Bandingkan dengan produksi yang diraih pekebun lain, 4—5 ton sehektar. Peningkatan itu justru diimbangi dengan penurunan biaya produksi.
Gugur sudah pendapat yang menyatakan produksi pertanian organik sedikit. Pengolahan tanah yang baik, pemupukan tepat dan berimbang, pemilihan bibit bernas, pengaturan tanam, serta perlakuan menjelang panen jadi kunci utama kesuksesannya. Toh, dengan cara itu biaya produksi yang digelontorkan petani di Ciamis itu sangat minim. Untuk luasan 1 ha ia cuma memerlukan Rp 4,7-juta; pekebun konvensional, di atas Rp 5,5-juta.
- Benih diseleksi dengan larutan garam. Sebanyak 3—4 sendok makan garam dilarutkan pada 1 liter air. Mineral dalam garam meningkatkan massa jenis larutan, sehingga benih hampa mengapung. Indikasi kecukupan garam dalam larutan, jika telur ayam yang dicemplungkan melayang di permukaan air.
- Seleksi benih yang bernas dengan direndam selama 10 menit dalam larutan garam. Benih yang digunakan Jarot adalah jenis lokal asal Ciherang. Ambil hanya benih yang tenggelam, menandakan bernas. Benih itu lolos uji dan siap semai. Angkat benih dan bilas dengan air bersih. Tiriskan benih di wadah atau alas terbuka selama beberapa jam.
- Semaikan benih di bedengan 60 x 40 cm di samping areal penanaman atau tergantung kondisi lahan. Untuk luasan 1 hektar cuma butuh 7—15 kg benih. Bandingkan dengan sistem penanaman konvensional yang memerlukan 30— 40 kg benih. Waktu penyemaian cukup pendek, 7—12 hari. Itu jauh lebih cepat ketimbang persemaian biasanya yang mencapai 25— 30 hari. Tujuannya untuk memperpanjang fase vegetatif sehingga memacu pertumbuhan. jika lebih dari 12 hari, ia akan mengalami stagnasi lebih lama sehingga pertumbuhan di lahan terhambat.
- Dua minggu sebelum tanam, sebanyak 10 ton/ha pupuk kandang disebarkan merata di atas lahan. Setelah itu lahan dibajak dengan sapi. Jarak tanam 25 x 25 cm. Satu lubang hanya ditanam 1—3 bibit. Sedangkan petani lain menggunakan lebih dari 3 bibit dalam satu lubang. Sedikitnya bibit dalam satu lubang untuk menghindari persaingan unsur hara.
- Buat lubang tanam sedalam 1—3 cm. Sementara petani lain membuat lubang tanam sedalam 3—7 cm. Lubang yang dangkal mendorong anakan tumbuh lebih cepat. Selain itu, energi pertumbuhan anakan untuk menembus tanah tidak banyak terbuang.
- Atur pengairan seefektif mungkin dengan membuat saluran pembuangan dan alur air selebar 20—30 cm sedalam 5 cm di pinggiran pematang. Ketinggian air hanya 1 cm di atas permukaan tanah, tidak sampai menggenangi. Itu untuk mencegah unsur hara yang terbuang oleh air. Penyiangan dilakukan setiap 10 hari selama 2—3 kali. Perlakuan awal dilakukan pada 10 hari setelah tanam.
- Serangan hama dan penyakit minim terjadi. Pasalnya, pertanian organik mampu membuat ekosistem alam menjadi seimbang. Rantai makanan ekosistem sawah mampu mengendalikan pertumbuhan hama. Pemberian air dihentikan pada umur 84—88 hari setelah tanam atau sekitar 2 minggu sebelum panen. Itu dilakukan agar matang tanaman terjadi secara serentak. Panen pun dilakukan sekitar 100 hari setelah tanam. (Oki Sakti Pandana)