Ragam pilihan pot untuk tin plus keunggulan dan kelemahannya.
Guruh Ade Prana Sapoetra bergeming ketika banyak pehobi tin menggunakan planter bag atau kantong tanam sebagai wadah tanaman kesayangannya. Pehobi Ficus carica di Malang, Provinsi Jawa Timur, itu tetap setia dengan pot plastik. Ia khawatir akar tin akan terganggu ketika pemindahan tanaman. Karena planter bag lentur, sehingga mengganggu akar yang telah melekat di media tanam ketika pemindahan tanaman.
Harap mafhum, akar tanaman tin tergolong sensitif. Keraguan Guruh tak terbukti. “Setelah saya bertanya pada pehobi yang menggunakan planter bag, tidak pernah ada kejadian tanamannya mati setelah dipindahkan,” ujarnya. Guruh tak pernah mendapat informasi tanaman tin dalam kantong tanam mati usai pemindahan. Hal itu mengubah pandangannya. Kini kontraktor itu malah memilih kantong tanam sebagai wadah andalan untuk budidaya tin.
Lebih awet
Menurut Guruh kantong tanam unggul dari sisi tingkat keawetan dan kemudahan untuk mengangkat. Harap mafhum, kantong tanam memiliki tali pegangan di bibir wadah sehingga mudah dipindahkan. Dari sisi keawetan, kantong tanam bisa bertahan 5 tahun. “Kalau dari keawetan, planterbag bisa tahan 5 tahun. Di kebun saya, umur planterbag 3 tahun masih sangat bagus,” ujarnya.
Sementara keawetan pot plastik hanya sekitar 2 tahun jika ditempatkan di ruangan terbuka. “Yang paling sering rusak yaitu pada bibir pot plastik yang fungsinya untuk pegangan saat diangkat. Biasanya baru dua tahun saja sudah pecah saat diangkat,” ujar alumnus Jurusan Arsitektur, Universitas Brawijaya itu. Tentu saja hal itu tergantung kualitas pot plastik. Guruh membandingkannya dengan pot plastik kualitas standar dengan kantong tanam berharga relatif sama.
Hal itu menjadi keunggulan lain kantong tanam jika dibandingkan dengan pot plastik. Guruh mendapat harga Rp18.500—Rp19.000 untuk sebuah kantong tanam berukuran 50 liter. Bandingkan dengan pot plastik berukuran sama, harganya Rp20.000. “Harga lebih murah plus kantong tanam lebih awet, sehingga jatuhnya lebih ekonomis,” ujar pria kelahiran Jember 12 April 1981 itu.
Namun, dari segi estetis wadah berbahan plastik polietilen berdensitas tinggi (HDPE) 5% UV additive itu masih kalah dengan pot plastik. Harap mafhum, sepintas kantong tanam itu mirip dengan karung beras, tetapi berwarna hijau. Untuk itu Guruh menanam beberapa jenis tanaman anggota famili Moraceae eksklusif itu di pot plastik.
Keranjang
Keunggulan pot plastik, selain dari estetis juga ampuh untuk menjaga tanaman terutama bagian akar agar tetap lekat dengan media tanam. Hal itu membuat para kolektor lebih tenang karena pot plastik minim guncangan. “Penggunaan pot plastik lebih menenangkan, terutama untuk tin-tin yang harganya mahal,” ujar Guruh. Selain kantong tanam dan pot plastik, Guruh juga menggunakan keranjang plastik untuk menanam tin.
Hal itu sama dengan Fig Fertigation Malaysia, pekebun tin terbesari di Malaysia. Keranjang itu memiliki rongga-rongga di seluruh bagiannya. “Air jadi lebih mudah keluar sehingga tidak khawatir media terlalu lembap yang membuat akar bisa tidak sehat,” ujarnya. Keranjang unggul dari segi rongga-rongga yang dimiliki dan juga awet. Guruh belum menemukan wadah keranjang yang rusak karena pemakaian.
Itu menjadi pertimbangan bagi para pehobi tanaman tin. Selain itu dari segi estetis, wadah keranjang kurang menarik. “Warnanya mudah kusam, sehingga kurang menarik untuk kebun display,” ujarnya. Wadah tanam lain yang kerap digunakan para pehobi tin yaitu polibag. Dari segi harga paling murah, tetapi paling tidak awet dan tidak estetik dibanding wadah lain. “Namun, polibag menjadi andalan pehobi tin yang sering melakukan jual-beli bibit,” ujar Guruh.
Ratna Zulfarosda operasional kebun PT Agro Duasatu Gemilang, menuturkan hal senada. Pot berbahan plastik polietilen itu lebih cocok untuk aktivitas jual-beli bibit tanaman tin. Namun untuk wadah permanen alias penggunaan dalam waktu lama kurang cocok. Selain mudah rusak, pergerakan akar pada wadah itu kurang maksimal. Harap mafhum, para pehobi kerap menggunakan wadah polibag ukuran kecil untuk bibit tanaman tin.
Pot beton
Ratna Zulfarosda menuturkan, “Penggunaan polibag hanya sementara tidak untuk jangka panjang.” Kolektor tanaman tin yang membeli pohon dalam wadah polibag, biasanya langsung memindahkan ke wadah yang lebih istimewa sesampai di rumah. Menurut Ratna perlu ada penelitian lebih lanjut terhadap hal itu. “Perlu ada penelitian mengenai pengaruh wadah itu untuk pertumbuhan tanaman tin agar informasinya valid,” ujar Magister Pertanian alumnus Universitas Brawijaya itu.
Di Malaysia pekebun seperti Dato Syed Elias memanfaatkan buis beton yang sanggup menahan tanaman tinggi sehingga tidak mudah terbalik, terutama bila pohon tin diletakkan di luar rumah plastik. Kelebihan lain wadah itu ialah tanpa alas sehingga akar tanaman tidak mudah busuk akibat kelebihan air. Selain itu akar ara itu mudah masuk menembus tanah sehingga dapat mengambil nutrisi dari dalam tanah.
Pot juga menahan tanaman sehingga tidak mudah tumbang. Pekebun di negeri jiran juga memanfaatkan air pot untuk menanam tin. Wadah yang masih tergolong baru itu dibuat dari lembaran plastik yang mudah dibongkar pasang. Lembaran itu memiliki banyak lubang sehingga sirkulasi udara ke media sangat baik. Kelebihan air pun akan segera terbuang sehingga akar tidak mudah busuk. Kelemahan dari bahan itu ialah harganya masih cukup tinggi, di atas Rp100.000 per lembar.
Untuk pemanfaatan, pekebun tinggal melengkungkan lembaran plastik itu dan memasang klep sehingga membentuk tabung. Setelah itu, alas wadah dipasang sehingga membentuk pot. Pot itu dimanfaatan oleh Saf Fa Fig Garden di Negeri Sembilan untuk menanam panache dalam greenhouse. Yusuh Mattais menggunakannya agar tanaman di halaman tidak rubuh tertiup angin. Pilihan lain bagi pekebun ialah menanam langsung di tanah. Teknik itu diterapkan Madame Young di Ipoh, Malaysia. Ia menanamnya di bedengan dalam rumah plastik. (Bondan Setyawan)