Trubus.id—Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengumumkan data kasus konformasi Monkeypox (Mpox) di Indonesia hingga Sabtu 17 Agustus 2024 sejumlah 88 kasus konfirmasi Mpox.
Seiring dengan peningkatan kasus itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk wabah Mpox.
Menurut Dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga Dr. Kurnia Dwi Artanti dr. M.Sc, PHEIC merupakan status yang menunjukkan tingkat keparahan situasi global. Ia menuturkan WHO menetapkan status itu, karena melihat persebaran penyakit yang semakin meluas.
“Ada beberapa kriteria yang dipertimbangkan, seperti penilaian risiko global yang jika tidak segera diantisipasi, dapat menyebabkan penyebaran yang lebih luas. Selain itu, respons dan dukungan dari negara-negara anggota WHO juga menjadi faktor penting dalam mengendalikan penyebaran penyakit ini,” ujar Kurnia dilansir dari laman UNAIR.
Lebih lanjut Kurnia menjelaskan di Indonesia virus Mpox yang terdeteksi termasuk dalam varian IIb. Menurut Kurnia virus varian tersebut dapat menyebar antarmanusia melalui kontak langsung cairan tubuh atau lesi.
Menurut Kurnia pola penyebaran Mpox menunjukkan gejala yang mirip dengan cacar biasa. “Gejala khas Mpox itu meliputi demam tinggi, ruam kulit yang khas, dan pembengkakan kelenjar getah bening,” ujar Kurnia.
Umumnya ruam yang muncul melalui wajah lalu menyebar ke seluruh tubuh. Namun, perlu pemeriksaan spesifik untuk memastikan infeksi Mpox. Musababnya virus ini bersifat self-limited. “Artinya dapat sembuh dengan sendirinya jika sistem imun tubuh baik, ” jelas Kurnia.
Menurut Kurnia upaya pencegahan transmisi virus Mpox yakni dengan meningkatkan kesadaran diri masyarakat dan isolasi bagi individu yang terinfeksi.
Ia menuturkan bahwa pencegahan penularan Mpox sangat bergantung pada kebersihan diri. Misalnya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah beraktivitas di tempat umum serta menggunakan masker.
Hal itu dapat menjadi benteng pertahanan. “Selain itu, WHO dan CDC merekomendasikan pemberian vaksin diprioritaskan terutama pada petugas laboratorium, tenaga kesehatan di RS rujukan dan populasi berisiko,” ujar Kurnia.