Trubus.id— Menanam teh tidak harus di lahan dengan luasan hektare. Faktanya dengan memanfaatkan lahan pekarangan pun bisa menanam dan memanen teh. Itu dibuktikan oleh Bambang Marius.
Warga Desa Sepulut, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, itu menanam teh di pekarangan rumah berketinggian kurang dari 100 meter di atas permukaan laut.
Teh lazim tumbuh di dataran tinggi dan dibudidayakan dalam skala luas. Namun, Bambang Marius tertarik menanamnya di pekarangan 2.500 m². Di lahan itu terdapat 40 pohon jeruk pontianak berjarak tanam 7 m × 8 m. Jarak antara teh-teh dan teh-jeruk 90 cm.
Seharusnya populasi teh mencapai 3.000 batang, tetapi ia hanya menanam 50 bibit setinggi 50 cm. “Coba dulu, lagipula bibit terbatas,” ujar Bambang yang memeroleh bibit dari Yayasan Solidaridad Network Indonesia (YSNI) pada 2019.
Setahun berselang ketika tanaman setinggi 110 cm, Bambang memanen daun teh varietas asamika. Sayangnya Bambang tidak menimbang daun hasil panen perdana, hanya cukup memenuhi kaleng minyak bervolume 1 liter.
Bambang tidak punya latar belakang maupun pengalaman mengolah teh. Itulah sebabnya ia tidak melayukan atau memfermentasi daun. Pelayuan daun teh terjadi tanpa sengaja karena pemanenan daun pada pagi dan pengolahan ada sore.
Itu sebabnya Bambang mencampur semua daun hasil panen—kira-kira 1 kg—lalu mengolah dengan alat seadanya seperti wajan logam dan spatula. Ia menyangrai daun teh pascapanen dengan nyala api kecil.
Ia menghentikan penyangraian ketika daun hancur saat diremas menandakan kadar air dalam daun relatif rendah. Kadang-kadang Bambang juga mengemas produknya dengan label Teh Borneo. Ia hanya mengemas kalau ada acara atau permintaan khusus lantaran keterbatasan pasokan.
Agar produksi berkesinambungan, Bambang memberikan 1–2 genggam Urea per tanaman setiap 6 bulan. Selain itu ia mengumpulkan serasah dan membumbun di sekitar perakaran tanaman.