PT Industri Jamu Borobudur berkiprah menghasilkan produk berkualitas dan berkhasiat selama 36 tahun.

Indonesia salah satu negara tropis yang kaya tanaman berkhasiat. Menurut peneliti di Pusat Studi Obat dan Bahan Alam Universitas Indonesia, Prof Dr Sumali Wiryowidagdo Apt, di Indonesia tercatat lebih dari 30.000 jenis tanaman berkhasiat. Namun, dari jumlah itu baru 8.000 jenis tanaman obat yang terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan mendapat sertifikasi sebagai jamu.

Potensi kekayaan tanaman berkhasiat itulah yang mendorong Rachmat Sarwono menekuni industri herbal dengan mendirikan PT Industri Jamu Borobudur di Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah. “Jamu adalah warisan Indonesia yang harus dilestarikan. Kakek saya memberikan nasihat bahwa seorang pemimpin harus bisa memberikan solusi dan mengajarkan sesuatu dengan akal sehat,” ujar Rachmat.
Impian besar
Rachmat mulai memproduksi herbal dalam bentuk pil pada 29 April 1979. “Ketika itu masih berupa industri rumahan dengan jumlah karyawan hanya 4 orang,” tuturnya mengenang peristiwa 36 tahun silam. Meski berawal dari usaha skala kecil, Rachmat memiliki impian besar, yakni produknya mendunia. Itulah sebabnya ia memilih nama Borobudur sebagai nama perusahaannya.

“Borobudur candi terbesar di Indonesia dan merupakan salah satu keajaiban dunia di Jawa Tengah. Nama Borobudur menjadi imaji untuk menunjukkan bahwa produk kami adalah asli dari Jawa Tengah, Indonesia,” tutur Rahmat yang kini menjabat direktur PT Industri Jamu Borobudur. Usaha produksi herbal milik Rachmat terus berkembang. Seiring dengan tren kembali ke alam, permintaan produk herbal di tanahair semakin meningkat.
Pada 1989 PT Industri Jamu Borobudur mulai mengembangkan jenis sediaan dalam bentuk kapsul. Hingga kini PT Industri Jamu Borobudur merupakan produsen jamu terbesar dalam bentuk sediaan berupa kapsul di Indonesia. Dalam kurun 1981—1996, PT Industri Jamu Borobudur memproduksi aneka herbal dalam bentuk sediaan lain, seperti tablet, krim, cairan obat luar, dan seduhan.

PT Industri Jamu Borobudur hingga kini menghasilkan 194 produk herbal. Menurut Rachmat seluruh produk itu ditujukan untuk pasar kalangan menengah ke bawah. “Dari seluruh target pasar itu 70% di antaranya adalah wanita,” ujarnya. Untuk kaum hawa Jamu Borobudur memproduksi herbal pelangsing. Sementara untuk para pria, perusahaan yang berkantor pusat di Jalan Madukoro, Kota Semarang, itu memproduksi herbal untuk meningkatkan stamina.
Strategi pemasaran
Jamu Borobudur juga memproduksi herbal sebagai sumber antioksidan, kesehatan ginjal, kesehatan hati, pereda rasa sakit, dan kesehatan sistem pencernaan. Dari seluruh produk itu 8 produk di antaranya merupakan obat herbal terstandar. Dalam hierarki obat tradisional, terdapat jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu “naik kelas” menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandardisasi.

Selain itu obat herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas (keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan), dan teratogenik (keamanan terhadap janin). Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Salah satu produk Jamu Borobudur yang kini berupa obat herbal terstandar merek Mastin, kapsul ekstrak kulit manggis yang populer sebagai suplemen kesehatan karena mengandung antioksidan tinggi.
Untuk mengembangkan perusahaannya, Rachmat berpedoman pada strategi pemasaran 5P, yakni product, price, place, promotion, dan personal. Berkaitan dengan produk, Rachmat bertekad menghasilkan produk berkualitas dan berkhasiat. Selain itu ia juga menggunakan bahan baku herbal yang 90% di antaranya merupakan bahan asli Indonesia. Setiap bulan Jamu Borobudur mengolah 75 ton bahan rempah untuk bahan baku semua produk.
“Boleh dibilang Jamu Borobudur adalah terdepan dalam pemanfaatan bahan alam asli Indonesia, terutama untuk produk tunggal atau single ingredient. Kami paling komplet,” tuturnya.
Untuk meningkatkan kualitas produk dan menyediakan bahan baku obat herbal berkualitas terbaik, maka pada 2003 PT Industri Jamu Borobudur mendirikan unit ekstraksi modern, yaitu Borobudur Extraction Center (BEC). Unit produksi itu menggunakan teknologi modern buatan Jerman yang berstandar Eropa untuk menghasilkan ekstrak kental dan ekstrak kering.
Peralatan mutakhir

BEC mulai beroperasi pada 2005. Berkat teknologi itu pada tahun yang sama PT Industri Jamu Borobudur memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 (Quality Management System). Teknologi itu menggunakan 3 tahapan dalam proses ekstraksi, yaitu perkolasi, evaporasi, dan drying atau pengeringan. Perkolasi untuk mengambil sari atau kandungan bahan aktif dari bahan baku rempah menggunakan pelarut yang sesuai.
Hasil perkolasi berupa ekstrak cair. Proses itu berlangsung secara berkesinambungan sehingga menjamin kandungan bahan aktifnya optimal. Setelah proses perkolasi dilanjutkan dengan proses evaporasi untuk menguapkan pelarut dan mengentalkan ekstrak cair menjadi ekstrak kental. Proses evaporasi berlangsung dua tahap sehingga lebih efisien dan prosesnya lebih cepat.

