Tren menanam anggur di halaman rumah makin ramai. Beberapa pehobi juga mulai membuka kebun untuk produksi buah anggur.

Dompolan-dompolan buah anggur yang begitu ranum bergelantungan di bawah pergola besi yang menaungi halaman rumah Saleh Suryadi. “Satu dompolan buah bahkan mampu mencapai bobot hampir 1 kg,” kata Saleh Suryadi. Warna dan bentuk buah beragam. Harap mafhum, Saleh Suryadi memang membudidayakan beragam jenis anggur seperti chocolate, beauty, laura, dan favor.
Anggur-anggur itu juga memanjakan lidah karena bercita rasa manis menyegarkan. Hasil pengukuran dengan refraktometer—alat untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan atau zat terlarut seperti gula—mencapai 18—23º briks. Cita rasa itu cocok untuk lidah masyarakat Indonesia yang menggemari buah manis. Saleh Suryadi memetik hingga 40—80 dompol berbobot total hampir 20—40 kg pada 2018.
Decak kagum
Usai panen, Saleh Suryadi menikmati buah Vitis vinifera bersama keluarga. Ia juga membagikan buah anggur kepada tetangga, kerabat, dan handai tolan. Panen anggur sebanyak itu bukan kali pertama. Dalam 6 tahun terakhir ia selalu panen anggur di halaman depan rumah seluas 50 m². Di halaman depan rumah itu Ale—sapaan Saleh Suryadi—menanam 4 bibit pada 2011. Bibit tanaman anggota famili Vitaceae itu magori atau panen perdana 1 tahun kemudian.

Sejak itu Ale rutin memetik anggur segar dari latar atau halaman rumah di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Pemandangan seronok bukan hanya di latar depan. Lihat saja halaman belakang rumah Ale. Sulur anggur merambati tali-tali pada tiang besi berbentuk mirip tiang jemuran.
Di latar belakang rumah, pria 37 tahun itu menanam 30 bibit anggur pada 2015. Jumlah itu terus bertambah. Kini Ale menanam total jenderal 60 bibit anggur di latar depan dan belakang rumahnya. Siapa pun yang bertandang ke rumah Ale, gagal menyembunyikan ketakjubannya. Bupati Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Dadang M. Nasser, SH, S.IP., pun demikian. Pada 2016 Dadang menyambangi rumah Ale.

“Ini terobosan baru di Kabupaten Bandung dalam hal pertanian khususnya hortikultura. Saya sangat mengapresiasi, maka harus didukung semua pihak. Jarang anak muda yang ingin jadi petani dan mengembangkan hal baru,” kata Dadang seperti diulangi Saleh Suryadi. Sejak kedatangan Bupati, tak berselang lama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung dan tim berkunjung ke rumah Ale untuk merumuskan rencana jangka panjang pengembangan anggur.
Langkah Ale menjadikan halaman sebagai “kebun” anggur membuktikan bahwa menanam bisa di mana saja. Meski di halaman sempit sekalipun. Nun di Ciledug, Kota Tangerang, Provinsi Banten, halaman rumah Widayat, A.M.A.K. hanya seluas 14,4 m2. Analis kesehatan di Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menanam bibit anggur introduksi masing-masing satu tanaman, yakni carolina black rose (CBR), isabella, dan black finger.
Ia merambatkan tanaman pada pergola berukuran 1,2 m x 6 m. Pergola itu terpasang di bagian atas garasi dan pembatas antara lantai satu dan dua rumah. Tinggal di perkotaan dengan tanah terbatas, tak menyurutkan hasrat Widayat “berkebun” anggur. Selain di garasi, pria 38 tahun itu juga menanam anggur di lantai 3 rumahnya. Di atas dak rumah, Widayat membuat “pot” beton berukuran 1 m x 3 m. Ia juga memanfaatkan bak mandi bekas sebagai “pot”.

Ada juga beberapa pot dan kantong tanam berdiameter 50 cm. Di situlah ia “berkebun” anggur. Ia membuat pergola agar tanaman itu merambat dan tumbuh dengan baik. Widayat menanam isabella yang disambung dengan varietas lain yang berkarakter lebih unggul, seperti wink, ninel, dan nizina. Menurut Widayat wink—berasal dari Jepang— tergolong adaptif dan mampu berbuah pada umur setahun pascaokulasi.

