Itulah keistimewaan padi organik asal Krayan yang sama sekali tak pernah tersentuh pupuk dan pestisida. Sosoknya kecil, tetapi ia memiliki aroma harum yang tajam dan menggugah selera. Saat dilahap, kesan pulen langsung terasa.
Saat berkunjung ke Kabupaten Nunukan, Trubus sempat mencicipi kelezatan nasi Krayan itu. Di sana beras Krayan memang populer. Selain Brunei Darussalam dan kabupaten-kabupaten di Kalimantan Timur, negara tetangga seperti Malaysia juga menggemari kelezatan nasi asal kecamatan berpenduduk 8.867 jiwa itu.
3.000 ha
Keistimewaan beras Krayan bagaikan berkah dari alam. Bayangkan, di daerah Bakelalan, perbatasan Malaysia-Indonesia, beras Krayan dihargai Rp9.000—Rp10.000 per kg. Di Brunei Darussalam malah mencapai Rp70-ribu—Rp80-ribu per kg. Padahal, biaya produksinya minim karena tidak dipupuk dan disemprot pestisida.
“Di Krayan padi tidak dipupuk atau disemprot pestisida. Semua diserahkan kepada alam,” tutur Ir Dian Kusumanto, staf Dinas Pertanian Kabupaten Nunukan. Itulah yang membuat Trubus penasaran terbang ke kecamatan seluas 3.594 km2 itu pada penghujung Fabruari 2005 untuk melihat padi organik.
Penanaman padi tersebar di daerah-daerah terisolir yang sulit dijangkau kendaraan roda 4. Trubus menggunakan pesawat Dirgantara Air Service (DAS). Penerbangan selama 1—1,5 jam dari Nunukan itu berakhir di Bandara Yupai Semaring, Krayan.
Ditemani 4 staf Dinas Pertanian Kabupaten Nunukan, Trubus menuju sentra penanaman di Long Bawan, ibukota kecamatan. “Di Krayan terdapat 89 desa dengan luas penanaman mencapai 3.000 ha,” tutur HM Heru Wihartodo Amd, staff Dinas Pertanian Kabupaten Bulungan. Daerah penanaman meliputi Long Api, Berian Baru, Terang Baru, Lembudut, dan Tanjung Karya yang mencapai ratusan hektar.
Dengan menggunakan motor trail, Trubus memasuki daerah Long Api. Di daerah sebelah timur Krayan itu, setiap petak sawah memamerkan malai padi siap panen. “Di daerah Long Api terdapat 100 ha lebih sawah yang tersebar di 4 desa,” kata Heru sambil mengendarai motor.
Menurutnya bila saat panen tiba semua penduduk dan tumpah-ruah menyatu dengan padi-padi mereka. Bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak seakan menyambut datangnya musim panen. Ada yang sibuk merontokkan padi, memasukkan gabah ke dalam karung, dan ada pula yang menaikkannya ke atas motor.
Kerbau
Dari Long Api, perjalanan berbalik arah menuju daerah Berian Baru menempuh perjalanan sejauh 7 km. Jalan menuju perkampungan berpenduduk sekitar 500 jiwa itu sempit dan berkelok-kelok. Di sisi kiri dan kanan jalan hanya hutan dan bukit-bukit kecil. “Di sanalah kawasan terluas—400—600 ha—penanaman padi organik di Kecamatan Krayan,” ucap Edy Chandra SP. staff lain. .
Setelah 15 menit bermotor, perkampungan yang terdiri 6 desa itu mulai tampak. Sekilas tak ada tanda-tanda persawahan, hanya rumah penduduk dan tempat b e r i b a d a h . Namu n , s i a p a sangka d I belakang r u m a h i t u l a h terdapat hamparan sawah. Sejauh mata memandang, hanya petakan sawah yang dibatasi oleh pegunungan kecil. Sawah-sawah di Krayan memang terletak di daerah bak (daerah di bawah perbukitan atau pegunungan, red) seperti Bukit Tapasiak, Yupai Semaring, Banau dan Ruangtung. “Di sinilah semua jenis padi ditanam,” ujar Matius Tay, petani andalan Berian Baru.
Selain rumah-rumah penduduk, di desa juga terlihat banyak kerbau. Kerbau memang mempunyai peran penting dalam penanaman padi. Sebelum ditanam padi, kerbau-kerbau dilepas di sawah. “Kerbau dibiarkan menginjak sawah dan berak di sana,” ujarnya. Hewan yang sangat diagungkan itu digunakan sebagai “traktor” selama 1—1,5 bulan atau saat masa bera. Sedangkan kotorannya dijadikan pupuk.
Ketika kerbau asyik merumput di sawah, para petani mempersiapkan persemaian. “Biasanya mereka menyemai pada Juni—Juli. Saat hujan turun di akhir Agustus, mulai tanam,” ucap ayah 5 putra itu. Barulah kerbau-kerbau dipindahkan ke laman (hutan di pinggir sawah, red) agar tidak merusak sawah. Tanpa mengolah tanah lagi, semaian padi ditanam. Mereka menggunakan varietas padi lokal seperti padi adan, tuan, putih, sia (berarti merah dalam bahasa Dayak, red), dan abang.
Anti kimia
Padi dibiarkan tumbuh tanpa perawatan: pemupukan, penyemprotan pestisida dan penyiangan tidak dilakukan. Bila hama wereng menyerang, para petani menggunakan 2—5 sarang ra ukit—semut hitam—untuk luasan 1 ha. Untuk mengusir burung, mereka menggunakan alat tiup bambu yang mengeluarkan suara burung.
Kepasrahan petani terhadap ketentuan alam bukan tanpa alasan. Itu lantaran sawah-sawah di Krayan “menolak” kedatangan pupuk kimia dan pestisida. Pada 1999 Matius pernah mencoba pupuk kimia untuk penanaman padi. Tak pelak, panen gagal. Sebagian besar bulir padi kempes sehingga produktivitas turun drastis. Produksi dari 3—4 ton. “Saat memakai pupuk buatan turun tinggal 2 ton,” ujar Matius. Dampak lain, rasa kurang enak dan tidak harum.
Matahari beranjak pulang ke peraduan saat Trubus bersama staf Dinas Pertanian Nunukan meninggalkan Berian Baru. Sore itu, dalam perjalanan kembali ke Long Bawan, kilau emas padi Krayan tetap cemerlang dan cantik bagai Dewi Sri. (Rahmansyah Dermawan).