Trubus.id – Untuk menjaga tubuh tetap sehat, masyarakat Indonesia memiliki warisan budaya berupa kebiasaan minum jamu. Jamu merupakan obat berbahan alam yang bersumber dari pengetahuan tradisional atau warisan budaya Indonesia.
Masyarakat meminum jamu untuk memelihara kesehatan, mencegah penyakit, hingga mempercepat pemulihan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun menerbitkan Permenkes No. 003/Menkes/PER/I/2010 tentang Saintifikasi Jamu sebagai upaya meningkatkan status jamu agar bisa diterima semua kalangan.
Jamu terbukti mampu meredakan keluhan penyakit secara empiris. Efektivitasnya diuji kepada pasien oleh dokter yang telah mendapat pelatihan saintifikasi jamu di puskesmas dan rumah sakit.
Dari hasil penelitian berbasis pelayanan itu ditemukan efek signifikan dalam meredakan gejala sakit. Pandemi Covid-19 pun semakin menyadarkan pentingnya menjaga daya tahan tubuh agar tidak mudah terinfeksi.
Mayoritas masyarakat memanfaatkan herbal asli Indonesia seperti jahe, kunyit, dan temulawak yang bersifat antioksidan, antiradang, antibakteri, dan antivirus. Bahan-bahan herbal itu digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh selama pandemi.
Karena itu, pemerintah perlu mengembangkan bahan baku tanaman obat asli Indonesia untuk kegiatan promotif dan preventif. Kemenkes menunjukkan keseriusannya dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 381/Menkes/SK/III/2007.
Kebijakan tersebut bertujuan mendorong pemanfaatan sumber daya alam dan ramuan tradisional secara berkelanjutan. Selain itu, kebijakan ini menjamin pengelolaan potensi alam agar berdaya saing dan menjadi komoditas unggulan.
Pengembangan dan peningkatan produksi bahan baku obat tradisional dalam negeri sangat diperlukan. Upaya ini mendukung kemandirian obat nasional yang telah menjadi prioritas pemerintah.
Kemenkes juga menggandeng berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi. Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016 mengamanatkan penguatan kemandirian dan daya saing industri farmasi dan alat kesehatan dalam negeri.
Meliputi perintah seluruh instansi untuk mengoptimalkan peran dalam percepatan pengembangan sektor farmasi dan alat kesehatan. Salah satu acuan penting adalah Permenkes No. 17 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
Permenkes ini diharapkan menjadi pedoman dalam pengembangan bahan baku farmasi, khususnya obat tradisional. Sebagai tindak lanjut, Kemenkes memberikan Pusat Pengolahan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) dan alat Pusat Ekstrak Daerah (PED) kepada daerah yang berkomitmen.
Sebanyak 17 daerah menerima P4TO seperti Kabupaten Solok Selatan, Kota Pekalongan, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Setiap daerah memiliki potensi khas dan memanfaatkan peralatan P4TO sesuai kearifan lokal.
Untuk alat PED, saat ini yang aktif baru berada di UPF Yankestrad Tawangmangu. Penggunaan PED masih terbatas pada penelitian skala laboratorium.
Kota Pekalongan menjadi salah satu daerah yang berkomitmen mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional. Sebagai bentuk dukungan, Kota Pekalongan mendirikan P4TO yang diresmikan pada 2 Oktober 2013 oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
P4TO Kota Pekalongan bertugas menghasilkan simplisia terstandar untuk kebutuhan pelayanan kesehatan tradisional. Pada 2021, P4TO tersebut berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pelayanan dan Saintifikasi Jamu (UPTD BPSJ).
UPTD BPSJ memiliki tiga unit layanan utama: klinik saintifikasi jamu, P4TO, dan laboratorium saintifikasi jamu. Klinik tersebut menjadi tempat diagnosis keluhan pasien oleh dokter saintifikasi jamu yang kemudian memberikan resep jamu terstandar.
Sebanyak 12 ramuan jamu Indonesia terbukti aman dan berkhasiat dari hasil penelitian berbasis pelayanan. Beberapa di antaranya untuk mengatasi asam urat, hipertensi, wasir, diabetes, kolesterol, hingga alergi.
UPTD BPSJ juga menyediakan jasa pembuatan simplisia atau ekstrak jamu yang aman dan berkualitas. Layanan ini sangat membantu Usaha Kecil dan Menengah Obat Tradisional (UKOT dan UMOT) di Pekalongan dan sekitarnya.
Laboratorium saintifikasi jamu menerima jasa pembuatan ekstrak tanaman obat serta pengujian simplisia terstandar. Selain itu, UPTD BPSJ aktif memasyarakatkan jamu sebagai bagian dari budaya bangsa.
Produk inovasi jamu seperti kunyit asam botol, jahe susu beras kencur, lulur kopi, masker kopi, dan ekstrak pegagan dibuat untuk menarik minat generasi muda. Layanan wisata edukasi jamu serta pelatihan pembuatan herbal inovatif juga terus dikembangkan.
Tujuannya untuk mengenalkan tanaman obat kepada masyarakat luas. UPTD BPSJ mampu mengolah hingga 800 kg bahan obat alam tradisional basah per hari.
Mereka juga membuka kerja sama dengan petani herbal, UKOT, dan UMOT dalam pengolahan bahan obat menjadi simplisia terstandar. Sinergi lintas sektor diharapkan memperkuat ekosistem herbal nasional.
Semoga manfaat pelayanan kesehatan tradisional juga bisa dirasakan sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat dan Indonesia menjadi negara yang kuat menghadapi berbagai macam tantangan. (Apt. Dwi Retno Murdiyanti, S. Farm., Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro dan Kepala Subbagian Tata Usaha UPTD BPSJ Kota Pekalongan)
Foto: UPTD Balai Pelayanan dan Saintifikasi Jamu Kota Pekalongan perlu bekerja sama dengan investor untuk merevitalisasi peralatan Pusat Ekstrak Daearah (PED) agar bisa berfungsi maksimal. Foto : Dok. UPTD BPSJ Kota Pekalongan