
Puring-puring baru yang eksotis memanjakan mata penggemarnya.
Sosok puring itu membetot perhatian juri di sebuah kontes tanaman hias di Yogyakarta. Bentuk daunnya unik. Jika dilihat dari atas 4 daun tampak membentuk kotak. Daun juga tebal dan bertangkai sangat pendek. Selain itu warna dan corak daun meriah serta bervariasi. Daun paling bawah berwarna merah menyala. Bagian tengah hijau dengan warna merah di tepi daun. Warna daun teratas hijau muda kekuningan.
Pada akhir lomba yang berlangsung pada 5 April 2015 itu para juri menobatkan kroton itu sebagai juara kedua di kelas tunggal hibrida. Codiaeum variegatum itu hasil kreasi Suwandi Wihardjo. Penangkar puring asal Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu memberi nama cubical pada puring jawara.

Keturunan vinola
Bagi cubical menjadi jawara kontes di Yogyakarta itu prestasi ketiga di ajang adu cantik tanaman anggota Euphorbiaceae tingkat nasional itu. Sebelumnya pada kontes serupa di Kediri, Jawa Timur, cubical menjadi kampiun di kelas tunggal. Puring itu kali pertama menjadi jawara pada kontes di Malang, Jawa Timur, pada Desember 2014. Saat itu cubical menjadi yang terbaik di kelas tunggal.
Pesona dan prestasi cubical itu pun menarik perhatian Edi Suprayitno. Pencinta kroton dari Kediri, Jawa Timur, itu rela merogoh kocek Rp1-juta demi menghadirkan cubical di kediamannya. “Saya suka cubical karena penampilannya bagus dan warnanya menarik,” kata Edi. Menurut Suwandi cubical lahir dari hasil persilangan antara vinola dan oscar.
Vinola menurunkan sifat ketebalan daun, tangkai daun, dan urat daun. Sementara corak dan pola warna menitis dari oscar. “Saya menyilangkan kedua indukan itu pada Februari 2014 dan lahirlah cubical,” kata Wawan, sapaan akrab Suwandi Wihardjo. Puring jagoan Wawan bukan cubical semata. Masih ada puring baru lainnya yang berkualitas prima seperti scorpion dan star streak.

Scorpion hasil perpaduan vinola sebagai indukan betina dan mona menjadi indukan jantan pada awal 2014. Mona merupakan puring hibrida hasil perkawinan kipas dewa dan diana. “Diberi nama scorpion karena ujung daun meruncing menyerupai ujung ekor kalajengking,” kata Wawan. Sosok scorpion memang gagah. Daunnya tebal dan bertangkai pendek. Warna dan corak daun scorpion pun indah. Terutama warna merah bata mendominasi. Daun tebal dan tangkai pendek menitis dari vinola.
Sementara mona mewarisi warna dan bentuk daun yang melekuk. Koleksi lain Wawan yakni star streak. Nama puring itu merujuk pada alat utama sistem pertahanan (alutsista) milik Indonesia. Star streak adalah peluru kendali antipesawat buatan Inggris. “Nama star streak diberikan oleh salah seorang komandan di Artileri Pertahanan Udara (Arhanud) dari Malang, Jawa Timur,” kata pria kelahiran Muntilan, Jawa Tengah, itu.

Warna cerah
Wawan mengatakan sosok star streak itu terkesan berwibawa. Star streak berdaun tebal dan dominan berwarna merah menyala dengan sedikit bercak hitam. Tangkai daun stars trek pun pendek sehingga tanaman terlihat kompak. Wawan menyilangkan vinola dan diana untuk mendapatkan star streak pada Februari 2014. Vinola menurunkan sifat tulang daun dan daun tebal serta tangkai pendek.
Sementara warna dan sosok tanaman diwarisi diana. Konsumen terbesar puring bikinan Wawan adalah kolektor. Artinya puring milik Wawan belum beredar luas. Harap mafhum harga tanaman kerabat tanaman patah tulang itu lebih tinggi daripada tempat lain. Sebab Wawan hanya memproduksi puring yang belum banyak beredar di pasaran. Selain dijamin berkualitas jumlah puring baru kreasi Wawan juga terbatas.
“Rata-rata saya membikin 3—15 tanaman per varian. Tergantung hasil perbanyakan dari indukan,” kata pengelola Erdi Garden itu. Selain Wawan penangkar yang rajin memproduksi puring baru adalah Engelbertus Henry Suyono. Penangkar di Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, ia menghasilkan ganesha. Puring itu beraneka warna. Daun paling atas hijau dengan bercak kuning. Setelah itu daun kombinasi hijau, kuning, dan merah. Sementara warna merah gelap dengan totol kekuningan menghias daun paling bawah. Warna-warna cerah itulah yang memikat pehobi tanaman hias di Bogor, Jawa Barat, Andi Marthen Pattunru, untuk memiliki ganesha. Eeng—sapaan akrab Engelbertus Henry Suyono—mendapatkan ganesha setelah menyilangkan golden rain dan pink dalmation pada 2013.

Selain memboyong ganesha, Andi juga membawa pulang aisa karena warnanya menarik. Daun puring itu didominasi warna merah gelap dan daun di bagian teratas yang berwarna hijau kekuningan. Aisa lahir dari persilangan vinola dan rembulan GP. Selain mendapat puring dari Eeng, Andi pun kepincut puring bernama pink crown dari penangkar lain di Yogyakarta. Sayang ia lupa nama penangkar puring itu.
Andi tertarik mahkota merah muda karena, ”Penampilan kompak berdaun lebar, condong membentuk roset, dan warna bervariasi,” kata pemilik Nurseri Belantara di Bogor, Jawa Barat, itu. Menurut Eeng tren puring kini berdaun panjang, tebal, dan lebar. “Konsumen juga menyukai puring bertangkai pendek dan bentuk daun unik serta spesifik,” kata pencinta puring sejak 2004 itu. Lebih lanjut ia mengatakan pencinta puring juga menyenangi warna cerah seperti merah.

Eeng tertarik mengembangkan puring karena perawatan mudah dan menguntungkan. Sementara Wawan kesengsem membudidayakan puring karena pasarnya luas. Andi pun kini membudidayakan puring. Di kediaman Andi terdapat ratusan indukan dan hasil silangan puring baru yang masih kecil.
Rencananya Andi akan melepas varian baru kreasinya itu pada awal 2016. “Masa depan puring cerah. Jenis baru selalu muncul sehingga trennya stabil,” kata alumnus Auckland University, Selandia Baru, itu. Dengan begitu pesona puring baru yang elok tetap memukau para penggemarnya sepanjang waktu. (Riefza Vebriansyah)