang akupuntur. Puluhan pasien mengunjungi Taman Sringanis setiap hari. Pendiri klinik pengobatan tradisional di Cipaku, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, itu adalah Endah Lasmadiwati.
Pada akhir pekan Endah yang tinggal di Rawamangun, Jakarta Timur, mengunjungi klinik itu dan selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dengan puluhan pasien yang tengah berobat. Itulah rutinitas Endah sejak 2000. Ia juga melengkapi klinik yang dirintis pada 1992 itu dengan kebun koleksi tanaman obat. Tujuannya sebagai sarana edukasi bagi para pasien agar mengenal jenis-jenis tanaman herbal dan khasiatnya.
Pengobatan terpadu
Di kebun itu Endah mengoleksi sekitar 400 jenis tanaman herbal, seperti temulawak, pegagan, sidaguri, sambiloto, dan dandang gendis. Perempuan kelahiran 1944 itu meletakkan papan kecil berisi informasi mengenai nama lokal dan ilmiah tanaman, serta kegunaannya di setiap tanaman. Itu karena Endah prihatin pada nasib ribuan jenis tanaman berkhasiat di Indonesia yang tergerus kemajuan zaman.
“Saat ini sedikit sekali generasi muda yang mengenal tanaman herbal,” ujarnya. Untuk mengelola Taman Sringanis Endah dibantu 16 karyawan dan 2 tenaga ahli akupuntur. Klinik yang buka sejak pukul 8.00 itu melayani rata-rata 20 pasien setiap hari dan meningkat dua kali lipat saat akhir pekan. Keluhan setiap pasien beraneka ragam, seperti asam urat, gula darah, dan tekanan darah tingi.
Saat melakukan pengobatan, Endah tak hanya mengandalkan ramuan herbal. Endah juga mengimbau agar pasien bersabar dengan penyakitnya dan mendekatkan diri pada Tuhan sesuai keyakinan masing-masing. Pasien juga membutuhkan dukungan dari keluarga dan kerabat dekat untuk mempercepat proses kesembuhan. Ia tergerak mengoleksi tanaman obat ketika melihat kunyit di sebuah desa terpencil di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Masyarakat setempat membiarkan kunyit begitu saja. Penduduk setempat hanya memanfaatkan kunyit sebagai bumbu masakan. Padahal, Wonogiri dikenal sebagai sentra jamu. Endah lantas memberitahu penduduk setempat mengenai manfaat kunyit sebagai bahan pembuatan jamu. “Masyarakat juga bisa memperoleh nilai tambah dengan mengolah kunyit menjadi jamu,” ujarnya.
Sejak saat itu, Endah selalu menyempatkan diri untuk mengeksplorasi tanaman obat di setiap wilayah yang dikunjungi. Ia tak segan berbagi pengalaman dengan masyarakat setempat mengenai kegunaan tanaman obat. Ia mencatat manfaat tanaman obat yang ia jumpai lengkap dengan nama lokal di setiap daerah. Saat pulang ia membawa bibit tanaman dan menanamnya di lahan miliknya di Bogor.
Beragam sediaan
Endah bertekad memiliki kebun percontohan tanaman obat dari berbagai daerah di tanahair. Perempuan 73 tahun itu berharap tradisi minum jamu tak tergerus di era modern. “Jamu merupakan warisan leluhur yang harus dipertahankan sampai kapan pun oleh setiap anak bangsa,” ujarnya. Oleh karena itu Endah menggantungkan papan informasi tentang 60 resep jamu di klinik Taman Sringanis.
Tujuannya agar masyarakat tergerak untuk mengolah jamu sendiri. Mereka bisa membeli bahannya dari Taman Sringanis untuk direbus di rumah. Taman Sringanis menawarkan berbagai sediaan aneka jenis herbal sesuai kebutuhan pasien, seperti dalam bentuk segar, simplisia, serbuk, dan kapsul. Herbal berupa serbuk ada dua macam, yakni kasar dan instan.
Serbuk instan memiliki cita rasa sedikit manis. Kapsul pun ada dua jenis yakni serbuk dan ekstrak. Taman Sringanis juga memproduksi herbal untuk pengobatan luar, seperti sabun, salep, dan param. Semua produk berasal dari bahan baku alami seperti mengkudu, lidah buaya, zaitun, dan sirih. Pasien yang datang juga bisa menikmati cita rasa jamu khas racikan Taman Sringanis.
Soal kualitas herbal tak perlu diragukan lagi sebab Endah menjaga dengan ketat kualitas bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku berupa empon-empon, seperti temulawak, kunyit, jahe, dan kencur, ia mendatangkan dari Yogyakarta. Sementara bahan baku jamu berupa dedaunan, seperti daun pegagan, ungu, tempuyung, dan jati belanda, ia peroleh dari Sukabumi, Bogor, dan Cianjur, ketiganya di Jawa Barat.
Hidup sehat
Endah bertekad menjaga kualitas herbal untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pasien yang datang. Ia juga mengajak pasien untuk menjalankan pola hidup sehat, seperti hindari tidur setelah jam 05.00. Menurut Endah pada jam itu tubuh tengah meregenerasi sel-sel otak. Ia mengimbau pasien penderia kolesterol tinggi untuk mengurangi protein hewani. Endah juga menyarankan pasien agar menghindari berpikir hal-hal yang dapat membuatnya stres.
Beban pikiran dapat mengakibatkan kerja limpa terganggu. Padahal, limpa berperan terhadap kesehatan otot. Pasien juga harus selalu gembira agar cepat sembuh. “Pasien harus optimis menjalani hidup dan selalu berdoa memohon kesembuhan,” ujar Endah. Pengobatan terpadu itu mempercepat proses kesembuhan pasien.
Kini, Endah Lasmadiwati memang sudah berusia 73 tahun. Namun, semangat dan penampilan perempuan berkerudung itu terlihat lebih muda daripada usia sebenarnya. Kulit wajah Endah masih mulus, kencang, dan segar. Penampilan itu berbeda jauh dibandingkan dengan perempuan sebayanya. Pantas saja banyak orang yang menyanjungnya lantaran raut wajahnya tetap cantik meski usia menua. Endah juga berupaya agar kondisi batin selalu bahagia dengan banyak bersyukur. Sesekali ia bersenandung untuk menyenangkan hati. Ia menuturkan hati yang riang membuat seseorang jauh dari beban pikiran.(Andari Titisari)