Thursday, December 5, 2024

Peluang dan Tantangan Produksi Sarang Burung Walet di Indonesia

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id— Data dari Perhimpunan Pengusaha Sarang Burung Indonesia (PPSBI) menujukkan total jenderal produksi sarang burung walet Indonesia rata-rata 1.200 ton per tahun.

Sekitar 261 ton atau 22% pasokan langsung mengisi pasar Tiongkok. Lima tahun terakhir ekspor ke negeri tirai bambu itu meningkat, pada 2017 hanya 52,23 ton dan pada 2021 menjadi 261 ton.

Keruan saja Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memprioritaskan sarang burung walet sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan.

Sejalan dengan gerakan tiga kali eskpor (Gratieks), Kementan melalui Ditjen PKH berencana meningkatkan kapasitas produksi sarang burung walet. Salah satunya dengan mendorong pembangunan 1000 rumah walet.

Namun, menurut Ketua PPSBI, Dr. Boedi Mranata, mencapai produksi optimal tidak semudah membalikan telapak tangan. Pasalnya, produksi sarang burung walet tidak bisa disamakan dengan produksi pada sektor industri.

“Produksi sarang burung walet amat bergantung pada alam,” kata Doktor Biologi, Alumnus Hamburg University, Jerman itu.

 Menurut Boedi, peningkatan produksi sarang burung walet tidak melulu berbanding lurus dengan penambahan rumah walet. Salah memilih lokasi malah bisa menurunkan produksi. Berkaca pada kasus di Kota Metro, Lampung, yang sohor pada tahun 2000-an sebagai sentra walet.

Kemudian membangunan komplek walet pada lokasi itu. Populasi rumah walet mencapai 400 unit. “Saking banyaknya populasi walet hingga kerap menabrak pekerja atau pemilik gedung ketika mengecek lokasi,” katanya.

Namun, situasi itu berubah dua dekade kemudian. Semula rumah walet terisi penuh sarang, kini menjadi sunyi senyap. “Mungkin hanya 1-2 rumah walet yang masih berproduksi,” kata Boedi.

Lantas apa yang menyebabkan populasi turun? Menurut pria asal Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur itu, populasi walet amat berkaitan erat dengan ketersediaan serangga sebagai pakan alami. Adanya rumah walet yang nyaman membuat populasi walet meningkat. Hal itu tidak berimbang dengan ketersediaan serangga sebagai pakan alami walet di alam.

Boedi menambahkan, suatu saat akan ada fase populasi walet lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan serangga pakan alami jika jumlah rumah walet berlebih. Artinya, pertumbuhan populasi walet lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan populasi serangga.

Imbasnya, walet akan memangsa serangga muda sehingga perkembangan serangga sebagai pakan alami terhambat. Di sisi lain kerusakan lingkungan dan alih fungsi habitat serangga pakan alami walet kerap terjadi, sehingga perkembangan serangga sebagai pakan alami walet kian terhambat.

Berkurangnya ketersediaan pakan otomatis akan menurunkan populasi walet pada satu wilayah Pengamatan Boedi, suatu sentra akan mulai mengalami gejala penurunan pada 10 tahun. “Pada 10—15 tahun akan menurun hingga stagnan pada titik terendah,” katanya.

Menurut Boedi tak kalah penting menjaga rumah walet yang sudah ada agar produksi tetap optimal. Caranya dengan mendata rumah walet yang sudah berproduksi. Kemudian mengalkulasi rata-rata populasi walet dengan luasan ketersediaan pakan alami. Kalkulasi itu juga memerhatikan saat kemarau atau saat serangga pakan alami rendah.

Boedi menambahkan, lingkungan di sekitar rumah walet sebagai tempat pakan alami dengan luasan hingga 6 km—10 km amat ideal untuk perkembangan walet. Harapannya, produksi sarang di dalam negeri tetap optimal demi meningkatkan devisa.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Harga Pangan 04 Desember 2024:  Bawang dan Cabai Kompak Naik

Trubus.id–Sejumlah harga pangan pada 04 Desember 2024 berdasarkan Panel Harga Pangan, Badan Pangan Nasional pukul 12.40 WIB mengalami kenaikan. Harga...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img