Desa susu atau dairy village kawasan percontohan peternakan modern dan independen pertama di Indonesia.
Trubus — Warga di Desa Cicadas, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang, Jawa Barat, turun-temurun beternak sapi perah. Setidaknya 3.500 kepala keluarga yang tergabung di dalam Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, mengandalkan sapi sebagai sumber matapencaharian. Peternakan sapi perah di Ciater kini tertata modern. Sekadar contoh, peternak mengumpulkan dan menampung kotoran pada saluran di bagian ujung kandang. Peternak memiliki manuver separator untuk memisahkan kotoran dalam bentuk padat dan bentuk cair.
Kotoran padat yang terurai sebagai nutrisi di lahan hijauan. “Kotoran padat yang terpisah sudah kering, tidak dilakukan fermentasi dalam pengaplikasiannya,” ujar Akhmad Sawaldi selaku Dairy Development Project (DDP) & Faciliteit Duurzaam Ondernemen En Voedselzekerheid (FDOV) project manager PT Frisian Flag Indonesia. FDOV merupakan bentuk dukungan Pemerintahan Belanda dalam memberikan fasilitas kewirausahaan berkelanjutan dan keamanan pangan untuk Indonesia. Di dekat kandang memang tumbuh rumput dan jagung sebagai sumber pakan sapi. Dengan demikian maka peternak lebih mandiri dalam produksi sapi maupun penyediaan pakan.
Desa susu
Selain manuver separator, peternak juga memiliki balon yang terbentang di area hijauan tak jauh dari kandandang sapi. Fungsi balon berbahan poliester itu untuk menampung kotoran cair. Adapun kapasitas balon 1.000 meter kubik. Kotoran cair itu berfungsi sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Itulah gambaran desa susu atau dairy village bentukan PT Frisian Flag Indonesia (FFI).
Perusahaan itu menetapkan dairy village atau desa susu pada 11 Desember 2018. Area 1 hektare itu menjadi percontohan untuk peternakan modern dan berkelanjutan. PT Frisian Flag Indonesia (FFI) bekerja sama dengan KPSBU, pemerintah Belanda, dan PT Perkebunan Nusantara VIII membangun desa susu. “Keberadaan dairy village tidak hanya memberdayakan peternak sapi lokal tetapi juga memberikan modal keterampilan dan materi yang membawa inovasi yang mendorong peternak sapi perah menerapkan praktik yang baik,” kata Presiden Direktur FFI, Maurits Klavert.
Para peternak di desa susu alias dairy village menggunakan pakan silase jagung. Mereka mencacah tanaman jagung muda berumur 60hari menjadi bagian-bagian kecil menggunakan mesin chopper. Peternak kemudian menyimpan hasil cacahan agar terfermentasi. Cacahan disimpan selama 40—240 hari sebelum memberikannya kepada sapi. Silase jagung mempengaruhi produksi susu sapi lebih kuatitas maupun kualitas.
Menurut peternak di desa susu, Endang Ruhiyad, silase jagung salah satu upaya menjaga ketersediaan pakan. Kondisi cuaca dapat mempengaruhi ketersediaan rumput sebagai pakan.
Hal itulah yang membedakan peternakan konvensional dengan dairy village. Agar menghasilkan susu sapi yang berkualitas, dairy village menyediakan pakan sapi selama 24 jam penuh. “Dairy village ini adalah tempat belajar. Dengan teknologi modern dan dikelola secara profesional diharapkan beternak tidak lagi dipandang sebelah mata. Peternak muda juga dapat termotivasi untuk mau terjun ke dunia peternakan,” ujar ketua KPSBU Lembang, Dedi Setiadi.
Produksi meningkat
Kandang yang bersih, tangki pendingin, dan rumah perah dengan kapasitas 12 sapi dalam 1 kali perah sangat memudahkan mereka. Endang Ruhiyad dan peternak lain sangat merasakan manfaatnya perubahan itu.
Menurut ayah dari 2 orang anak itu, sebelum diresmikan, ia menerima berbagai pelatihan dalam beternak secara modern. Keuntungan pria 34 tahun itu juga meningkat signifikan. “Keuntungan yang saya dapatkan jauh lebih banyak dibandingkan dengan ketika masih beternak secara konvensional,” kata Endang. Semula ia mempunyai 4 sapi saja sudah keteteran. Ia mengatakan, “Di sini 20 ekor juga bisa ditangani,” ujar Endang.
Maurits Klavert berharap desa susu dapat menginspirasi pemerintah dan koperasi susu di wilayah lain. Dengan memberdayakan peternak setempat, mampu meningkatkan taraf kesejahteraan peternak lokal. Teknologi modern mampu meningkatkan produksi susu sapi Indonesia menjadi 20 liter per ekor setiap hari. Semula produksi hanya 10—15 liter per ekor setiap hari. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)