Tidak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri.
Filsuf Yunani, Heraclitus, berupaya menyadarkan manusia bahwa perubahan pasti terjadi. Bahkan, perubahan selalu terjadi tanpa dapat dicegah karena sifatnya abadi. Segala upaya mencegah perubahan akan sia-sia.Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Prof Rhenald Kasali, berkali-kali mengingatkan akan datangnya perubahan. Itu juga berlaku dalam bisnis.
Pada awal kemunculannya, Nokia menguasai pasar telepon genggam. Dominasi itu dipatahkan Blackberry dengan produk telepon pintar. Berikutnya Blackberry disingkirkan oleh Android, yang sampai hari ini digunakan banyak produsen untuk menjalankan produk telepon pintar mereka. Entah apa yang terjadi berikutnya, mengingat perubahan terjadi sangat cepat. Pendatang baru berdatangan sehingga pemain lama tidak sempat duduk santai.

Yakin
Dalam dunia pertanian pun senantiasa terjadi perubahan. Dulu beras bersih putih lebih disukai ketimbang beras cokelat. Kini beras cokelat malah lebih mahal daripada yang putih bersih tapi ternyata disemprot pemutih. Menurut direktur program Pascasarjana Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor, Arief Daryanto MEc PhD, dalam dunia pertanian ada 2 kelas bisnis: kelas komoditas curah dan kelas komoditas premium.
Pebisnis kelas curah hanya memperoleh margin kecil per satuan jumlah tetapi mengandalkan kuantitas besar. Namun, mereka menghadapi risiko merugi ketika harga jual produk yang mereka borong lebih rendah daripada harga beli ke petani. Contoh pebisnis kelas curah adalah para tengkulak yang memasok hasil pertanian ke pasar tradisional, seperti lada. Salah satunya adalah Kuswara Setia Priatna, pengepul hasil bumi di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Bekerja sama dengan seorang rekan, Kuswara membeli lada segar dari petani, memproses, lalu menjual kepada pembeli. Namun, hingga kini ayah 2 anak itu masih menyimpan lada hasil olahannya dan belum menjual kepada pembeli. Ia yakin harga masih terus terkerek naik dan baru akan menjual raja rempah itu ketika harga tinggi. Ia menyikapi perubahan harga lada yang terjadi 2—3 tahun terakhir.
Jika Kuswara bersedia menunggu, Insan Maulana tidak. Dua kali sepekan, Insan mengekspor 3-juta—5-juta batang tanaman air berbagai jenis ke Eropa dan Jepang. Perniagaan itu mengalirkan laba bulanan minimal Rp25-juta ke koceknya. Insan menikmati laba sebesar itu lantaran perubahan teknologi akuaskap yang mendorong perkembangan hobi tanaman hias air itu. Akuaskap yang semula dianggap rumit menjadi praktis sejak Takashi Amano, ahli akuaskap Jepang, menginovasi karbondioksida dalam tabung untuk fotosintesis tanaman air. Trennya pun meningkat 2 tahun terakhir.

Permintaan batal
Pebisnis di kelas premium hanya menjual dalam kuantitas kecil tetapi mengambil margin cukup banyak. Salah satunya Priyo Catur Pamungkas, yang menanam 150 pohon tin beraneka jenis di lahan 1.000 m2 sejak 2014. Ia melakukan hal itu hanya berbekal keyakinan buah tin hasil panennya bakal laris manis. Pada November 2015, ia panen 10 kg buah yang segera dijual secara daring (online) dengan harga fantastis, Rp250.000 per kg. Ternyata tin hasil kebunnya ludes terjual, bahkan banyak permintaan yang tidak terpenuhi.
Kesadaran masyarakat untuk mengurangi asupan kolesterol memicu perubahan pola konsumsi. Perubahan itu ditangkap Warung Sangrai yang mengkhususkan diri menyajikan olahan puyuh pedaging, yang rendah kolesterol. Bermula dari 1 gerai di Bandung pada 2011, kini Warung Sangrai memiliki 7 gerai di Bandung dan Jakarta. Kebutuhan ketujuh gerai itu mencapai 10.000 puyuh per bulan.

Namun, perubahan tidak selamanya menguntungkan. Mashuda, pekebun tomat di Malang, Jawa Timur, nyaris rugi karena calon pembeli membatalkan permintaan. Mashuda bertindak cepat dan menjalin kerja sama dengan pasar modern di sekitar Malang. Pulang modal lebih baik daripada tidak sama sekali.
Menurut Arief Daryanto MEc PhD, kelima komoditas itu—lada, tomat eksklusif, puyuh pedaging, buah tin, dan tanaman air—mempunyai peluang mendatangkan laba besar pada 2016 mendatang. “Itu dengan syarat pelaku bisnis mampu mengatasi hambatannya,” kata Arief. Perubahan adalah hal yang abadi. Kejelian menangkap peluang dan kecepatan bertindak untuk mengurangi kerugian menjadi kunci memanfaatkan perubahan. (Argohartono Arie Raharjo)