Saturday, December 9, 2023

Pasar Keripik Terganjal Bahan Baku

Rekomendasi
- Advertisement -

Sesekali perempuan asal Batur itu menyeka peluh dengan handuk yang dikalungkan di leher. Setiap hari ia mengolah 1 ton kentang menjadi 100 kg keripik. Dari usahanya itu Etty meraup laba bersih sekitar Rp4-juta per bulan.

Di dapur rumahnya di Sumberejo, Kecamatan Batur, Banjarnegara, begitulah aktivitas Etty setiap hari. Sejak 4 tahun silam ia menggeluti usaha keripik kentang. Saat itu ia hanya menghabiskan 100 kg bahan baku. Permintaan pasar terus meningkat hingga sekarang 1 ton bahan baku terserap setiap hari.

Ia tertarik menggeluti usaha itu karena selain modal yang dicemplungkan kecil, pengolahannya pun mudah. Dibantu lembaga Dinas Indagkop Banjarnegara, kini 100 kg keripik produksinya dikirim ke kios-kios dan rumah makan di Banjarnegara, Purbalingga, Pemalang, dan Wonosobo. Sekilogram keripik dijual Rp45-ribu. Sedangkan biaya produksi untuk menghasilkan 1 kg keripik sekitar Rp30-ribu. Laba yang ditangguk Rp1,5-juta per hari.

Menjamur

Industri kentang rumahan bak jamur di musim hujan. Hampir di setiap sentra penanaman kentang di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian luar Jawa berdiri industri pengolahan keripik kentang.

Salah satu di antaranya adalah Kasih yang mengeluarkan merk Super sejak tahun 1980. Semula ia hanya mengolah 70 kg keripik per hari. Hasil olahan dijajakan di tokonya di daerah Batu. Gayung pun tersambut lantaran konsumen sangat menikmatinya.

Makanya perempuan kelahiran Madiun, 61 tahun lalu itu meningkatkan produksinya menjadi 200 kg keripik per hari. Sejak Januari 2004 produksinya kembali meningkat, 300 kg/hari. Menurut pantauan Trubus, terdapat 5—10 industri keripik kentang di Batu.

Industri pengolahan juga bermunculan di Pangalengan, Kabupaten Bandung. Mamat Rahmat mengolah 50 kg keripik per hari. Hingga saat ini ayah 3 anak itu memanfaatkan granola sebagai bahan baku. Hal serupa juga ditempuh oleh Pupu Puspawati. Sejak 1990, wanita asal Pangalengan, Kabupaten Bandung membutuhkan 150 kg kentang per bulan untuk usaha keripik. Menurut Pupu kebutuhan bahan baku bisa mencapai 400 kg pada saat liburan dan menjelang hari raya.

Sayur

Mamat dan Pupu memilih granola ketimbang atlantik, varietas yang selama ini dikenal sebagai kentang goreng, soalnya atlantik sulit diperoleh di pasaran. Selain itu harga granola di tingkat pekebun Rp2.300 per kg, sedang atlantik Rp3.750 per kg.

Selama ini Mamat—demikian akrab disapa—memanfaatkan lahan 1,5 ha sebagai sumber bahan baku. Dari luasan itu ia mendapatkan 20 ton umbi dalam 4 bulan. Sebagian digunakan sebagai bahan baku keripik dan sisanya digunakan untuk bibit. Kebutuhan bahan baku 1 ton per minggu pun tak tergapai. Untuk menutupi kekurangan itu, ia menjalin kemitraan dengan 3 pekebun.

Mamat hanya memanfaatkan kelas A dan B. Ciri kentang bermutu A dan B antara lain 1 kg berisi 5 umbi berdiameter 5—10 cm, panjang 10—15 cm, dan tidak busuk. Setelah digoreng, keripik tetap putih. Rasa dan aroma mampu menggugah selera.

Langka

Ketersediaan bahan baku memang menjadi kendala utama. Andai mereka menggunakan varietas kentang goreng seperti atlantik atau russt burbank, mutu keripik jauh lebih baik. Meski memanfaatkan kentang substitusi, ternyata tak dapat diperoleh sepanjang waktu. Saat musim hujan, sulit mencari kentang, termasuk granola. “Padahal kentang harus selalu tersedia agar bisa terus berproduksi,” kata Kasih.

Untuk mengatasinya banyak produsen keripik menyetok bahan baku. Ketika kemarau produk melimpah, para produsen membeli dalam jumlah banyak. Marsella Suwadji misalnya. Produsen keripik kentang di Banyuwangi itu selalu membeli 200 kg kentang per hari. Hal itu dilakukannya untuk mengantisipasi penurunan produksi pada musim hujan dan kelangkaan kentang saat liburan dan hari raya. “Untuk stok di musim hujan. Walau produksi berhenti, kita masih ada cadangan bahan baku,” kata ibu 1 anak itu.

Diminati konsumen

Pasar meminati keripik kentang produksi rumah tangga. Walau hanya menggunakan bumbu dapur seperti bawang putih, garam, dan penyedap rasa, cita rasanya tak kalah dengan produksi pabrikan. Harga pun lebih terjangkau. Sebagai gambaran rata-rata harga keripik kentang skala rumah tangga hanya Rp15-ribu per 250 gr.

Saat ini para produsen melempar keripik kentang ke pusat-pusat jajan dan rumah makan. Beberapa produsen yang dihubungi Trubus mengatakan permintaan terus meningkat hingga belum dapat dipenuhi. Belum lagi saat musim liburan. Kecenderungan permintaan naik hingga 20—30%. “Saya sampai kewalahan memenuhinya,” kata Mamat. Industri kentang skala rumahan memang tengah marak saat ini. Sayang peluang itu terganjal bahan baku. (Rahmansyah Dermawan/Peliput: Fendy R Paimin dan Syah Angkasa)

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Berkah dari Gunung Berapi

Trubus.id— Letusan gunung merapi kerap dianggap sebagai bencana bagi sebagian orang karena meninggalkan kerusakan fisik maupun korban jiwa. Namun,...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img