Saat Trubus berkunjung tampak wink sedang berbuah lebat. Dompolan buah berwarna ungu menggelayut di bawah pergola. Selain itu Widayat juga menanam anggur di rumah berbeda di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Di sana ayah 2 anak itu menanam 4 bibit anggur varietas ninel pada 2015. Ia merambatkan ninel pada pergola berukuran 6 m x 10 m. Pada 2016 anggur asal Ukraina itu mulai berbuah. “Itu ninel pertama yang berbuah di Indonesia,” tuturnya. Widayat memanen hingga 150 dompol ninel. Bobot sebuah dompol anggur ninel 250—300 g.
Tren anggur rumahan

Dua tahun terakhir, kian banyak orang yang menanam anggur di halaman rumahnya. Selain Saleh Suryadi dan Widayat, pehobi lain adalah Nur Widiyanto di Kota Semarang, Jawa Tengah. Ia memilih anggur chocolate yang merambati pergola untuk menghadirkan suasana asri di halaman rumah. Pada akhir Juni 2018, tanaman tengah berbuah hingga 25 dompol. Widiyanto memperkirakan setiap dompol berbobot 2 kg.
Menurut pehobi anggur di Kota Bekasi, Jawa Barat, Firmansyah Alam, tren budidaya anggur mulai ramai sejak 2011. Itu terlihat saat ia membuat sebuah grup komunitas pehobi anggur di media sosial pada 2011. “Sejak itu tren pehobi anggur terus meningkat seiring edukasi antarsesama pehobi,” ujarnya. Para pehobi tersebar di berbagai kota antara lain Jakarta dan sekitarnya—Bekasi, Tangerang, Bogor—Yogyakarta, Semarang, Banyumas, Tegal, dan Aceh.
Semula para pehobi merawat anggur varietas lokal. Selanjutnya varietas introduksi pun makin ramai. Sebagai gambaran, anggur-anggur di halaman rumah Saleh Suryadi, Widayat, dan Widiyanto merupakan varietas introduksi. Importir mendatangkan bibit anggur dari Jepang, Italia, Spanyol, Amerika Serikat, dan Ukraina. “Setiap tahun tren selalu meningkat,” ujar Firmansyah yang beberapa kali mendatangkan bibit dari Ukraina.

Meski tanaman anggur dari negeri subtropis, para pehobi sukses membuahkan di negeri tropis. Untuk memudahkan, kita sebut saja anggur tropis—anggur yang terbukti produktif di negeri tropis. Membuahkan tanaman anggota famili Vitaceae itu juga relatif mudah. Para pehobi antara lain melakukan stres air serta memberikan pupuk tinggi kalium dan fosfor (baca : Panen Vitis Fantastis halaman 18—20). Dengan beragam teknik, anggur-anggur baru itu terbukti adaptif dan mampu berbuah di Indonesia.

Bahkan, jika pehobi ingin mengganti varietas pun, dapat menyambung dengan varietas baru yang diinginkan. Proses penyambungan juga sederhana (baca: Sambung Dua Anggur halaman 22—23). Apa yang mendorong para pehobi menanam anggur? Widayat tertarik menanam anggur karena hobi merawat tanaman. Analis kesehatan di Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat itu ingin memanfaatkan lantai tiga rumahnya agar lebih asri dengan menanam aneka jenis tanaman.
Nur Widiyanto menanam anggur agar halaman rumah terlihat asri. Oleh sebab itu, ia membuat pergola di halaman rumah. Hal yang sama juga dilakukan pehobi anggur di Kota Semarang, Jawa Tengah, Ahmad Syafei. Ia menanam aneka jenis anggur introduksi, seperti jenis red prince, benzena, winel, rizanat, transfiguration, caroline black rose, chocolate, dan my heart di dalam pot. Ia lalu merambatkan tanaman pada para-para sederhana berukuran 4 m x 2,5 m.
Kebun komersial
Meski demikian, ada juga beberapa pehobi yang menganggap anggur sebagai komoditas yang berpotensi untuk dikembangkan karena bernilai ekonomi tinggi. Pehobi anggur di Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Priyadi Heru Darsono, tergiur menanam anggur lantaran harganya yang tinggi di pasaran. “Harga anggur di Indonesia masih tergolong mahal, terutama anggur impor. Jadi saya tertarik menanamnya,” ujar Priyadi.
Hingga kini harga anggur impor di pasar tradisional tidak pernah lebih rendah dari Rp30.000 per kg. Pekebun anggur di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Thomas Setiawan, menuturkan, selama ini 99% anggur yang beredar di pasaran adalah hasil impor. “Saya anggap itu adalah peluang. Selain itu anggur selalu laku di pasaran. Harga selalu di peringkat atas dibandingkan dengan jenis buah lain yang cenderung fluktuatif,” kata Thomas.
Namun, Firmansyah menuturkan, hingga kini belum ada pehobi yang mengebunkan anggur secara komersial. “Para pehobi masih menyeleksi varietas anggur yang cocok dibudidayakan di Indonesia. Mereka memilih bukan sekadar bisa berbuah, tapi juga dapat menghasilkan buah berkualitas,” ujar pehobi anggur sejak 2011 itu. Itulah sebabnya para pehobi biasanya mengoleksi lebih dari satu varietas anggur.
Contohnya pehobi anggur di Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Hendri Yulianto. Ia menanam 10 tanaman anggur di halaman rumah dan masing-masing tanaman berbeda varietas. Di antara kesepuluh varietas anggur itu baru dua varietas yang sudah berbuah, yaitu jupiter dan romeo. Hendri memanen sekitar 20 dompol buah jupiter dari tanaman berumur 2 tahun. “Yang romeo belum sempat mencicip karena dicuri orang,” tuturnya.
Meski demikian, kini mulai bermunculan beberapa pehobi yang mencoba mengebunkan anggur untuk produksi buah. Salah satunya Thomas Setiawan di Banyuwangi. Pemilik nurseri Thomas Grape itu mengebunkan anggur di 4 lokasi berbeda dengan total luas 2 hektare. Setidaknya ada 5.000 tanaman yang menghuni kebun seluas itu. Thomas hanya menanam 7 varietas anggur, yaitu manicure finger, dubovski pink, transfiguration, julian, kyohou, pristine, dan superior.

