Ternyata, Mei 2005, majalah Trubus tampil dengan berita spektakuler, pohon leci dari bibit cangkokan dapat berbuah dalam umur 6 bulan! Luar biasa. Apakah pesan saya salah karena menuntut penanam leci lebih sabar menunggu hingga setengah abad lagi? Saya yakin tidak. Leci adalah pohon berumur panjang. Di Santa Barbara, Kalifornia, ada pohon leci berumur 90 tahun, masih tampak muda. Dalam Trubus itu juga dimuat foto pohon leci berumur 160 tahun masih tampak subur dan produktif. Dua tahun lalu, sebuah bonsai leci berusia 450 tahun malah berbuah lebat dan menjadi berita dunia.
Tidak perlu heran. Leci telah menjadi buah-buahan klasik. Beberapa dusun di Guangdong, Cina, dikabarkan punya statistik panen leci selama seribu tahun terakhir. Beberapa perkebunan leci juga telah bertahan 400-an tahun tanpa putus. Di Istana Karangasem, Bali, juga ada pohon-pohon leci yang tumbuh di tepi kolam sejak satu abad belakangan. Pokoknya, berbagai legenda pohon leci telah menjembatani manusia modern, bahwa buah-buahan itu disukai kaisar, dan sudah mulai dikebunkan sejak 114 sebelum masehi.
Lebih dari itu leci diyakini punya banyak manfaat. Mulai dari menahan pertumbuhan tumor, hingga mencegah cacar dan berbagai penyakit perut. Jangan heran, kalau sejak 1980 industri leci (pengalengan, teh leci, buah kering, madu bunga leci, selai dan sirupnya) mulai merambah semua benua.
Peran ekonomi leci mulai diperhitungkan. kawasan Queensland, Australia, yang membudidayakan leci sejak 100 tahun terakhir, dengan 350 pekebun menghasilkan panen sekitar 5.000 ton setahun, dengan nilai jual 10-juta dolar.
Bisa dipahami, karena rata-rata harga satu kilo leci dipatok US$2 (hampir Rp20.000), tetapi ada kalanya mencapai Rp50.000 seperti disebutkan Trubus Mei 2005. Di Jakarta, pengecer leci segar sering dijumpai di pasar buah Glodog, dan di seputar Pasar Baru hingga Mesjid Istiqlal. Tentu saja pada musimnya, antara Desember—Maret. Namun, buah leci dalam kaleng dapat dibeli kapan saja. Apalagi di Cina, leci segar dapat dijumpai hingga bulan Juni dan Juli. Hampir sepanjang tahun, nyaris seperti apel, dari generasi ke generasi.
Mengelola pohon pusaka
Selain leci, sebetulnya banyak pohon buah lain seperti manggis, sawo, duku, durian, lengkeng, dan pala juga terkenal berumur panjang. Di desa-desa, kraton, mesjid, dan kolam tua kita masih melihat sawo Manilkara achras, kepel Stelocarpus burahol dan gayam Inocarpus fagifer yang tumbuh lamban, kuat dan mungkin berumur sekitar 2 abad.
Inilah yang dapat kita saksikan bila berkunjung ke Bali, Bangkok, atau Tokyo. Berapa banyak pohon tua yang dibungkus kain, dipelihara dan diperlakukan secara khusus. Inggris bahkan punya undangundang untuk menjaga pohon-pohon kuno dan pohon aslinya, seperti English Oak. Begitu juga India, yang memberlakukan hukuman mati bagi penebang pohon nasional, yaitu Santalum album, sandal wood alias cendana.
Amerika Serikat punya banyak pohon tua. Pada 1957 seorang ahli dendrokronologi bernama Edmund Schulman menemukan pohon tertua di dunia. Pohon-pohon pinus bristlecone (Pinus longaeva & P. aristata) diperhitungkan telah berumur di atas 4.000 tahun. Pertama kali ditemukan pinus alfa, kemudian pinus methuselah, yang pada 1957 diyakini telah berumur 4.723 tahun. Jadi pada 2005 ini menjadi 4.771 tahun. Itulah yang kini diyakini sebagai mahluk hidup paling tua di bumi ini.
Ada banyak data yang dapat digali dari pohon tua. Misalnya, sebuah pinus dengan keliling pohon 36 kaki, atau hampir 11 meter, memiliki 1.700 lingkaran kambium. Menurut perhitungan Schulman, umur pohon itu berkisar 1.500 tahun. Dari pohon ini cukup banyak sejarah perkembangan iklim bisa terungkap. Contoh, antara 1215—1299 terjadi kemarau panjang yang sangat parah. Setelah itu, antara 1300—1396 berlangsung banyak hujan. Pakar ilmu umur pohon itu juga dapat menemukan siklus banjir 200 tahunan.
Perlindungan pohon-pohon besar dan pohon pusaka telah dimulai sejak Presiden Abraham Lincoln pada pertengahan abad ke-19. Belakangan ini perjuangan untuk menjaga pohon-pohon pusaka itu semakin gencar dengan penggalangan dana. Bukan hanya di AS, tapi juga di Inggris melalui National Trust, dan di Singapura melalui program Tree Heritage.
Pejuang-pejuang lingkungan di Inggris, juga menggerakkan partisipasi untuk melakukan berbagai cara agar pohon-pohon berumur lebih dari 300 tahun dapat terjaga. Di antaranya pengamanan wilayah tumbuh pohon hingga radius 50 m dari batang.
