
Omzet bulanan miliaran rupiah dari perniagaan minyak bunga matahari.
Trubus — Deru mesin kendaraan mendekat lalu berhenti di depan kediaman Hadmadi Nurlatif di Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Sebuah mobil bak terbuka memposisikan mulut baknya di halaman rumah Hadmadi. Pekerja langsung menurunkan karung-karung berisi biji bunga matahari dari bak mobil. Hadmadi mengolah biji tanaman Helianthus annuus itu menjadi minyak. Alumnus Program Studi Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung itu menyatakan, kiriman biji tidak datang setiap hari.

“Kalau persediaan menipis baru saya minta kiriman. Kadang sebaliknya, penjual yang menghubungi saya duluan, menawarkan untuk mengirim biji kering,” kata ayah 2 anak itu. Setiap bulan ia memerlukan 2—3 ton biji bunga matahari. Penjual biji matahari mendapat pasokan dari sumber lokal serta impor dari Tiongkok. Menurut produsen sejak 2003 itu, harga bahan baku mencapai Rp15.000 per kg. Syaratnya bernas, bersih, dan kering sempurna. Cirinya mudah pecah dan berbunyi nyaring ketika diremas dengan ujung jari.
Distributor
Dari 2—3 ton biji kering bunga matahari, Hadmadi mendapatkan 700—1.000 kg minyak atau rendemen 23—33%. Namun, biaya produksi per kg minyak matahari tetap menjadi rahasia dapurnya. Ia mengemas minyak produksinya dalam 2 bentuk yaitu kapsul berbobot 650 mg dan minyak cair. Hadmadi mengemas kapsul minyak matahari dalam sebuah botol plastik transparan terdiri atas 60 kapsul. Hadmadi Nurlatif mengemas minyak cair dalam botol berisi 110 ml.

Produk itu berlabel Helti—semula Healthy, berubah pada 2015. Orang tua Hadmadi memproduksi minyak matahari sejak 2003 dengan bendera CV Bunga Matahari. “Produksi paling banyak kapsul minyak karena lebih laku ketimbang minyak cair,” kata pria berusia 39 tahun itu. Maklum, konsumsi kapsul minyak praktis tinggal menelan, tidak seperti minyak cair yang memerlukan sendok.
Penjualan terbesar Helti mengandalkan 7 distributor besar yang tersebar di berbagai kota di Jawa. Para distributor itulah yang mengirim produk bunga matahari ke berbagai kota di penjuru Nusantara. “Distributor dengan penjualan tinggi, lebih dari 1.000 botol per pembelian per bulan, berada di kota sekitar Blitar antara lain Kediri, Tulungagung, atau Malang,” ungkap anak kedua dari 4 bersaudara itu. Para distributor itu murni pedagang yang berpengalaman menjual produk herbal.
Distributor di daerah lain penjualannya terbilang sedikit karena hanya sampingan. Salah satunya adalah distributor di Pondokgede, Kota Bekasi, Jawa Barat, Forlina Lestari. Perempuan berusia 61 tahun itu mengidap diabetes sehingga mengonsumsi telur ayam kampung atau telur bebek rebus untuk sarapan. Pola makan itu memicu kadar kolesterol darah Forlina melejit hingga 280 mg/dl, melampaui ambang anjuran kesehatan 200 mg/dl.

Matahari. (Dok. Trubus)
Untuk mengatasinya, sejak 2006 Forlina mengonsumsi tablet penurun kolesterol tiap hari. Pada 2014, Forlina mengenal minyak Helti atas anjuran teman dan sejak itu ia menstop konsumsi obat penurun kolesterol. Lantaran teratur membeli, Forlina lantas menjadi distributor Helti.
“Penjualan setiap bulan paling 5 botol, kadang malah tidak ada. Tapi tidak apa-apa penjualan sedikit, yang penting saya bisa konsumsi teratur,” katanya. Forlina mengonsumsi minyak cair. Tiap 2 minggu ia menghabiskan sebotol minyak sehingga tiap bulan ia memerlukan 2 botol. Sementara itu, tiap bulan Hadmadi mengemas 700—1.000 kg minyak dalam 18.000—25.000 botol. Sekitar 10% berisi minyak cair. “Semua habis terserap pembeli,” kata Hadmadi.
Proses dingin
Hadmadi yang membantu produksi sang ayah, Syukur Ashari, mengatakan terjadinya penurunan penjualan sejak awal 2019. Ia menduga hal itu lantaran penurunan daya beli masyarakat. Untung, sebulan belakangan penjualan merangkak naik sehingga ia menambah produksi menjadi 1.500 kg minyak. Menurutnya, “Minyak Helti adalah hasil proses dingin tanpa pemanasan sehingga aroma dan rasanya berbeda dengan minyak bunga matahari lain di pasar.”

Penelusuran Trubus, beberapa merek minyak bunga matahari selain Helti yang beredar di pasar dilabeli sebagai minyak goreng sehat. Seluruhnya adalah produk impor. Salah satu importir yang bisa Trubus hubungi menyatakan, mereka mendatangkan beberapa produk dengan berbagai merek untuk mengisi pasar modern di kota besar. Setiap pengiriman, dalam 1 kontainer terdiri dari berbagai jenis minyak nabati dan beberapa bahan pangan impor lain.
“Volume minyak goreng bunga matahari tidak banyak, yang terbesar adalah minyak zaitun,” kata anggota staf perusahaan importir yang enggan menyebutkan namanya itu. Secara tidak langsung ia menyatakan bahwa minyak bunga matahari untuk minyak goreng kurang diminati. Artinya, 15 tahun lalu Syukur Ashari membuat keputusan tepat dengan membuat minyak bunga matahari khusus untuk kesehatan. Dengan persaingan minimal, Helti mendatangkan omzet miliaran rupiah. (Argohartono Arie Raharjo)