“Untuk skala produksi memang harus dipilih jenis yang berproduktivitas tinggi, pertumbuhan kuat, tahan penyakit, rasanya manis sesuai permintaan pasar,” katanya. Namun, dari seluruh populasi itu Thomas belum memanen anggur secara kontinu. “Kebun di Banyuwangi masih baru sehingga perlu waktu untuk menata periode panen,” ujarnya. Selama ini hasil panen ia jual ke pemasok.
Thomas mengatakan, “Jumlah produksi masih sedikit sehingga harga belum baku. Harga menyesuaikan dengan harga anggur impor, berkisar Rp70.000—Rp125.000 per kg tergantung varietas,” kata Thomas. Menurut peneliti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Ir. Emi Budiyati, di Indonesia budidaya anggur sejatinya bukan perkara baru. Di Tegal, Jawa Tengah, dan beberapa kota lain sejak zaman Belanda mengembangkan anggur.
Para pekebun di Palu, Sulawesi Tengah, juga pernah mengembangkan anggur isabella dengan hasil sebaik anggur impor. Sentra anggur lain di tanah air adalah Kabupaten Kediri, Probolinggo, Pasuruan, dan Situbondo, semuanya di Provinsi Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Kupang (Nusa Tenggara Timur). Di sana para pekebun mengembangkan jenis anggur untuk minuman atau wine.
Emi menuturkan, anggur untuk buah berpeluang untuk dikembangkan di tanah air. Berdasarkan data Statistik Pertanian 2015 yang dirilis Kementerian Pertanian, jumlah impor anggur pada 2014 mencapai 51.223 ton. Hal itu menjadi peluang bagi para pekebun untuk memproduksi anggur agar tak perlu lagi mengimpor. Para pekebun dapat memilih varietas produksi lokal atau introduksi.
Para pekebun dapat memilih varietas-varietas unggul lokal hasil pemuliaan para peneliti Balitjestro, seperti probolinggo biru-81, bali, kediri kuning, probolinggo super, prabu bestari, jestro Ag60, dan jestro Ag86. Menurut Emi varietas-varietas itu berkualitas buah seperti anggur impor. Para pekebun juga dapat memilih varietas-varietas introduksi yang terbukti adaptif dan berbuah di tanah air.

Menurut Firmansyah jenis akademik, transfiguration, jupiter, dan furshetn, dapat menjadi pilihan untuk dikembangkan. Berdasarkan pengalamannya, keempat varietas itu berbentuk buah bagus dan rasanya juga enak. “Pengalaman saya jenis furshetn mencapai 20o briks ketika musim hujan. Jika panen saat kemarau bisa lebih manis,” tuturnya. Firmansyah menambahkan anggur-anggur introduksi dapat dibuahkan mulai umur setahun.