Ekstrak kental hasil evaporasi selanjutnya dikeringkan dalam mesin vacuum belt dryer (VBD) sehingga menghasilkan ekstrak kering. Ekstrak kering itu nantinya diproses menjadi berbagai bentuk sediaan obat tradisional seperti kapsul dan tablet. Pada 2010, ekstrak kering dan ekstrak kental produksi BEC memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dari BPOM sehingga menjamin kualitas dan higienitas produk.
Pada 2012 Borobudur Extraction Center menambah mesin baru, yaitu mesin high concentrator dan liquid-liquid extraction. Pada tahun yang sama Jamu Borobudur “naik kelas” dengan memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2008 dan memperoleh sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk sediaan ekstrak kering.
Dengan berbagai teknologi itu kini Jamu Borobudur dapat memproduksi herbal yang terstandardisasi bahan aktifnya. Misalnya Tongli Gold. Herbal untuk stamina pria itu mengandung ekstrak pasak bumi dengan kandungan bahan aktif eurycomanon 1,1 %. Contoh lain adalah Mastin. Suplemen kesehatan kaya antioksidan itu mengandung ekstrak kulit manggis dengan kandungan alfamangosteen 25,0%.
Saat ini Borobudur Extraction Center memproduksi lebih dari 50 jenis ekstrak herbal. Selain untuk memenuhi kebutuhan internal, banyak perusahaan farmasi atau obat tradisional lain yang menggunakan ekstrak produksi BEC, seperti PT Tempo Tbk (Indonesia), Asia Botanicals (Malaysia), Beauty Nation (Singapura), dan Biotranziit, Ltd (Belarus).
Untuk menjamin kualitas masing–masing produk agar sesuai dengan standar farmasi, PT Industri Jamu Borobudur juga memiliki fasilitas laboratorium quality control (QC) atau kendali mutu yang dilengkapi peralatan canggih dan modern, seperti alat uji high performance liquid chromatography (HPLC), spektrofotometer UV-Vis, TLC densitometer, photostability chamber, laminar air flow, alat uji kekerasan tablet, dan viskometer.

Perlengkapan lain untuk menunjang mutu produk adalah autoclave, alat uji kelembapan, mikroskop, dan disintegration tester. Bagian QC juga dilengkapi laboratorium mikrobiologi. Fasilitas itu untuk menjamin semua produk, termasuk bahan mentah dan bahan jadi, melalui proses uji kendali mutu. Dengan demikian konsumen Jamu Borobudur pun terjamin aman secara mikrobiologis.
Harga bersaing
Huruf P yang kedua adalah price atau harga. Meski dalam proses produksi menggunakan teknologi canggih, Rachmat berupaya memproduksi produk-produk dengan harga yang bersaing di pasaran tanpa mengurangi mutu produk. Adapun P yang ketiga adalah place atau tempat memasarkan produk. PT Industri Jamu Borobudur memasarkan produk ke seluruh Indonesia secara merata, baik di wilayah Pulau Jawa atau di luar Pulau Jawa.
Perusahaan juga berupaya memasarkan produk dari kota sampai pedesaan, termasuk ke pelayanan kesehatan, dan berbagai negara yang masyarakatnya banyak menggunakan herbal. Jamu Borobudur kini juga mengisi pasar di beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Nigeria, Swiss, Rusia, Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Selandia Baru, Jepang, dan Tiongkok.

“Saat ini pasar ekspor baru 20%. Pada 2020 kami menargetkan pasar ekspor hingga 40%,” tutur Rachmat. Huruf P yang keempat adalah promotion. Pada 2014 Jamu Borobudur melakukan promosi besar-besaran dengan beriklan di televisi dan media massa lain, serta mengikuti pameran hingga ke luar negeri untuk memperkenalkan produknya. Rachmat juga menjalin kerja sama dengan lembaga pelayanan kesehatan dan perusahaan-perusahaan lain, seperti kerja sama penggunaan label privat dan formulasi herbal sesuai keinginan perusahaan mitra. Ia juga membuka kantor cabang di luar negeri, yaitu di Kualalumpur, Malaysia, untuk mendongkrak pasar di sana.
Rachmat menuturkan P yang kelima tak kalah penting, yaitu personal atau sumber daya manusia. “Kami berupaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga dapat menghasilkan produk yang bermutu dan berkhasiat agar hari demi hari lebih baik,” ujarnya. Dengan demikian PT Industri Jamu Borobudur makin terdepan dalam industri herbal. (Imam Wiguna)