Lalu bayangkanlah ini. Sebuah mangga berukuran kira-kira sebesar 2 jempol tangan disatukan— mengingatkan pada mangga kesturi dari Kalimantan. Warna kulit pun kurang menarik. Namun, sobeklah ujungnya. Kemudian seruput daging buah yang juicy. Hm…, rasanya yang manis bakal membuat ketagihan. Daging tandas hanya menyisakan biji yang kempes.
Saat masih bergelayutan di pohon, okrong—nama mangga itu—pun tampil menarik. Belasan buah berukuran kecil bergerombol membentuk dompolan di ujung-ujung dahan. Pohon yang dipertahankan setinggi 2 m jadi semarak lantaran disarati buah.
Mangga cinta
Cempedak tanpa biji dan mangga mungil itu dipetik dari sebuah kebun di Desa Kubang, Kecamatan Sukaresmi, Cianjur. Sang empunya memboyong bibit Artocarpus champeden dari negeri jiran, Malaysia. Sementara okrong— dengan mudah ditilik dari namanya—asal Thailand.
Keduanya cuma segelintir dari koleksi buah-buahan di lahan seluas 12 ha itu. Di areal dengan kontur berbukit-bukit itu Trubus melihat deretan Mangifera indica lain di dekat rumah peristirahatan. Sebut saja irwin asal Australia yang memamerkan buah berwarna ungu—saat mengkal—dan merah—tanda siap dipetik. Aromanya harum menyegarkan.
Lalu ada ching ma wang dari Taiwan yang jumbo berbobot di atas 1 kg. Mangga love dari Thailand juga tak kalah menarik. Bentuknya bulat seperti mangga apel, tapi besar-besar. Yang unik, di bagian pangkal mangga cinta itu terdapat lekukan— maaf—seperti pantat. Warnanya cantik, merah muda.
Di dekat situ juga berderet mangga lain asal negeri Siam: nam dok mai, cokanan, khioe sawoi, pandan, dan new mango. Yang terakhir disebut konon perbaikan dari nam dok mai dengan ukuran buah lebih besar. Sementara mangga pandan berdaging buah hijau muda dan harum seperti pandan. Total jenderal terdapat 1.000 pohon anggota famili Anacardiaceae terdiri atas 26 jenis.
Semua rajin berbuah dan rasanya enak-enak, malah arumanis tak putus berproduksi. Padahal, kebun terletak di ketinggian 600 m dpl. Lazimnya mangga cocok di dataran rendah yang panas. Rupanya perbedaan suhu ekstrim pada siang dan malam menjadi kunci. Di pagi hingga menjelang petang, angin panas seperti di Jakarta berembus dari Waduk Cirata—sekitar 4 km dari kebun. Sementara di malam hari, udara dingin menggigit.
Udang merah
Terletak agak ke bawah dari bukit mangga itu, tampak beton-beton berbentuk segiempat setinggi 2 m. Setiap sisi beton dirambati 1 batang keluarga kaktuskaktusan itu hingga ke puncak. Dari puncak, sulur-sulur dragon fruit menjuntai diberati buah. Buah naga berkulit merah itu gemuk-gemuk dan padat. Bunga dan buah kecil bermunculan di sulur-sulur lain.
Selepas rumah penjaga, muncullah deretan lengkeng diamond river dan pingpong setinggi 2—3 m. Beberapa pohon yang sedang berbuah lebat dikerudungi jaring berwarna hitam untuk menghindari serbuan codot. Sejak umur 1 tahun, Nephelium longan yang dibawa dari Thailand dan Malaysia pada 2000 itu tak putus berbuah. Puluhan polibag berisi bibit itoh dipersiapkan di greenhouse pembibitan.
Kebun “berlapis” rumput itu pun diisi beragam jenis durian. Selain monthong, kebanyakan raja buah berasal dari Malaysia. Ada MDUR 88–andalan negeri kerajaan itu, raja kunyit yang berdaging kuning, dan xo yang mirip hepe. Jenis lain anghe alias udang merah, durian unggul asal Penang yang terkenal paling mahal dan enak. Durio zibethinus lain yang mirip itu ialah D168 asal Johor.
H a r a p m a f h u m bila kebun didominasi tanaman introduksi. S a n g e m p u n y a kebun memang gemar mengoleksi beragam jenis buah mancanegara. Toh, pria yang banyak menghabiskan masa kecil dan remajanya di Singapura dan Inggris itu tidak melupakan buah-buah lokal. Sejumlah 37 pohon manggis asal Bogor berumur 6 tahun sedang berbuah saat Trubus berkunjung pada akhir Januari. Garcinia mangostana itu sudah 2 musim dipetik meski ditanam dari biji.
Bongkar tanah
Malah pada awalnya kebun melulu ditanami durian lokal. Sebut saja sunan, matahari, sukun, hepe, ajimah, soekarno, dan sitokong. Maklum si pemilik kebun mania kadu-kadu unggul itu. Namun apa daya, niat memanen buah dari pohon sendiri urung terjadi. Tigaratus limapuluh pohon anggota famili Bombaceae yang ditanam sejak 1998 itu memang berbuah. “Tapi semua anyep,” keluh ayah 1 anak itu.
Tanaman pun tumbuh merana. Daun menguning, lalu meranggas, dan cabang terlihat ringkih. Demi menyelamatkan sang raja buah, pengusaha otomotif itu rela pontang-panting mencari cara “penyembuhan” sampai ke Malaysia. Dengan penanganan tepat, tanaman tumbuh subur. Cuma soal rasa buah anyep, sang empunya kebun angkat tangan. “Rupanya jenis lokal cuma unggul ditanam di daerah asal,” katanya. Pantas ia lantas melirik durian malaysia yang kualitas buahnya lebih ajek.
Tak melulu buah berduri, buah-buahan lain pun diboyong. Sebut saja dokong alias duku tanpa biji, sawo jumbo CM-19 yang sebesar mangga arumanis, dan rambutan kuning nan kering manis.
Kini setiap penghujung tahun sampai Januari—Februari, kebun dipenuhi warnawarni buah. Ditemani semilir angin yang berembus lembut ke teras rumah peristirahatan di puncak bukit, rasa nano-nano alias campur-campur mangga, durian, lengkeng, manggis, dan buah naga dinikmati. (Evy Syariefa)