Misteri Galunggung, murai batu penghuni gantangan nomor 5, mengumpulkan 2 bendera merah, 3 biru, dan sehelai kuning. Dengan prestasi aduhai, koleksi Aay Mulyana asal Bandung, Jawa Barat, itu menggondol grand champion kontes Piala Gamako XI di Pasar Seni, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Juni 2005.
Penampilan muraibatu berumur 20 bulan itu memang pantas diganjar gelar terbaik. “Penampilannya menawan, volume besar, irama stabil, dan ujung suaranya panjang menjadi kunci kemenangannya,” ujar Joko—juri kontes. Rival terberatnya Dahlia pun harus tereliminasi. Muraibatu milik Sin Ronny dari Surabaya bertengger di peringkat kedua. Di tempat sama, pada medio Juni 2005, Misteri Galunggung juga merebut jawara.
Sejak bertarung di kelas muraibatu ring, klangenan Aay—sapaan Aay Mulyana—tampil memukau. Suara crecetan amat khas dan terus gacor—berkicau terus-menerus—membuat para juri terkesima. Di kelas itu ia menjadi yang terbaik. Kemudian ia kembali unjuk gigi di kelas muraibatu bintang. Lagilagi laju Misteri Galunggung tak tertahankan. Sekitar 15 peserta lain tersingkir. Mental jawara Misteri Galunggung kembali teruji ketika tampil di kelas penyisi han muraibatu.
Di kelas itu 24 muraibatu beradu merdu. Persaingan ketat tak terelakkan. Toh, Misteri Galunggung terlalu perkasa bagi para rivalnya. Bersama 16 muraibatu terbaik, ia kembali naik gantangan di babak fi nal. Di tengah kur dan tempik sorak penonton, juri mesti bekerja keras menentukan mutu suara para fi nalis. Pada detik-detik terakhir sebelum waktu 20 menit berlalu, sehelai bendera merah diberikan kepada Galunggung. Tunai sudah kemerduan sang jawara.
4 kampiun
Dari belasan burung yang dibawa Aay Mulyana, tidak hanya Misteri Galunggung yang menggondol jawara. Di luar itu, prestasi terbaik direbut black throat yang menyabet jawara ke-1 di kelas campuran – mpor. Secara keseluruhan Tim Nikon asal Bandung—tempat Aay bergabung—mesti puas di urutan ke-3. Bird Club terbaik diraih oleh Bogor All Star Bird Club. Kelompok hobiis burung berkicau asal Kota Hujan mendulang 4 jawara pertama. Keempat jawara pertama itu diberikan oleh 3 anis merah dan seekor anis kembang.
Bagindul, klangenan Sudarmanto mempersembahkan jawara pertama di kelas anis merah ring. Kemudian Charox koleksi Ir Rusli di kelas bintang anis merah Gamako A. Burung yang sama juga berjaya di kelas anis merah Gamako D. Satu kampiun lagi dipersembahkan oleh Alamanda yang bertarung di kelas anis kembang Gamako B.
Di ajang sama setahun silam, gelar juara umum diraih Dewaruci Bird Club asal Tangerang, Banten. Kali ini saingan berat datang dari tim Hantu Laut Bird Club dan Nikon. Yang disebut pertama, kelompok hobiis asal Jakarta, merebut jawara umum di kelas penangkaran setelah menjadi kampiun pertama anis merah ring bernama Saber milik Mayor Elka.
Perhelatan akbar pencinta burung itu berlangsung alot. Di kelas tledekan bintang gamako, misalnya, Killer milik Sin Ronny asal Surabaya berjuang keras untuk menandingi Permata milik Duta Ong dan Torpedo milik Lancar. Pada babak awal Killer langsung gacor hingga meraih 4 bendera koncer. Sementara Permata masih anteng, belum ada tandatanda ngoceh. Duta Ong pesimis melihat kondisi burung miliknya.
Seperempat menit berlalu, Killer kembali berkicau secara beruntun. Dua juri yang mendengar suaranya langsung menancapkan 2 bendera koncer. Dua juri yang lain pun melakukan hal serupa. Menitmenit terakhir jawara pun masih bersuara. Kontes burung berkicau itu diselenggarakan oleh Pelestari Burung Indonesia (PBI). “Kontes itu sudah menjadi agenda rutin kami sejak 1994. Ini untuk ke-11 kalinya digelar setelah sukses di tempat yang sama setahun silam,” kata Bambang Arifi n, ketua umum panitia sekaligus ketua PBI Jabotabek itu.
Hobiis dari berbagai kota seperti Jakarta, Tangerang, Bogor, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Banten, dan Semarang turut berpartisipasi. Menurut catatan panitia, 200 burung berebut posisi bergengsi. (Oki Sakti Pandana)