Urip Ibrahim menanam lengkeng berjarak tanam rapat agar panen berlipat.
Trubus — Urip Ibrahim memanen 2 ton buah lengkeng jenis mutiara di kebun 400 m2 berpopulasi 52 pohon. Pekebun di Desa Lelea, Kecamata Lelea, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, itu menuai hasil lebih tinggi daripada pekebun lain. Dari lahan seluas itu biasanya pekebun memanen rata-rata hanya 400 kg buah lengkeng bila produktivitas masing-masing pohon sama. Urip panen besar karena menanam lengkeng berjarak rapat 2,5 m x 3 m.
Artinya, jumlah populasi lengkeng di lahan 1 hektare mencapai 1.300 pohon. Pekebun lain biasanya menanam lengkeng berjarak renggang. Contohnya Mugiyanto di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang menanam lengkeng berjarak 6 m x 7 m atau rata-rata hanya 225 pohon per hektare. Pekebun mitra Mugiyanto, Pitoyo, menanam lengkeng berjarak 4 m x 4 m atau sekitar 600 pohon per hektare.
Irigasi tetes
Sistem tanam rapat ala Urip itu disebut ultra high density planting (UHDP). Ia memperoleh informasi itu pada 2014. Setahun berselang, pemilik Agrimania Flora itu menerapkan teknik budidaya UHDP di kebun sendiri. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Indramayu periode 2004—2009 itu menanam 52 bibit lengkeng jenis mutiara berjarak 2,5 m x 3 m.
“Saya menanam berbagai jenis tanaman buah di kebun. Saya mencoba menanam rapat agar produktivitas lahan tetap optimal karena luas lahan terbatas,” tutur Urip. Pada 2016 ia kembali menanam 63 lengkeng mutiara di lahan berbeda, tapi berjarak tanam sama. Urip menanam bibit lengkeng berumur satu tahun. Sebagai sumber nutrisi, ia hanya mengandalkan pupuk Phonska berdosis 300 g per pohon yang diberikan setiap 4 bulan.
Ia menaburkan pupuk di parit kecil yang dibuat di bawah tajuk mengelilingi pohon. Urip menggunakan irigasi tetes untuk pengairan. Air mengalir dari tangki melalui selang high density polyethylene (HDPE). Ujung selang di area perakaran setiap pohon. Air mengalir setiap pagi dan sore selama 15 menit atau hingga area perakaran terlihat basah. Urip merogoh kocek hingga Rp200 juta untuk membangun irigasi tetes di kebunnya.
Harap mafhum, lokasi kebun jauh dari sumber air. Ia terpaksa menggunakan air tanah untuk menyiram tanaman. “Oleh karena itu, saya harus menghemat air karena jumlah air tanah terbatas,” kata pria 52 tahun itu. Teknik irigasi tetes juga menghemat biaya tenaga kerja. “Menyiram tanaman juga perlu banyak orang karena harus mengangkut dari lokasi tandon air ke setiap tanaman. Apalagi luas lahan mencapai 10 hektare,” kata Urip.
Perangsangan buah
Pada umur 2 tahun setelah tanam, Urip merangsang tanaman berbuah dengan memberikan potasium klorat (KClO3). Ia merangsang tanaman karena lengkeng mutiara dari Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang merupakan dataran tinggi. Adapun lokasi kebun milik Urip hanya berketinggian 25 m di atas permukaan laut (m dpl). Perangsangan tahap pertama dilakukan pada 52 pohon karena umur tanaman memadai.
Ia menaburkan 500 g potasium klorat per pohon di bawah tajuk tanaman. Perangsangan buah dilakukan saat sedang musim hujan, yakni pada Oktober—November. Tanaman mulai berbunga sekitar 30 hari setelah perangsangan. Selama masa berbuah itu Urip tak mengubah jenis pupuk. “Itulah sebabnya biaya perawatan lengkeng di kebun saya murah, rata-rata hanya Rp50.000 per pohon,” ujarnya.
Menurut Urip biaya perawatan itu jauh lebih hemat bila dibandingkan dengan rekannya sesama pekebun lengkeng. Rekannya merawat kebun dengan pemupukan intensif sehingga biaya perawatan mencapai Rp200.000 per pohon. “Namun, kualitas buah saya akui memang berbeda. Lengkeng mutiara saya tidak terlalu manis. Pada musim buah mendatang saya ubah pemupukannya agar lebih manis,” tuturnya.
Menurut peneliti Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok, Sumatera Barat, Sri Yuliati S.P. M.Si., teknik budidaya UHDP memungkinkan untuk diterapkan pada komoditas lengkeng. “Selama ini UHDP banyak diterapkan dan berhasil pada komoditas mangga,” tutur Sri Yuliati. Ia menyebutkan pekebun mangga di Chengbi, Yongle Town, Distrik Youjiang, Guangxi, Tiongkok, yang menanam mangga berjarak tanam 3 m x 2,5 m.
Sri menuturkan, yang harus diperhatikan dalam budidaya tanaman terpadu dengan pengaturan jarak tanam rapat adalah pembentukan arsitektur tanaman rendah. Tujuannya tajuk tanaman tidak saling bersinggungan meski tanaman rapat. Keuntungan lain memudahkan budidaya tanaman dan pemanenan. Itulah sebabnya pemangkasan intensif serta modifikasi kanopi wajib dilakukan pekebun bila ingin sukses menuai hasil.
“Dengan begitu intersepsi dan distribusi sinar matahari merata ke semua bagian tanaman,” kata Sri Yuliati. Fotosintesis juga meningkat sehingga secara tidak langsung mendongkrak produksi buah. Itulah yang terjadi di kebun Urip, produksi menjulang hingga lima kali lipat. (Imam Wiguna)