Anggrek spesies endemik Sumatera itu menitiskan warna ungu tua dan tangkai pendek pada tubuh leopard prince. Siapa sangka sumber P.violacea itu ada di kebun anggrek Prof Dr Sri Soedewi di Bumi Seujung Jambi Sembilan Lurah.
Titisan darah P. violacea tidak hanya menurun pada leopard prince semata. Beberapa phalaenopsis terkenal di dunia juga lahir dengan memanfaatkan P. violacea sebagai induk. Sebut saja princess kaiulani, san shia crystal, dan penang girls. Princes kaiulani buah karya penyilang Oscar Kircsh asal Jerman misalnya hadir setelah menyilangkan P. violacea dengan P. amboinense. Atau penang girls hasil silangan Ooi Leng Sun Orchid Nursery yang didapat dari jatuhnya serbuk sari P. vinosa di atas kepala putik P. violacea.
Menurut Ahmad Dalil dari Dinas Pertanian Jambi, P. violacea di Kebun Anggrek Prof Dr Sri Soedewi itu sudah menjadi maskot anggrek Provinsi Jambi. “Jenis ini endemik dan banyak dicari. Di Jambi, habitat aslinya berada di Taman Nasional Bukit Duabelas di Kabupaten Sarolangun, Bangko.”
Maskot Jambi itu pun diburu beberapa penangkar anggrek di Jawa untuk dipakai sebagai induk. Maklum anggrek bertipe stauroglotis alias berlidah tipis itu berpotensi menghasilkan silangan baru yang bertangkai pendek dan bercorak bunga ungu.
Mirip Pentagon
P. violacea hanya salah satu dari seluruh koleksi anggrek spesies yang ada di sana. Kebun yang disinggahi Trubus akhir Agustus 2005 itu masih menyimpan koleksi anggrek spesies lain. Sejak diresmikan 4 April 1984 oleh alm. Tien Soeharto, sekitar 154 anggrek spesies – 60% di antaranya dieksplorasi dari Taman Nasional Bukit Duabelas dan Taman Nasional Kerinci Seblat – itu sudah dikoleksi. Beberapa termasuk jenis langka, seperti Coelogyne rochussenii, C. pandurata, Calanthe triplicata, C. fl ava, dan Renanthera matutina. Yang lain seperti Dendrobium crumentaum, Pholidota articulata, Diplocaulobium tipula, Eria sp, dan Spathoglotis plicata.
Sayang koleksi di areal seluas 2,5 ha itu kini berkurang jumlahnya. Hingga akhir 1990-an, total koleksi yang ada mencapai 125 jenis. Jumlah itu menurun drastis menginjak awal 2000. “Karena ada angin ribut pada 2001, salah satu bangunan anggrek spesies roboh. Yang tersisa hanya 50 jenis,” papar Ahmad.
Jenis-jenis yang selamat itu kini dipelihara di sebuah rumah segi lima mirip kantor pusat militer Amerika Serikat, Pentagon. Bagian atas bangunan seluas 80 m2 itu ditutupi bambu dan net. Dinding atas rumah yang berjarak 1 m dari atas tanah seluruhnya diberi tirai kawat ram. Uniknya bangunan itu dibangun di atas rawa berkedalaman 0,5 m untuk menjaga kelembapan. Sebagian anggrek ditaruh di atas dak kayu setebal 5 cm.
Sisanya diletakkan di meja-meja setinggi 1 m dari dak kayu.
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan pada anggrek-anggrek spesies itu. Yang rutin dilakukan hanya penyiraman dan memperbaharui media tanam, sabut kelapa, jika diperlukan. “Kalau tanaman mulai agak mengering, kita segera pindah ke media baru,” ujar Ahmad. Meski demikian menurut lulusan Sekolah Pertanian Menengah Atas itu yang mutlak diperlukan kondisi lembap. Jika kondisi itu tercapai sebagian besar anggrek spesies akan berbunga.
Hibrid lain
Kebun anggrek itu sejak beberapa tahun terakhir ini sukses memperbanyak anggrek spesies. Selain P. violacea, 4 jenis anggrek lain seperti Cymbidium sp, Calanthe veratrifoka, Spathoglotis pucata dan Coelogyne rochusennii berhasil diproduksi dengan kultur jaringan.
Di luar anggrek spesies, mereka memiliki anggrek lain, seperti anggrek tanah, cattleya, dan dendrobium. Anggrek tanah contohnya, sekitar 6 jenis yang dikoleksi. Mereka, antara lain panda, james story, dan ketapbraga. Anggrek-anggrek itu ditanam menurut jenis di 4 – 6 petak semen berukuran 1 m x 10 m. Semua tumbuh di atas media sabut kelapa.
Menurut Ahmad Dalil yang paling banyak disilangkan adalah dendrobium. “Lebih mudah disilangkan dan hasil silangannya lebih beragam dari corak bunga. Banyak pengunjung di sekitar sini yang suka membeli hasil silangan kami,” ujarnya. Penyilangan-penyilangan itu kini terus dilakukan seiring program Dinas Pertanian dan Pangan setempat untuk memasyarakatkan anggrek di Bumi Seujung Jambi Sembilan Lurah itu. (Dian Adijaya S)