Namun, tak sampai 3 tahun, ia merasakan benjolan serupa muncul di punggung kanan. Lantaran benjolan terus membesar dan menyebar, dokter menyarankan untuk segera operasi kembali. Anjuran itu ditolak karena biaya yang dibutuhkan mahal. Lagipula ia enggan menjalani kemoterapi dan radiasi yang berefek samping buruk.
Kejadian yang dialami pasien itu bukan hanya sekali dua terjadi. Menurut penelitian, kasus seperti itu menimpa lebih dari 50% penderita kanker. Bibit-bibit kanker yang tidak terdeteksi pada kasus pertama, melepaskan diri dari tumor induk. Ia berpindah ke organ lain yang jauh letaknya dan membentuk anak sebar alias metastasis. Pada kasus kanker payudara, metastasis menyebar melalui getah bening di sekeliling payudara. Ia lantas berpindah ke payudara kedua atau ke ketiak.
Ketika itu terjadi, kerapkali akibatnya lebih fatal. Ketidakmampuan para ahli onkologi mengobati anak-anak sebar itu menyebabkan angka kesembuhan—bahkan untuk tumor biasa sekalipun—rendah. Pasien kanker payudara, usus besar, atau jenis lainnya menyerah bukan pada tumor utama. Melainkan pada anak-anak sebar di bagian-bagian tubuh lain. Tak heran bila Dr Lance A Liotta, kepala laboratorium National Cancer Institute, Amerika Serikat, menyebutkan metastasis-lah penyebab kematian pasien kanker.
Lebih resisten
Para ahli memperkirakan sepertiga pasien kanker memiliki metastasis yang jelas, terdeteksi oleh pemeriksaan fi sik dan tes radiologi dalam diagnosis awal. Dua pertiga lagi kelihatannya tidak memiliki anak sebar. Namun, Dr Liotta mengingatkan sebenarnya 50% dari kelompok 2/3 itu memiliki anak sebar mikrokospik yang tak terdeteksi dan tersebar di seluruh tubuh. Anak sebar itu terlalu kecil untuk dideteksi oleh metoda yang kini digunakan.
Pada saat mikrometastasis itu tumbuh menjadi tumor yang terdeteksi, mereka seringkali kebal terhadap kemoterapi. Metastasis juga jauh lebih resisten pada obat yang dipakai dalam kemoterapi dibanding induk mereka. Pola makan dan pola hidup kurang sehat diduga salah satu pemicu mengganasnya anak sebar.
Sebuah survei dilakukan pada pasien kanker payudara yang menjalani pembedahan. Berdasarkan foto sinar-X dan biopsi mereka tidak memiliki tandatanda kanker yang telah menyebar. Hasil mengejutkan terjadi kemudian. Tigapuluh dari total pasien meninggal karena metastasis dalam selang waktu 6 bulan sampai 2 tahun.
Berita menyedihkan itu akhirnya menjadi salah satu pertimbangan National Cancer Institute untuk merekomendasikan kemoterapi bagi wanita penderita kanker payudara. Itu tetap dilakukan meski 70% dari mereka yang disurvei tidak memerlukan terapi itu. Pun bahwa pengobatan itu berefek samping buruk dan tidak menyembuhkan.
Tindakan itu diamini oleh Dr Gert Reithmueller, ahli imunologi tumor Universitas Munich. Menurutnya 100% wanita penderita kanker payudara perlu diberikan pengobatan toksik karena belum diketahui siapa yang memiliki anak-anak sebar mikrokospik.
Dari satu sel
Penelitian Dr Isaiah J Fidler, kepala Departemen Biologi Sel MD Anderson Cancer Center University of Texas, selama dasawarsa terakhir membuktikan, setiap tumor metastasis berasal dari satu sel kanker yang bandel. Ada yang menyebutkan sel itu memerlukan 5—10 tahun untuk tumbuh menjadi metastasis yang dapat dideteksi. Menurut pengalaman saya, pada kenyataannya hanya selang beberapa bulan sejak anak sebar itu singgah, si penderita sudah tak dapat ditolong lagi. Hasil itu mengecilkan hati mengingat setiap hari tumor ganas mengirim jutaan sel kanker ke dalam sistem peredaran darah.
Itu seakan memberikan pintu lolos dari deteksi—saat dilakukan dengan sinar X—karena metastatis terkadang samar bahkan sama dengan cairan tubuh. Akibatnya dengan sangat leluasa anak sebar itu merembes pada bagian tubuh yang dianggap “wilayah” subur untuk pertumbuhan kanker. Yang menjadi masalah tak kalah pelik, agresivitas metastasis berpindah-pindah ke organ lain terlampau kuat.
Untung saja jumlah sel kanker yang memiliki kemampuan biokimia untuk membentuk benih tumor anak sebar sangat rendah. Dr Fidler memperkirakan kurang dari 0,1% sel kanker memiliki kemampuan itu. Sel itu harus mengatasi banyak rintangan. Masuk ke dalam peredaran darah, bertahan dari trauma terbantingbanting selama perjalanan. Lalu keluar dari pembuluh darah dan masuk ke suatu organ. Sel itu pun harus menghindari sistem pertahanan tubuh pasien yang dapat menghancurkannya.