Trubus.id — Belakangan ini banyak tersiar kabar tingginya penularan campak di Indonesia. Hingga Desember, tercatat 31 provinsi melaporkan adanya kasus penularan campak. Peningkatan penularan campak ini mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak.
Menurut Dr. Djatnika Setiabudi, dr.,Sp.A(K).,MCTM.(Trop.Ped)., Kepala Staf Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), munculnya wabah campak salah satunya dipengaruhi pandemi Covid-19.
Pada masa tersebut, khususnya di awal pandemi melanda, terjadi penurunan cakupan imunisasi campak kepada anak-anak. Penurunan ini akhirnya menurunkan kekebalan komunitas (herd immunity) di masyarakat.
“Karena pandemi Covid-19 awal-awal, maka sekarang ‘panennya’,” kata Djatnika, dikutip dari laman Universitas Padjadjaran.
Berbeda dengan masa sebelum pandemi, penyebaran penyakit campak sudah dapat dikendalikan. Artinya, kasus penularan campak hanya bersifat sporadis, tidak berbentuk wabah atau kejadian luar biasa (KLB).
Saat ini Kementerian Kesehatan telah menetapkan KLB atas tingginya penularan campak di Indonesia. Menurut Djatnika, meningkatnya penularan campak tidak lepas dari masih banyaknya wilayah yang menolak vaksin.
“Harusnya KLB ini juga dilihat juga populasinya yang mana. Apakah di wilayah yang termasuk banyak imunisasinya ataukah yang tidak,” jelasnya.
Campak merupakan salah satu penyakit yang sangat menular. Jika seseorang tidak memiliki kekebalan yang baik, kemungkinan terinfeksi campak sebesar 90 persen. Karena sangat menular, kekebalan komunitas yang dibutuhkan juga tinggi.
Lebih lanjut, Djatnika mengatakan, campak tidak hanya menyerang pada anak-anak. Jika remaja ataupun orang dewasa kekebalannya rendah, mereka juga berisiko terkena infeksi. Selain itu, jika seseorang tidak divaksin campak, kemungkinan tertular campak juga makin besar.
Menurut Djatnika, dampak berat dari campak akan dirasakan oleh mereka yang belum sama sekali diimunisasi, yakni rentan mengalami komplikasi penyakit lain seperti pneumonia, radang otak, serta gizi buruk.
Pemberian vaksin campak tergolong penting untuk meningkatkan kembali kekebalan komunitas. Kemenkes sendiri telah menetapkan jadwal imunisasi vaksin campak lengkap, yakni pada usia 9 bulan, 18 bulan, serta ketika anak menginjak kelas 1 SD.
“Tidak ada istilah terlambat kalau untuk imunisasi itu. Bagi yang belum mendapatkan vaksin, segeralah divaksin. Diimunisasi saja, nanti akan diberikan jadwal ulangan,” papar Djatnika.
Seseorang yang tertular campak akan mengalami fase gejala awal, seperti demam tinggi, batuk pilek, dan mata merah. Fase ini merupakan fase yang paling mudah menularkan. Selain itu, penularan campak tidak terjadi karena sentuhan kulit, tetapi melalui percikan droplet di udara.
Untuk itu, Djatnika mendorong jika sudah menunjukkan gejala terkena campak, segeralah untuk berobat ke fasilitas kesehatan. Anak yang terkena campak sebaiknya diam di rumah sehingga tidak menularkan ke orang lain.
Jika anak yang sakit sudah bisa menggunakan masker, sebaiknya menggunakan masker. Orang sehat juga disarankan memakai masker karena penularan campak melalui pernapasan.