Variasi warna ikan killi memanjakan mata pehobi ikan hias.
Foto ikan berwarna dominan jingga dan sedikit biru di tubuh dan ekor itu menarik perhatian Kevin Hilarius. Pada 1998 itu Kevin membuka katalog ikan hias dari Singapura di toko ikan hias milik seorang teman di Grogol, Jakarta Barat. Tak sengaja ia menemukan foto ikan berwarna cerah itu. Kevin belum pernah melihat ikan sepanjang 4,5—5 cm itu sebelumnya. Oleh karena itu ia tertarik memiliki ikan yang sekilas mirip cupang alam itu.
“Nama ikan itu killi. Yang saya lihat di katalog itu jenis Nothobranchius rachovii,” kata pehobi ikan hias di Matraman, Jakarta Timur, itu. Kevin pun mencari informasi penjual ikan killi kepada kenalan eksportir. Sayang 3 bulan pencarian Kevin nihil. Ia menduga tidak ada yang menjual killi karena ikan itu berasal dari Afrika dan prosedur impornya relatif sulit. Meski begitu keinginan memiliki killi tertancap kuat dalam diri Kevin.
Ikan medium
Mimpi Kevin memiliki killi terwujud 15 tahun kemudian. Teman Kevin asal Malaysia yang kuliah di Jerman kerap menampilkan foto killi di laman media sosial. Ia pun bertanya lebih jauh seputar ikan itu dan memesannya kepada sang teman. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ternyata pada 2013 sang teman berkunjung ke Indonesia untuk liburan dan mereka bertemu.
Sang teman membawa pesanan Kevin di dalam plastik bening berpenutup. Wadah berisi sekitar 120 butir telur bening seukuran 1—3 mm. Menurut Kevin peternak killi lazim menjual telur. Keuntungan membawa telur antara lain pengiriman lebih mudah karena bisa melalui pos. Ia mendapat killi gratis dari sang teman. Telur-telur itu berasal dari beberapa jenis killi seperti Nothobranchius egersi dan Nothobranchius rachovii.
Tidak mudah bagi Kevin menetaskan telur-telur itu. “Hanya belasan ekor yang hidup dari 200 telur,” kata pria berumur 28 tahun itu. Kegagalan Kevin karena ia belum mengetahui cara benar menetaskan telur. Setelah sukses menetaskan telur, Kevin menggenjot pertumbuhan ikan killi agar cepat besar. Ia memberikan pakan berupa kutu air. Frekuensinya hanya 2—3 kali per hari. Cara itu berhasil membuat ikan besar.
Dalam 3 pekan ikan yang semula berukuran 2—3 mm menjadi 5 cm. Sayang penampilan ikan sepanjang kelingking orang dewasa itu kurang sedap dipandang mata. “Warna berkurang dan tubuh tidak proporsional,” kata penangkar aneka ikan hias itu. Menurut Kevin killi memanjakan mata ketika berukuran medium berkisar 3—3,5 cm. Pada ukuran itu tubuh ikan proporsional dan warna maksimal.
Meski gagal Kevin terus mengembangkan killi. Selang 8 bulan ia menambah koleksi ikan kecil itu dengan cara mengimpor. Pada Oktober 2015 Kevin memiliki 40 jenis killi total ratusan ekor. Ia berhasil menetaskan telur dan menangkarkan semua ikan itu. Tidak sembarang orang bisa menetaskan telur killi. Diperlukan keahlian khusus dan pengalaman. Apalagi perlakuan setiap telur berbeda tergantung jenis ikan.
Killi amerika
Koleksi teranyar Kevin yakni Nematolebias papiliferus. Ia mendapatkan papiliferus berupa telur seharga Rp300.000 pada Mei 2015 dari penjual di Ceko. Sejatinya ikan itu asli Brasil. Kevin terpesona papiliferus karena warnanya cokelat kemerahan. Di sekujur tubuh terdapat titik yang bercahaya biru jika terkena lampu. Ikan itu juga bergerak aktif. Papiliferus hidup nyaman dalam air bersuhu 22—25ºC.
Killi lain milik Kevin yaitu Austrolebias nigripinnis. Ia kecantol warna hitam kebiruan dengan titik-titik putih di sekujur tubuh ikan anggota famili Rivulidae itu. Nigripinnis menghendaki suhu air 18—20°C. Oleh karena itu ia meletakkan nigripinnis di dalam kamar yang berpendingin udara. Kevin mendapatkan ikan berukuran 3 cm itu dari Jerman. Ia juga memiliki killifish berwarna dominan merah dengan titik-titik terang di tubuh dan sirip.
Itulah Hypsolebias picturatus asal Brasil. Ia memperoleh picturatus dari Bulgaria pada medio 2014. “Ikan ini menyukai air yang relatif dingin, tapi toleran pada air suhu 30°C,” kata pemilik D’ Cruel Fish Farm itu. Koleksi lain Kevin yakni Hypsolebias picturatus. Ikan asal Brasil itu berwarna kemerahan dengan garis vertikal putih pada tubuh. Ia membeli fasciatus dari penangkar di Rusia pada Februari 2014.
Ikan agresif itu bertelur sedikit dan hanya 50% yang fertil. Papiliferus, nigripinnis, picturatus, dan fasciatus berasal dari Amerika selatan. Kevin termasuk pencinta ikan hias pertama di Indonesia yang mendatangkan killi asal daratan Latin. Sekitar 70% killi kepunyaan Kevin berasal dari Amerika selatan, sedangkan 30% lainnya asli Afrika. Ia memfokuskan diri pada killi Amerika karena jenisnya beragam.
Killi asal benua hitam koleksi Kevin antara lain Nothobranchius guentheri “red” dan Nothobranchius rubripinnis. Guentheri red dan rubripinnis berwarna dominan merah. Yang disebut pertama terdapat warna kuning di bagian kepala dan sirip dorsal. Sementara sisik putih menghias tubuh rubripinnis.
Menyebar
Kevin mengatakan, “Killi asal Amerika memiliki 8 genus, sedangkan dari Afrika hanya 1 genus.“ Selain itu, killi dari Amerika selalu masuk kelas utama pada kontes internasional. Meskipun berasal dari Amerika, bukan berarti Kevin mendapat ikan dari penjual di negara asal iikan. Ia memperolehnya dari penangkar di Bulgaria, Ceko, Rusia, Jepang, dan Tiongkok. Ia tidak membeli dari negeri asal ikan karena berkualitas rendah.
Alumnus sekolah menengah atas jurusan perhotelan itu tertarik memelihara killi karena warna beragam dan cara budidayanya unik. Kevin mesti menginkubasi telur 2—5 bulan sebelum ditetaskan. “Cara budidaya yang relatif sulit itu menjaga jumlah killi di pasaran,” kata ayah 3 anak itu. Menurut pehobi ikan hias di Jakarta Barat, Hermanus J Haryanto, killi bukan barang baru di Indonesia.
Hermanus pernah mendatangkan beberapa jenis killi pada 2008. Berdasarkan cara berkembang biak, habitat ikan itu di sungai. Pehobi lazimnya meletakkan ikan sebagai pengisi akuarium atau akuaskap. Pesona killifish tidak hanya memesona Kevin. Sekitar 33 orang dari berbagai daerah di Indonesia seperti Riau, Jakarta, Sukoharjo, dan Surabaya pun terpukau keindahan ikan imut itu. Mereka tergabung dalam Indonesian Killifish Association (INKA). Kevin membentuk INKA pada Mei 2015. (Riefza Vebriansyah)