Thursday, April 18, 2024

Panen Bawang di Kontainer

Rekomendasi
- Advertisement -
Tim periset Mini Plant Factory dari Institut Pertanian Bogor. (Dok. Dr. Slamet Widodo)

Sistem pertanian tertutup yang canggih untuk budidaya beragam sayuran.

Trubus — Menghasilkan benih sejati bawang merah atau true shallot seeds (TSS) lazimnya di lahan terbuka yang luas. Pengembangannya pun masih terbatas. Selain itu produktivitasnya rendah. Indonesia hanya mampu menghasilkan 250—300 kg TSS per hektare. Bandingkan dengan Afrika yang mampu memanen 1 ton per ha TSS. Padahal, TSS sebagai pilihan sumber benih selain umbi bawang memiliki banyak kelebihan.

Pertama, penanganan akan lebih sederhana ketimbang umbi. Kebutuhkan benih hanya 3—5 kg per hektare, sedangkan umbi lapis sebagai bibit mencapai 1—1,5 ton per hektare. Keunggulan TSS kedua yaitu relatif bebas penyakit ketimbang benih umbi. Namun, produksi TSS di Indonesia mandek karena kebutuhan kondisi lingkungan budidaya yang kompleks. Harap mafhum, menginisasi pembungaan pada bawang merah sulit.

Sistem hidroponik untuk bawang merah pada Mini
Plant Factory. (Dok. Dr. Slamet Widodo)

Umur 27 hari

Bawang merah cepat berbunga pada kondisi lingkungan dingin seperti di dataran tinggi. Namun, pada proses selanjutnya yaitu pembentukkan dan pengisian biji, bawang merah membutuhkan kondisi hari panjang dan suhu rendah seperti di dataran rendah. Perubahan kebutuhan kondisi lingkungan sulit dipenuhi jika mengandalkan kondisi alam semata.

Budidaya bawang merah di dataran tinggi memang mempercepat munculnya bunga, tetapi bijinya sedikit. Sebaliknya penanaman bawang merah di dataran rendah justru sulit memunculkan bunga. Meski jika tanaman berbunga pengisian bijinya akan bagus. Kini masyarakat dapat mengatasi masalah itu dengan sistem pertanian tertutup yang dilengkapi internet of things (IoT) bernama Mini Plant Factory.

Mini Plant Factory menjadi jawaban permasalahan produktivitas TSS. Konsep pertanian tertutup diwujudkan dengan menyulap kontainer peti kemas standar 40 kaki menjadi sebuah ruangan berisi rak-rak besi tiga tingkat. Rak-rak itu dipenuhi sistem hidroponik dan planter bag yang diletakkan di nampan plastik yang dilengkapi irigasi tetes.

Selada yang diberi perlakuan sinar LED putih (atas) dan grow light (bawah). (Dok. Dr. Slamet Widodo)

Peranti itu dilengkapi lampu-lampu LED dan grow light, pendingin ruangan, sensor suhu dan kelembapan udara, sensor intensitas cahaya, dan sensor suhu media yang semuanya dapat diakses via aplikasi ataupun laman daring. Electro Conductivity (EC) dan pH larutan nutrisi juga dihubungkan pada sistem IoT. Itulah gambaran ruangan budidaya. Ruangan lain yang ada di dalam Mini Plant Factory yaitu ruang persiapan dan ruang kendali.

Umbi bawang merah sebagai bahan percobaan adalah varietas trisula dan bima brebes. Tim periset Institut Pertanian Bogor, penulis termasuk di dalamnya, menguji dua perlakuan pada tahap awal yaitu penyimpanan umbi bawang merah pada suhu rendah 10ºC selama 3—4 pekan. Hasilnya umbi tervernalisasi berbunga lebih awal pada umur 27 hari. Vernalisasi merupakan perlakuan suhu rendah agar tanaman dapat berbunga.

Bandingkan dengan tanaman tanpa vernalisasi baru berbunga 10 hari kemudian atau pada umur 37 hari. Umbi bawang merah dipelihara pada suhu konstan 18—20ºC saat fase vegetatif. Setelah mulai masuk fase pembungaan atau setelah 3 pekan, suhu dibuat berbeda seperti kondisi siang dan malam hari. Suhu siang 23—25ºC sedangkan suhu malam hari 16—18ºC. Perlakuan seperti itu berhasil memicu pembungaan bawang merah trisula dan bima brebes hingga 100%.

Fotosintesis meningkat

Pertanian dalam ruang berpotensi untuk mengembangkan microgreen. (Dok. Dr. Slamet Widodo)

Hasil lain dari percobaan, bawang merah yang disinari grow light selama 20 jam berturut-turut memunculkan bakal bunga yang lebih banyak ketimbang pencahayaan LED putih berdurasi sama. Daun bawang merah yang disinari grow light juga berwarna lebih hijau tua ketimbang yang disinari LED putih.

Perlakuan penyinaran grow light berdurasi 20 jam meningkatkan laju fotosintesis 2—3 kali lipat sehingga mendukung munculnya bunga hingga 100%.  Kegunaan Mini Plant Factory sebagai fasilitas sistem pertanian tertutup memungkinkan periset mengeksplorasi pengaruh fotoperiodisme atau lama waktu penyinaran terhadap pertumbuhan tanaman. Hasilnya pertumbuhan selada paling baik dan efektif secara ongkos listrik jika disinari grow light merah-biru selama 18 jam dan dibuat 3 siklus.

Mini Plant Factory memanfaatkan kontainer sepanjang 12 meter. (Dok. Dr. Slamet Widodo)

Artinya lampu menyala tiga kali sehari dengan durasi 6 jam menyala dan 2 jam mati. Selada yang disinari grow light selama 18 jam dalam 3 siklus memiliki daun yang lebih banyak, lebar, dan warna yang lebih hijau tua. Bobot daun lebih berat dalam waktu perawatan yang sama, 45—50 hari. Kesimpulannya total waktu penyinaran sama, respons tanaman berbeda pada perlakuan jumlah siklus.

Keunggulan Mini Plant Factory selain memiliki kendali penuh terhadap kondisi lingkungan budidaya adalah bisa dibangun di mana saja. Mini Plant Factory sebagai unit-unit kontainer mudah dibawa ke mana-mana bila ingin diduplikasi dan tentunya bisa diletakkan di tempat yang dekat dengan pasar sehingga pembudidaya tidak perlu mengeluarkan ongkos kirim terlalu besar. Teknologi itu cocok diterapkan di perkotaan, sehingga kita tidak perlu lagi mengirim sayuran dari daerah Puncak atau Bandung ke pasar induk di kota. (Dr. Slamet Widodo, S.TP, M.Sc, dosen Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor).

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Tip Kulit Wajah Antikusam dan Kembali Cerah

Trubus.id—Menjaga kesehatan kulit amat penting.  Herbalis dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Valentina Indrajati, menganjurkan beberapa cara untuk mencegah kerusakan...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img