Hal serupa dapat kita lihat juga pada pohon-pohon kepuh Sterculia foetida yang ada di kuburan tua. Pohon randu alas raksasa, termasuk dua di antaranya yang tumbuh perkasa di depan makam Sultan Agung, di Imogiri. Menurut pengamatan saya, barangkali itulah pohon bunga terbesar dan terindah di seluruh Pulau Jawa. Tingginya lebih dari 35 m, dengan batang sekitar 6 pelukan lelaki dewasa, menjulang di tepi jurang. Pada Agustus, di puncak musim kemarau, seluruh daunnya gugur, dan hanya penuh bunga oranye, merah merona.
Tantangannya sekarang: apakah pohon-pohon itu sudah dilindungi undang-undang? Berapa banyak pohon tua yang ditebang demi sepetak lapangan parkir, pom bensin, atau sebuah bangunan? Sekadar info, sejak 1940 Dinas Kehutanan AS telah mendokumentasikan spesies pohon besar yang dilindungi. Pada 2004—2005 bahkan mengeluarkan daft ar pohon-pohon tua yang dilindungi. Di Inggris terbentuk Forum Pohon Tua (Ancient Tree Forum) sejak 1993, dan kini bekerja sama dengan lebih dari 12 negara, termasuk Denmark, Swedia, Rumania, dan Estonia.
Dari kenari ke nagasari
Di berbagai negara, telah lama terbentuk forum dan dewan yang mengurusi pohon sebagai warisan alam dan budaya. Di AS, gerakan kepanduan atau pramuka bahkan terkait sebagai Dewan Pohon Cemara (Pine Tree Council). Kegiatannya memupuk kecintaan masyarakat kepada pohon di berbagai negara bagian. Di Irlandia ada Dewan Pohon yang menarik iuran antara 35 hingga 50 euro setiap tahun, dan secara rutin mengadakan Pekan Pohon Nasional.
Hal serupa, mestinya dapat dilakukan di Indonesia, teristimewa di seputar Hari Lingkungan Hidup, sepanjang Juni. Bukan hanya korban bencana alam yang harus disumbang, tapi juga Dompet Pohon Indonesia! Ini perlu sebagai kegiatan fi lantropi (amal jariah) untuk menyelamatkan pohon-pohon terancam. Contoh pelestarian canarium avenue, atau jalan rindang pohon kenari di jalan-jalan tua maupun Kebun Raya Bogor, Jawa Barat.
Tahukah Anda pohon-pohon dengan banir (lempengan akar besar) itu telah ditanam sejak 1835? Kita perlu berterima kasih atas oksigen, cadangan air, peran sosial dan budaya yang mereka berikan selama 170 tahun ini. Itulah jasa pohon kenari, yang populer asli Indonesia dengan nama Canarium commune alias Canarium indicum!
Ada juga pohon jati Tectona grandis yang menghidupi berbagai kota dan berjuta tukang kayu, pesanggem (petani hutan), dan melahirkan seniman ukir. Kalau tak ada kayu jati, bagaimana kota Jepara bisa berkembang? Namun, bagaimana tanggung-jawab lingkungan kilang penggergajian, toko meubel, dan konsumen kayu jati, merbau, meranti, mahoni, sengon, dan seterusnya? Sudah waktunya dipikirkan dan diwujudkan dalam tindakan yang lebih nyata.
Anak-anak Indonesia perlu didorong agar memilih dan melindungi pohonpohon kesayangannya. Sejak kecil, misalnya, saya sayang dan berkampanye untuk membela pohon sawo. Maklum saja, di bawah pohon sawo, pada suatu malam di musim hujan, ibu telah melahirkan saya.
Berita tentang terobosan buah leci dari pohon cangkokan yang dapat dipanen dalam usia 6 atau 8 tahun, hendaknya tidak membuat kesabaran kita menurun. Dalam banyak literatur, pohonnya baru dewasa setelah berumur 40 sampai 50 tahun. Namun, seperti halnya pohon keben Barringtonia asiatica, simbol perdamaian Indonesia, leci dapat hidup 500 hingga 600 tahun.
Satu hal yang hanya dapat dilakukan pohon, adalah menjembatani manusia dengan sejarah, dan memberikan perspektif waktu. Itulah yang pernah dilakukan oleh seorang walikota di Purwokerto, Jawa Tengah, ketika bertekad menghijaukan jalan-jalan protokol dengan nagasari. Jangan lupa, pohon klasik yang telah disebut dalam Kakawin Ramayana itu termasuk tumbuh lamban, tetapi bisa sangat tua.
Sekarang, pohon nagasari Mesua ferrea yang bunganya berkhasiat sebagai obat, sudah langka ditanam. Namun, kita masih dapat membeli bibitnya di kebun raya, dan melihat pohon-pohon dewasa di dalam pura, situs-situs bersejarah, makam Imogiri, Yogyakarta; dan di pemandian dari abad XI, Jalatunda, di lereng Gunung Penanggungan, Jawa Timur.
Berbagai legenda menyebutkan nenek moyang kita mencintai bermacam pohon, terutama buah-buahan. Kita juga telah terbiasa melihat durian, mangga, manggis, dan sawo terukir indah pada dinding Candi Prambanan yang dibangun dari abad ke- 7 hingga 9. Tinggal sekarang tugas kita merawat, mengembangkan, dan menjaga agar pohon buah-buahan itu terus berlanjut hingga sekian ribu tahun mendatang. *** *)Eka Budianta, sastrawan, konsultan pembangunan, kolumnis TRUBUS, dan pencinta lingkungan.