“Asalkan pertumbuahan sulur terhenti,” kata pria 40 tahun itu. Secara alami serangga dapat menghentikan pertumbuhan ujung sulur dan merangsang cabang berbunga. Bisa juga dengan memangkas ujung sulur untuk merangsang cabang dan bunga. “Namun, perlu memperhatikan musim,” tuturnya. Jika saat pembungaan turun hujan, pembuahan akan gagal. Bila menjadi buah pun hasil buahnya kurang optimal.
Menurut Ahmad Syafei, menanam anggur gampang-gampang susah. Hingga saat ini curah hujan tinggi menjadi momok. Ketika itulah ancaman penyakit yang disebabkan cendawan bakal menyerang (baca Awas Aral Anggur halaman 13). Namun, bila berbagai aral itu terlampaui, menikmati anggur dari latar rumah sendiri bukan lagi sekadar mimpi. (Imam Wiguna/Peliput: Andari Titisari, Bondan Setyawan, dan Muhamad Fajar Ramadhan)
Awas Aral Anggur
Puluhan tanaman anggur introduksi asal Turki akhirnya meregang nyawa di kebun milik Faiz Hidayat di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Hujan yang terus mengguyur mengundang berbagai penyakit datang. Salah satunya penyakit downey mildew yang disebabkan patogen Plasmopara viticola. Patogen itu menyebabkan bercak berwarna kuning pada daun. Lama- kelamaan bercak itu menyebar dan membuat daun kering sehingga tanaman tak mampu lagi berfotosintesis.

Penyakit lain yang kerap menyerang saat musim hujan adalah antraknosa. Penyakit yang disebabkan cendawan itu menyebabkan bintik-bintik berwarna gelap pada daun. Bintik itu meluas dan berkembang menjadi berwarna putih pucat dengan tepi berwarna cokelat dan menghitam. Jika dibiarkan daun akhirnya berlubang dan gugur. Cendawan itu juga menyerang batang dan buah. “Jika sudah begitu tanaman mengering walau pun di musim hujan,” tutur Faiz.
Menurut Faiz serangan penyakit itu sebetulnya dapat dicegah bila setiap selesai hujan tanaman disemprot dengan fungisida. Namun, ia tak menempuh cara itu. “Kalau terus-terusan disemprot fungisida dikhawatirkan meninggalkan residu saat buah dimakan,” ujarnya. Apalagi anggur adalah buah yang dikonsumsi langsung dan utuh. Untuk mencegah serangan kembali berulang, Faiz terpaksa membangun rumah tanam untuk menaungi tanaman dari terpaan hujan. Ia juga tengah mempelajari penggunaan fungisida alami yang lebih aman.
Menurut pehobi anggur di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Suryadi Saleh, banyak tantangan dalam membudidayakan anggur. Aral bisa saja datang sebelum mulai menanam. Ale—panggilan Suryadi Saleh—seringkali tertipu saat membeli bibit anggur introduksi. Saat berbuah ternyata karakter buah berbeda dengan karakter varietas yang sebenarnya. Akhirnya Ale mengurus izin untuk mendatangkan varietas anggur langsung dari negara asalnya.
Faiz menuturkan, kendala lain mengebunkan anggur adalah produktivitas buah yang tidak stabil. “Hasil panen musim buah berikutnya terkadang lebih sedikit meski perlakuannya sama,” katanya. Padahal, secara teori makin tua tanaman produktivitasnya lebih tinggi. Pencurian buah juga turut menjadi ancaman. Faiz pernah kehilangan 12 tandan buah hanya dalam semalam. “Padahal, buah yang dicuri belum matang benar,” katanya.
Yang menyebalkan, buah yang dicuri adalah jenis anggur yang sedang diamati sehingga menunggu musim buah berikutnya untuk pengamatan ulang. Menurut pehobi anggur di Ciledug, Kota Tangerang, Provinsi Banten, Widayat, saat musim buah juga mengundang kelelawar datang. Untuk mengatasinya, Widayat terpaksa membungkus dompolan buah dengan kantong plastik berwarna hitam.
Pehobi anggur di Kota Bekasi, Jawa Barat, Firmansyah Alam, mewanti-wanti agar berhati-hati saat menggunakan pupuk kandang. “Gunakan pupuk kandang yang sudah matang,” tegasnya. Pupuk mentah merangsang rayap yang dapat menggerogoti batang tanaman. Pehobi juga tak boleh sembarangan ketika membuahkan anggur. “Ketika tanaman kering saat stres air tanaman dipangkas tanpa dipupuk sehingga tanaman mati,” tambahnya. (Imam Wiguna/Peliput: Muhammad Fajar Ramadhan)