Trubus.id—Pekebun buah naga di Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Dedi Sumardi menanam buah naga palora ecuador. Seperti namanya, buah naga itu berasal dari Ekuador.
Ia memperoleh buah naga baru itu dari importir yang mendatangkan langsung bibitnya dari negara asal pada 2014. Ada juga yang didatangkan berupa biji, lalu disemai dan ditanam di kebun Dedi. Buah naga itu mirip buah naga kuning yang berduri di tanahair.
Menurut Dedi keistimewaan palora ecuador bercita rasa manis dengan tingkat kemanisan 24obrix. “Itu buah naga termanis di antara jenis buah naga yang lain dan belum ada tandingan,” tutur Dedi.
Ia menuturkan bobot buah mirip connie mayer yakni 250 g bila ditanam di dataran rendah, 300—350 g di dataran menengah, dan lebih dari 400 g di dataran tinggi.
Adapun keunggulan lain buah naga palora ecuador yakni harga jual yang tinggi mencapai Rp150.000—Rp200.000 per kg. Oleh sebab itu, Dedi menanam palora ecuador lebih banyak yakni mencapai 1.200 tiang di lahan seluas 1,3 hektare (ha).
“Masing-masing tiang terdiri dari 2 tanaman,” ujar Dedi.
Selain memproduksi bibit, Dedi juga menjual buah kepada konsumen langsung. Sayangnya masa berbuah palora ecuador lebih lambat ketimbang connie mayer. Dari bibit ukuran 40—50 cm hingga berbunga perlu waktu 14 bulan, sedangkan connie mayer mulai berbunga 7 bulan.
Menurut Dedi masa pembentukan buah dari mulai berbunga hingga siap panen juga butuh waktu lebih lama yaitu 3—4 bulan, sedangkan connie mayer hanya 45 hari. Palora juga lebih rentan terkena penyakit.
Meski palora lebih ‘rewel’, tetapi harga jual yang tergolong premium. Sehingga mendorong pekebun lebih tertarik mengebunkannya. Itu terbukti dari permintaan bibit yang mengalir ke Kiwari Farm. Permintaan sampai dengan Juli 2024 mencapai 20.000 bibit.