Beberapa di antaranya lantas mengambil dan langsung memakannya. “Enak, rasanya seperti ati ampela,” ujar salah satu pengunjung yang mencicipi.
Tak heran jika banyak pengunjung datang ke stan yang memajang aneka jamur itu. Tulisan jamur membuat penasaran mereka untuk menyambanginya. Pasalnya, tertulis stan jamur, tapi yang dipajang satai. “Jamur apa ini, rasanya aneh tak seperti biasa?” timpal pengunjung lain.
Itulah portobello, jamur pendatang baru dari negeri Paman Sam. Bentuknya mirip champignon alias jamur kancing, yang telah dulu populer di tanahair. Bedanya, jamur kancing berwarna putih bersih, sedang portobello cokelat. Ukurannya juga 2—3 kali lebih besar.
Th e king of all mushrooms—istilah portobello di Italia—dibudidayakan sejak ratusan tahun lalu. Penyerap utama portobello—sering juga disebut portobella, portabella, atau portabello—yaitu negara Amerika Serikat, Belanda, dan Perancis. Tak heran jika Famili Agariceae itu menjadi menu keseharian mereka. Mahfum jika di Amerika Serikat, permintaan portobello menandingi shiitake saingan terdekatnya.
Lezat
Munculnya portobello tak lepas dari kerja keras peneliti jamur di Amerika Serikat. “Jamur ini turunan dari champignon,” ujar NS Adiyuwono, pakar jamur dari Bandung, Jawa Barat. Kini brown mushroom—sebutan lain portobello—menyebar hampir ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja, keberadaannya belum setenar shiitake. “Konsumennya masih kalangan menengah atas,” ujar Adi—sapaan akrab Adiyuwono. Karena itu ia hanya ditemukan di restoran elit dan hotel berbintang.
Contohnya, restoran ala Italia di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Agaricus brunescens menjadi menu utama dalam hidangan mereka, misalnya Deep Fried Portobello Mushroom. Portobello diiris kecil-kecil, ditaburi basil, mozarella, serta anchovy—semacam ikan asin—lalu diberi tepung panir dan digoreng. Ia dihidangkan dengan daun selada. Rasanya, sungguh menggoyang lidah. “Bagi yang sudah pernah mencoba, pasti ketagihan,” kata Adi.
Di New York ada restoran yang menyajikan menu khusus portabello—sebutan di sana—yaitu Portabello’s. Menu spesial yang sangat terkenal Grilled Portabello Stack, berupa portobello panggang dengan zucchini dan saus lada merah.
Kaya manfaat
Selain lezat, portobello juga manjur menangkal berbagai penyakit, di antaranya kanker dan diabetes. Wajar-wajar saja kalau Amerika Serikat menaruh perhatian besar pada portobello. “Portobello sudah lama digunakan dalam pengobatan tradisional di Cina, Amerika Serikat, dan Eropa,” tutur Adi.
Pelacakan Trubus di berbagai sumber literatur dan dunia maya juga mengungkap manfaat portobello. Ia sebagai antioksidan dan mengandung vitamin B-kompleksribofl avin, niacin, dan panthotenat serta sejumlah mineral seperti Na (natrium), K (kalium) dan Se (selenium). Kandungan lemaknya rendah sehingga aman dikonsumsi. Makanya kehadiran the king of all vegetables sangat dinanti oleh vegetarian.
Toh untuk membudidayakannya tak berbeda dengan champignon. Media yang tepat untuk penanamannya adalah serbuk kayu. Tak perlu kumbung atau tempat tertutup. Polibag yang telah diisi media cukup digelar di lantai terbuka. Daerah dingin seperti dataran tinggi Dieng, Pangalengan, Brastagi, dan Cianjur cocok sebagai daerah pengembangan portobello. (Dewi N Permas/Peliput: Hanni Sofi a dan Hawari Hamiduddin)