Asam jawa dan terung dayak memang berbeda bentuk, tetapi sama rasa dan sama fungsi.
Ketika segar sosok terung dayak amat cantik dengan warna kuning cerah. Mirip persimon jepang atau paprika kuning di gerai pasar modern. Meski tampak menarik, jangan coba-coba mencicip buah berbentuk bulat itu sebelum dimasak. Maklum, rasa masamnya sangat kuat sehingga menjadi pemberi citarasa pada sup ayam, pindang patin, atau sayur asam di kalangan masyarakat Dayak dan Banjar.
Itulah terung dayak Solanum ferox yang Trubus lihat di Pasar Astambul, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Johan Amir, sang pedagang menyortir buah yang baru datang dari Riamkanan, wilayah subur di kaki Pegunungan Meratus. Ia memilih buah dari keranjang, memasukkan ke karung, lalu menaikkan ke bak truk. Johan mengirim penyedap rasa itu ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Setiap pekan, Johan mengirim 300 kg terung dayak dari Kalimantan Selatan ke Kalimantan Tengah. Maklum, “Rasa sup orang Dayak terasa kurang sedap tanpa terung dayak,” tutur Johan. Di pasar sentra sayuran itu Johan membeli terung asam-nama lain terung dayak-dalam partai besar seharga Rp7.500 per kg. Ia lantas menjual partai dan eceran ke provinsi tetangga seharga Rp10.000-Rp15.000.
Mulai langka
Untuk membuat pindang patin, ibu-ibu rumah tangga tinggal membelah terung asam berukuran kecil menjadi 4 bagian, lalu mencemplungkan pada sup atau pindang. Sementara yang besar, mereka biasanya mengiris-iris. Menurut Melly Oktaviana, penikmat kuliner Indonesia yang tinggal di Malaysia, masakan ikan, udang, cumi-cumi, dan ayam terasa lebih nikmat dengan terung asam. Itu lantaran terung asam mampu mengurangi bau anyir, menambah rasa masam, dan memberi citarasa gurih.
Bandingkan dengan asam jawa Tamarindus indica, pemberi citarasa masam pada berbagai menu kuliner di luar Kalimantan. Terung asam jugalah yang membedakan pindang patin Kalimantan Selatan dengan pindang patin Sumatera Selatan. Yang disebut terakhir umumnya menggunakan nanas untuk menambah citarasa masam.
Penampilan terung pasai-sebutan terung dayak di Brunei Darussalam-memang eksotis. “Sosoknya bisa sampai sebesar bola takraw dengan warna kuning solid,” kata Dr Mukhlis, peneliti di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Berbeda dengan terung ungu yang bentuknya memanjang atau terung bulat untuk lalapan yang hanya setara bola pingpong. Bobot rata-rata terung dayak 300 g.
Lantaran sosoknya itu banyak yang keliru menyangka terung iban-julukannya di Sarawak, Malaysia-itu tomat besar atau buah segar lainnya. Saat Trubus mencoba mencicip buah segar yang terbelah, rasa masam dari kumpulan biji menyergap lidah. Mirip jeruk muda yang kecut. Sementara daging buah masam agak pahit. “Kebanyakan masyarakat Banjar malah tak tahu rasa buah segar. Mereka hanya tahu setelah menjadi hidangan kuliner,” kata Mukhlis.
Kebutuhan tinggi untuk penyedap rasa berkebalikan dengan kondisi di hulu. Terung asam kian langka lantaran tidak ada yang serius membudidayakan dalam skala luas. Kebanyakan cuma tumbuh di tepi jalan, pekarangan rumah, atau di pematang sawah. Pekebun enggan menanam luas karena produksi terbatas. Menurut Halimah, pemasok terung asam di Pasar Astambul, pohon setinggi 0,5-1 m berumur 4 bulan hanya menghasilkan 5-10 buah atau setara 2-3 kg. “Saat pasokan langka di seisi pasar ini paling hanya ada 200 buah yang tersedia,” kata Halimah.
Kulit mundar
Buah langka nan eksotis penyedap rasa yang lain ialah mundar Garcinia forbesii. Bedanya bukan daging buahnya yang dimanfaatkan, tapi kulit buah. Ibu-ibu memisahkan kulit dari daging buah, mengiris kecil-kecil, lalu mengeringkan. Kulit kering kerabat manggis itu yang dicemplungkan pada aneka masakan seperti sup, pindang, atau sambal. Mundar alias manggis hutan memang unik. Citarasa manis asam menyegarkan bukan hanya lahir dari daging buah, tapi juga kulit buah.
Daging buah tidak dijadikan penyedap karena berkadar air tinggi. “Masyarakat Dayak lalu memanfaatkan kulit yang lebih padat. Ia diawetkan dengan dikeringkan,” kata Mawardi, SP MSc, peneliti di Balittra. Cara serupa populer dilakukan masyarakat Brunei Darussalam untuk melezatkan masakan. Kulit buah mundar menyedapkan rasa karena mengandung asam sitrat, asam tartat, dan asam asetat. Ketiganya juga terdapat pada penyedap masakan modern.
Suku Dayak juga memanfaatkan asam gelugur sebagai penyedap masakan. Buah yang bentuknya berjuring-juring dan berukuran mini itu rasanya masam. Buah muda berwarna hijau. Sementara buah tua kuning kemerahan. Bedanya Garcinia atroviridis itu dapat digunakan segar maupun kering. Buah segar dihancurkan lalu dicampurkan dalam sambal atau sup. Sementara potongan kulit buah kering untuk masakan berkuah.
Menurut Syamsul Asinar Radjam SP, praktikus pertanian asal Sumatera Selatan, sejatinya buah penyedap ala Masyarakat Dayak dan Banjar itu juga digunakan masyarakat Sumatera pada masa lampau. Namun, jumlah tanaman yang kian terbatas membuat resep leluhur itu tergusur penyedap masakan modern. (Ridha YK, kontributor Trubus di Kalimantan Selatan)
Keterangan Foto :
- Terung asam, menambah citarasa masam, mengurangi aroma anyir, dan menciptakan rasa gurih pada masakan
- Terung asam ditanam di tepi jalan atau pekarangan
- Terung asam mulai langka. Komoditas itu kadang muncul di pasar tradisional di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah
- Mundar, kulitnya dikeringkan dan dijadikan penyedap masakan oleh masyarakat Dayak di Kalimantan dan masyarakat Brunei Darussalam
- Asam gelugur, buah segar atau kering dapat menjadi penyedap masakan pengganti asam Tamarindus indica dan penyedap lainnya